Adakah Hubungan Antara Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Dengan Aksi Terorisme?

Bagikan artikel ini

Toni Ervianto, alumnus Fisip Universitas Jember dan alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia

Keberadaan dan nama Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) seringkali dikaitkan dengan aksi kekerasan dan terorisme, hal ini terlihat dari berbagai kasus seperti pelatihan militer di Aceh yang dinilai ada kaitannya dengan JAT, pemboman di Masjid Az Zikro Mapolres Cirebon serta pemboman di GBIS, Kepunton, Solo beberapa waktu yang lalu serta aksi kekerasan terhadap keberadaan gereja yang dianggap illegal ataupun gerakan-gerakan anti Ahmadiyah selalu dikaitkan dengan organisasi yang pernah didirikan dan dipimpin oleh Ustadz Abu Bakar Baasyir ini.

Namun, disisi yang lain ada fenomena “penolakan” dari berbagai pengurus JAT bahwa pelaku pemboman tersebut bukan dari kelompok organisasi ini seperti yang dikemukakan oleh Direktur JAT Media Center, Ustadz Son Hadi. Beberapa tokoh lainnya yang pernah bergabung dengan JAT ataupun mengetahui seluk beluk JAT seperti Ustadz Abu Wildan misalnya menyatakan membenarkan bahwa beberapa aksi pemboman seperti di Cirebon dan Solo dilakukan oleh anggota JAT, namun mereka tidak pernah dibaiat, tidak masuk dalam struktur JAT serta hanya pernah mengikuti pengajian-pengajian yang dilakukan oleh JAT.

Senada dengan pernyataan Abu Wildan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Penasehat International Crisis Group (ICG), Sidney Jones yang menyatakan, aksi pemboman yang terjadi di Cirebon dan Solo adalah dilakukan oleh anggota JAT, walaupun mereka bukan anggota resmi. Sebelumnya, mereka tergabung dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis (maksudnya radikalis) seperti kegiatan anti Ahmadiyah, anti gereja/Kristenisasi dan melakukan aksi pencurian di Alfamart.

Menurut Sidney Jones, ada beberapa faktor yang bisa dijadikan ukuran apakah JAT akan berkembang atau tidak ke depan yaitu : pertama, intensif atau tidaknya aksi-aksi penangkapan yang dilakukan aparat keamanan khususnya Densus 88,  dimana semakin intensif penangkapan dilakukan, maka JAT akan semakin sulit berkembang.

Kedua, ada tidaknya perubahan strategi perjuangan dalam tubuh JAT, dari bentuk perjuangan yang mengandalkan kekerasan atau terorisme, menjadi perjuangan dalam bentuk dakwah dan tarbiyah. Apabila JAT menekankan kepada perjuangan bentuk dakwah dan tarbiyah, maka akan sulit untuk mencegah perkembangannya, dan dikhawatirkan setelah berkembang mereka baru melaksanakan agenda utamanya menegakkan syariat Islam dengan cara apapun juga, termasuk kekerasan/teror.

Ketiga, ada tidaknya dukungan masyarakat terhadap JAT itu sendiri. Keempat, ada tidaknya kesempatan simpatisan atau tokoh JAT yang dipenjara mengembangkan organisasi ini di penjara dengan merekrut anggota baru, seperti yang dilakukan Toni Togar dengan membentuk “Kumpulan Mujahidin Indonesia” walaupun sedang ditahan di LP Tanjung Gusta, Medan.

Kelima, ketegasan sikap pemerintah itu sendiri terhadap aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok radikal, karena selama ini perekrutan terhadap “calon pengantin” ataupun pendukung atau massa organisasi radikal dilakukan melalui aksi-aksi unjuk rasa anti Ahmadiyah, anti gereja/Kristenisasi dll, dimana seseorang yang bertindak cukup radikal dalam unjuk rasa tersebut berpotensi untuk direkrut oleh organisasi radikal. Oleh karena itu, ketegasan sikap pemerintah akan sangat menentukan berkembang tidaknya ancaman terorisme ke depan melalui organisasi-organisasi radikal.

Selama ini, figur kharismatik Ustadz Abu Bakar Baasyir juga menjadi faktor yang sangat penting dan krusial bagi perkembangan roda organisasi JAT. Menurut salah seorang anggota JAT yang tidak mau disebutkan namanya, pergerakan atau perkembangan JAT ke depan akan lebih sulit pasca penahanan Ustadz Abu Bakar Baasyir, karena sekarang ini anggota atau jamaah JAT kalau ingin melakukan pengajian dalam skala besar atau tabligh akbar masih sulit, bahkan untuk pergi ke gunung walaupun tidak melakukan i’dad (latihan) juga sering dilarang aparat kepolisian. Disamping itu, opini yang berkembang di masyarakat juga menyatakan bahwa JAT adalah organisasi teroris, sehingga mereka alergi mendengarkan nama JAT, apalagi ingin masuk atau bergabung dalam JAT.

Dalam perspektif kajian strategis, keberadaan organiassi JAT menjadi menarik untuk ditelaah disebabkan karena “siapa yang akan menjadi Amir JAT pasca Abu Bakar Baasyir”, “apakah Amir JAT tersebut dapat memiliki pengaruh dan kharisma yang cukup untuk menggerakkan organisasi JAT ke depan” serta “apakah metode pemilihan Amir dalam tubuh JAT memungkinkan munculnya tokoh-tokoh baru dalam JAT”.

Disamping itu, ada pertanyaan yang menarik lainnya dalam perspektif kajian strategis adalah apa strategi yang akan digunakan oleh JAT ke depan ditengah-tengah resistensi yang cukup tajam di masyarakat terkait dengan keberadaan JAT.

Terkait dengan pertanyaan “apa” dalam konteks kajian strategis maka dalam perkembangannya sekarang ini, setidaknya ada tiga isu utama yang menjadi fokus aktivitas JAT antara lain : pertama, usaha JAT dan jaringannya mendukung Jihad, dan syariat islam di Indonesia sebagai ideologi negara menggantikan Pancasila. Kedua, gerakan massa yang dilakukan oleh JAT dan jaringannya sebagai bentuk tekanan terhadap pemerintah, serta pembelaan terhadap pemimpin dan organisasi kolega mereka. Ketiga, proses penyelidikan pada Ponpes Umar bin Khatab dan keterkaitan dengan JAT yang membuktikan bahwa gerakan radikal kian berkembang menuju Indonesia bagian Tengah dan Timur. Ketiga isu utama tersebut sebagai ancaman yang bisa ditebar oleh JAT.

Sementara itu, pertanyaan “bagaimana” dapat diilustrasikan sebagai berikut ancaman akan semakin berbahaya apabila JAT bisa melakukan perekrutan massa sekaligus menetralisir kekuatan lawan, pembangunan opini publik, memelihara miftah sharra’ (poin kunci perlawanan), hingga bagaimana memfokuskan titik pukul pada prioritas musuh di tengah-tengah kemampuan diri yang serba terbatas. Tentu, semua itu hanya boleh diputuskan oleh qiyadah (kepemimpinan) yang memiliki kualitas standar dan syarat khusus.

Untuk pertanyaan “kapan” akan diuraikan terkait dengan timing yang akan dipakai oleh JAT dalam rangka melakukan aktivitasnya kembali, apakah aktivitas yang akan dipilih aktivitas dakwah ataukah aktivitas yang lainnya.

Jawaban-jawaban atas pertanyaan diatas, akan membenarkan atau tidak membenarkan ada tidaknya link up antara JAT dengan aksi-aksi terorisme selama ini. Bagaimana pendapat Anda?

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com