Bangsa Tumbal Sistem

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Jangan bermain-main dengan sistem (konstitusi) negara, karena kelak bangsa yang menjadi “tumbal”-nya. Kenapa? Karena rentetannya sangat berbahaya bagi keselamatan negara. Apabila ternyata sistem dimaksud justru pro terhadap kepentingan asing (kolonialisme). Mengapa? Betapa akan bercokol para penghianat, boneka, pion-pion, pecundang, koruptor, blandis, kompromis, dan lain-lain pada sistem tersebut baik mulai dari top managementmarketing, dan seterusnya hingga tataran terbawah (metode) dari sistem kolonialisme dimaksud. Kenapa demikian, bahwa kiprah person di masing-masing level cenderung pro kolonialisme serta berujung terjualnya kedaulatan bangsa dan negara ini. Itu clue geopolitik selaku ilmu negara (science of the state).

Bagaimana kita tahu bahwa sistem tersebut pro terhadap asing? Mudah. Contohnya ialah amandemen UUD 1945 beserta turunannya (ratusan UU) yang dibiayai asing pasca runtuhnya Orde Baru. Ini permisalan aktual di Indonesia. Nothing free. Tidak ada makan siang gratis. Kegaduhan yang over load pada aspek sosial, politik, budaya dan ekonomi di era kini merupakan potret riil akibat dampak sistem dimaksud. Maraknya korupsi, adanya konflik baik horizontal maupun vertikal, daya beli, menjalarnya kemiskinan baik fisik, moral serta kemiskinan etika di masyarakat, dan lain-lain ialah bukti keadaan yang tidak boleh didustakan.

Kita tidak boleh menyalahkan para individu atau kelompok yang kini berada pada sistem dimaksud, sedang mereka sendiri sejatinya merupakan korban dari sistem tersebut. Seandainya seorang ustadz dan/atau ulama pun, jika berada dalam sistem riba maka tindakannya pasti akan riba.

Inilah gambaran Indonesia hari ini. Intinya, persoalan pokok bangsa ini ada di hulu yakni sistem reformasi yang membuat kedaulatan negara terutama geopolitik dan geoekonomi menjadi tergerus.

Timbulnya gegap gempita (kebangkitan) anak bangsa yang tercerahkan dalam menyikapi kondisi tersebut, seyogianya berfokus pada hulu persoalan yang intinya menegakkan kembali kedaulatan pangan dan energi (food and energy security). Tidak cuma mengarah pada hal-hal hilir atau isu kacangan seperti intoleransi, SARA, dan lain-lain, oleh karena berdasarkan cermatan geopolitik, itu hanya isu-isu imajiner. Sekedar langkah deception. Agar pergerakan segenap anak bangsa tidak menyentuh pada apa yang disebut “perubahan sistem,” supaya anak bangsa tetap gaduh di atas permukaan, sedang yang di bawah permukaan —hidden agenda— (kedaulatan pangan dan energi) tergadai secara diam-diam. Senyap.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com