Afghanistan: Negara Yang Hancur Lebur Gara-Gara Narkoba (Bagian III)

Bagikan artikel ini

Peter Dale Scott, mantan diplomat Kanada, dan guru besar Sastra Inggris di Universitas California, Berkeley. Dale Scott juga dikenal sebagai penyair, penulis dan peneliti. Bukunya yang terbaru bertajuk War Cosnpiracy: JFK, 9/11, and Deep Politics of War.

2005, sekadar ilustrasi, para agen DEA atau Drug Enforcement Administration, semacam badan pemberantas narkoba Amerika, menemukan sekitar 9 ton obat bius di kantornya Sher Muhammad Akhundzada, gubernur provinsi Helmand. Akhudzada, merupakan sahabat dekat Presiden Hamid Karzai yang mendampingi Karzai ketika kembali ke Afghanistan pada 2001.

Alhasil, meski teman dekat Karzai, Inggris mendesak presiden Afghan itu agar segera menyingkirkan Akhundzada. Dan desakan tersebut segera dilaksanakan oleh Karzai. Begitupun, Akhundzada tetap diberi kursi sebagai anggota senat.

Selain Akhundzada, kroni Karzai yaitu Gul Agha Sherzai yang merupakan anak emas Amerika yang baru-baru ini mendukung terpilihnya kembali Karzai sebagai presiden, ternyata juga terkait dengan jaringan pendagang narkoba. Pada 2002 lalu, Gul Agha Sherzai merupakan perantara transaksi jual-beli narkoba antara pedagang narkoba Amerika dan Haji Bashar Noorzai. Kesepakatan yang dicapai: Noorzai boleh tetap berdagang narkoba di Afghan asalkan memasok informasi intelijen mengenai Taliban, sekaligus mempersenjtai kelompok radikal Islam tersebut.

2004, menurut kesaksian Komite Internasional DPR Amerika, Noorzai telah menyelundupkan dua metric ton heroin (obat bius) ke Pakistan 8 minggu sekali. Noorzai akhirnya ditahan di New York pada 2005, ketika datang ke Amerika atas undangan sebuah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang intelijen. Sayangnya, kali ini Noorzai tidak mendapatkan perlindungan dan kekebalan sebagaimana dia dapat dari CIA pada waktu-waktu sebelumnya.

Ada beberapa indikasi bahwa beberapa pejabat pemerintah Afghanistan yang berada di lingkar dalam pemerinthan Karzai telah terlibat dalam perdagangan barang haram tersebut. Taliban pun setali tiga uang. Seperti juga halnya dengan FARC dari Kolombia, Taliban ada indikasi kuat terlibat dalam perdagangan narkoba. Sama persis dengan partai komunis Birma, yang bermula sebagai gerakan revolusi namun berakhir sebagai organisasi yang terlibat dalam praktek  perdagangan obat bius.

Narkotika dan obat bius, karena mengutungkan secara ekonomi dan politik bagi Pakista dan Afghanistan, ternyata hanya sebagian kecil dari keuntungan total peredaran barang haram tersebut. Menurut laporan PBB, nilai tertinggi peredaran narkoba di pasar dunia mencapai 110 miliar dolar Amerika. Sedangkan di pasar Afghanistan sendiri hanya mencapai 4 miliar dolar Amerika.

Perkiraan ini boleh jadi terlalu tinggi, namun jikapun nilainya lebih rendah, katakanlah hanya 40 miliar dolar Amerika, tetap saja kelompok-kelompok kartel perdagangan dari Luar Afghanistan yang menikmati 90 persen total keuntungan yang diperoleh.
Berarti, ada banyak pemain di tingkat global dari luar Afghanistan, dengan kekuatan keuangan yang jauh lebih besar yang mempertaruhkan bisnis narkoba di Afghanistan. Dan kekautan ini, jauh lebih besar daripada Taliban maupun Al Qaeda sekalipun.

Sibel Edmonds menuding Pakistan dan intelijen Turki telah menjalin kerjasama dengan jaringan internasional memasok narkoba yang berasal dari Afghanistan. Bahkan lebih dari itu, ada dugaan kuat bahwa intelijen Amerika dan jaringan intelijen Turki yang menangani pemberantasan narkoba pun ikut terlibat.

Seorang wartawati asal Italia Loretta Napoleoni, sempat menulis bahwa ada semacam jalur khusus untuk pengiriman narkoba yang berada dalam perlindungan badan intelijen Pakistan ISI, sehingga Al-Qaeda dan sekut-sekutunya bisa dengan bebas memasuki beberapa negara yang masuk kawasan Asia Tengah seperti Tajikistan, Uzbekistan melalui Azerbaijan, dan ke Kosovo melalui Turki.

Semua itu, dimungkinkan berkat perlindungan dari CIA dan ISI Pakistan.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com