AS Bukanlah Negara Terhebat Lagi di Dunia (?)

Bagikan artikel ini

Sudarto Murtaufiq, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI)

Selama ini Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara terhebat di dunia baik dari segi, militer, ekonomi dan politiknya. Namun benarkan demikian? Dalam salah satu sesi dialog di newsroom yang merupakan bagian dari sebuah divisi pemberitaan pada stasiun TV, ada pemandangan yang menarik ketika ada pertanyaan yang diajukan kepada panel, “Dapatkah Anda mengatakan mengapa Amerika menjadi negara terhebat di dunia?” tanya seorang mahasiswa dalam kesempatan itu. Meski banyak di antara mereka yang mengamini kehebatan AS di antara negara-negara di dunia, namun ada salah satu pembawa acara TV Will McAvoy memberikan jawaban yang membuat semua yang hadir terdiam sejenak. Will mengatakan bahwa Amerika bukanlah negara terhebat lagi di dunia. Jawaban tersebut tentu membuat penasaran semua yang hadir dalam kesempatan itu.

Lepas dari pemandangan yang ada dalam newsroom tersebut, patut kitanya kita menelusuri beberapa sumber yang membuktikan kebenaran jawaban Will. Merujuk pandangan seorang pakar ilmu pengetahuan Perancis, Emmanuel Todd, sebagaimana diungkap dalam bukunya, Apres l’empire. Essai sur la decomposition du systeme Americain (Editions Gallimard, Paris 2002) yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa menyebut, Amerika bukan lagi negara terhebat di dunia, baik dari sehi ekonomi maupun militer.

Dari segi ekonomi, AS ternyata selama ini lebih banyak bergantung kepada bangsa­bangsa lain, terutama Cina. Betapa produk-produk rumah tangga Cina yang dijual dengan harga terjangkau telah memenuhi hampir semua kebutuhan warga Amerika. Tentu, Amerika memandang adanya ketidak seimbangan perdagangannya dengan Cina diakibatkan oleh, lagi-lagi, murahnya produk- produk Cina yang berhasil masuk pasar Amerika. Sebaliknya, mahalnya produk Amerika tak bisa menembus pasar Cina. Pada saat krisis Amerika Tahun 2008 misalnya, Amerika mulai bersikeras menekan Cina untuk menaikan nilai mata uangnya dengan harapan jadi motor pertumbuhan ekonomi dunia, mereka beranggapan bahwa Cina harus bertanggung jawab dalam pemulihan ekonomi dunia, tak boleh hanya memikirkan dirinya sendiri.

Dengan Alibi ini Amerika berharap Cina bisa merevaluasi nilai tukarnya sehinngga akan lebih banyak mengimpor barang dari Amerika, yang tentunya akan membantu lebih meningkatkan ekonomi Amerika. Namun Ekspektasi Amerika tak sesuai dengan Realita mengingat Cina mempunyai sikap yang cukup kuat untuk mengatakan “Tidak”. Hal ini berbeda dengan Jepang yang pada Tahun 1984 misalnya, bisa ditekan oleh Amerika sehingga tak mampu berkata tidak di depan Negara OECD (Organization for Economic Co-operation and Development).

Sementara dari segi militer, perlu kita telaah pokok­-pokok argumentasi Todd. Ia mengatakan bahwa bangsa Amerika mempunyai kelemahan struktural dalam bidang militer. Dalam sejarahnya bangsa Amerika tidak pernah beradu kekuatan dengan musuh yang sama kekuatannya. Dimulai dengan perangnya yang asimmetris dengan suku­suku Indian. Juga dalam Perang Dunia II AS berhadapan dengan Jerman yang tinggal runtuh karena pukulan berat oleh tentara Uni Soviet. Setelah melakukan pendaratan di Normandie Amerika melakukan operasi militer yang tidak seimbang dengan keunggulannya dalam material dan jumlah manusia.

Todd mengemukakan pendapat Liddell Hart, pakar strategi dan sejarah militer Inggeris, yang mengatakan betapa lambat dan birokratis cara bergeraknya tentara AS di darat. Keunggulan Amerika di laut dan udara memang sangat besar sebagai hasil kekuatan industrinya. Setelah memenangkan pertempuran laut Midway, perang AS lawan Jepang mirip perangnya dengan Indian. Keunggulan material dan logistik AS terlalu besar dan Jepang tidak mampu mengimbanginya. Akan tetapi lain halnya operasinya di darat. Setelah Perang Dunia II tampak jelas bahwa kekuatan darat Amerika kurang mampu untuk memenangkan perang.

Di Korea keberhasilan hanya separoh, sedangkan di Vietnam gagal sama sekali. Padahal AS menghadapi negara yang kecil dan jauh lebih rendah kemampuan industrinya. Dalam tahun-­tahun akhir ini AS mengembangkan konsep perang yang tidak atau seminimal mungkin mengakibatkan korban mati bagi orang Amerika.

Cara berpikir demikian berakibat bahwa kemampuan operasi darat makin kurang dapat diandalkan. Sebab dalam operasi darat sukar untuk menghindari perjumpaan langsung dengan kekuatan lawan. Konsep AS tersebut didasarkan keunggulan teknologinya yang hendak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Konsep itu. mengutamakan serangan udara yang bertujuan menghancurkan perlawanan musuh melalui pemboman udara dan pukulan dengan peluru kendali. Teknologi precision guided munition (PGM) memungkinkan penembakan peluru kendali dengan perkenaan tepat pada jarak jauh. Di samping itu dikembangkan smart bombs atau bom yang perkenaannya tepat.

Sedangkan untuk penentuan sasaran digunakan remote sensing atau peninjauan saksama ke seluruh wilayah dengan memanfaatkan satelit udara. Dilengkapi dengan aksi intelijen manusia yang dilengkapi sarana komunikasi untuk memungkinkan laporan instant dan dilanjutkan oleh serangan udara seketika.

Dengan cara demikian diperkirakan bahwa musuh dapat dihancurkan dalam waktu tidak lama oleh serangan udara tanpa penggunaan kekuatan darat. Setelah musuh dihancurkan baru tentara darat bergerak ke daerah musuh untuk mengkonsolidasi kemenangan. Cara demikian diharapkan akan mengakibatkan korban minimal pada tentara AS. Akan tetapi konsep ini akan sukar dilaksanakan apabila musuh mempunyai kemampuan pertahanan udara yang efektif, kata Todd.

Meski pemerintahan AS menempatkan pasukannya hampir se seluruh kawan di dunia dalam jumlah yang tidak sedikit, seperti di Jerman, Korea Selatan, Italia, Inggris, Spanyol, daerah Balkan dan di Timur Tengah, namun untuk mengadakan operasi militer AS tidak mempunyai kemampuan kongkrit yang sesuai dengan potensinya. Memang kapal­kapal induk AS (aircraft carrier) mampu bergerak leluasa di lautan dunia. Hal ini merupakan projection of power yang penting bagi supremasi politik. Akan tetapi karena kurang kesediaan mengoperasikan kekuatan darat, maka AS kurang sanggup mengadakan konfrontasi militer terhadap lawan yang kekuatan militernya cukup besar. dan hanya bertindak terhadap pihak lain yang diyakini lemah.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com