Deradikalisasi Terorisme, Apa Sudah Berhasil?

Bagikan artikel ini

Qurnia Akhmad Bukhori, MSi dan Toni Ervianto

Persoalan pentingnya deradikalisasi dilakukan terhadap pelaku terorisme yang tertangkap kembali mencuat pasca serangkaian teror bom yang terjadi di Solo, Depok dan Jakarta serta terungkapnya jaringan lama teror di Ambon-Maluku serta sejumlah tempat lainnya. Bahkan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bereaksi cepat dengan akan melakukan pelatihan deradikalisasi terhadap 200 orang teroris yang tertangkap. Walaupun, pelaksanaan deradikalisasi ini juga ditanggapi dengan sinisme dan diartikan sebagai deislamisasi.

Terorisme merupakan sebuah istilah yang saat ini banyak digemborkan oleh media massa dunia. Masalah terorisme bukan sekedar masalah pelanggaran dan penegakan hukum semata, melainkan menyangkut masalah yang amat luas. Aksi terornya sendiri apalagi dengan modus bom bunuh diri pasti dilatar belakangi oleh masalah ideologi atau kepentingan, setiap aksi teror juga dipastikan mempunyai tujuan politik tertentu, korban jiwa dan kerusakan yang luas tentu berdampak buruk pada bidang ekonomi, akibat destruktif yang lebih serius akan terjadi pada bidang sosial-budaya yaitu munculnya patologi sosial berupa trauma luas dan tumbuhnya budaya kekerasan di kalangan masyarakat. Patut disadari bahwa terorisme di tanah air yang didukung terorisme global tidak pernah berhenti bermanuver, melakukan indoktrinasi, mengembangkan jaringan serta mengintip kesempatan untuk beraksi. Semua tindakannya dilakukan secara klandestin sehingga mereka dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh aparat dengan leluasa, sebaliknya aparat menghadapi kesulitan untuk mendeteksi mereka, apalagi bila tindakannya hanya bersifat parsial/tidak terpadu.

Sejak dulu hingga sekarang, terorisme merupakan kejahatan dan menjadi salah satu ancaman serius terhadap kemanusiaan dan peradaban. Kini terorisme telah menjelma menjadi  kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap perdamaian dunia. Terorisme bukan hanya menyangkut kekerasan dalam bentuk peledakan bom, seperti yang terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia. Setiap kekerasan yang ditujukan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan politik adalah terorisme, tanpa memandang dimana tempat kejahatan.

Pasca peristiwa 11 September 2001, masalah terorisme mulai mencuat secara global. Berbagai kecaman dan kutukan terhadap pelaku aksi tersebut muncul, tidak terkecuali dengan umat Islam di Indonesia. Perang terhadap terorisme secara global dikumandangkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya pasca tragedi tersebut. Namun, aksi perang global terhadap terorisme tidak menghentikan aksi-aksi teror di dunia. Sehingga saat ini muncul strategi baru dalam  melawan dan menghentikan terorisme, yaitu melalui deradikalisasi.

Konsep Deradikalisasi

Saat ini  pemerintah menggalakkan upaya deradikalisasi terorisme. Upaya ini ditujukkan mengimbangi upaya pemberantasan terorisme melalui cara konvensional, misalnya penggerebekan, penangkapan, sampai dengan penghentian aksi teror. Deradikalisasi terorisme ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dini, sehingga mematahkan potensi berkembangnya gerakan terorisme itu. upaya ini dapat berjalan dengan penyampaian informasi yang tepat kepada masyarakat, penguatan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam pencegahan terorisme. Dapat disimpulkan bahwa upaya deradikalisasi terorisme merupakan upaya persuasif kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak tersesat dalam pemahaman yang salah, apalagi sampai berpartisipasi dalam kelompok teroris.

Deradikalisasi hingga saat ini belum populer sebagai wacana di masyarakat. Padahal masyakat perlu mengetahui dan memahami, makna penting program deradikalisasi terorisme sebagai bagian dari rangkaian melawan dan menghentikan kejahatan terorisme. Menurunnya jumlah aksi-aksi terorisme di Indonesia tidak lepas dari pelaksanaan program deradikalisasi terorisme. Pelaksanaan program ini merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Upaya pemidanaan bagi pelaku teroris, hanyalah penyelesaian sesaat di permukaan dari suatu fenomena gunung es. Tidak adanya serangan teroris bukan menjadi barometer keberhasilan pemberantasan terorisme. Organisasi teroris terus melakukan metamorfosis, berubah bentuk menjadi sel-sel aktif yang menebar paham radikal secara laten.

Tiga kunci penting dalam program deradikalisasi terorisme adalah: pertama, Humanis, adalah upaya pemberantasan terorisme haruslah sesuai dengan upaya penegakan Hak Asasi Manusia, selain itu, pemberantasan terorisme harus mampu menciptakan kesejahteraan, kesetaraan, serta keadilan bagi seluruh masyarakat, termasuk bagi para tersangka maupan terpidana terorisme. Kedua, Soul Approach (pendekatan jiwa) adalah pemberantasan terorisme dilakukan melalui suatu komunikasi yang baik dan mendidik antara aparat penegak hukum dengan para tersangka maupun narapidana terorisme, bukan dengan cara-cara kekerasan dan intimidasi. Ketiga, menyentuh Akar Rumput, yaitu program ini tidak hanya ditujukan kepada para tersangka maupun terpidana terorisme, akan tetapi program ini juga diarahkan kepada simpatisan dan anggota masyarakat yang telah terekspos paham-paham radikal, serta menanamkan multikulturalisme kepada masyarakat luas.

Tidak Adil Menyikapi Terorisme

Merebaknya terorisme yang dilakukan kelompok tertentu di masyarakat seharusnya dijadikan kritik diri, sebagai peringatan terhadap pola pandang kita yang tidak adil dalam menyikapi terorisme. Jika kita ingin menghentikan aksi semacam itu, kita seharusnya mengutuk bukan kepada pelaku terorisme tidak resmi, tapi juga kepada penguasa dan negara yang melakukan tindakan serupa. Kita perlu memahami bahwa salah satu pemicu munculnya terorisme yang tidak resmi diakibatkan oleh kebijakan penguasa dan negara yang masih jauh dari rasa keadilan yang hakiki.

Di tengah tarik ulur antara gerakan dan pemikiran Islam radikal dan liberal, banyak kalangan yang lebih memandang pentingnya peneguhan dan pengembangan yang lebih luas bagi kiprah Islam moderat. Gerakan atau faham Islam moderat diyakini akan berperan penting karena sesuai dengan kultur dan watak mayoritas Muslim Indonesia. Pentingnya peran yang lebih besar lagi bagi entitas Islam moderat agar sejarah Islam Indonesia tetap eksis pada jalurnya yang damai, jauh dari kekerasan dan konflik. Indonesia dilirik dunia internasional karena Islamnya yang moderat dan mayoritas terbesar di dunia. Moderatisme Islam sangat penting untuk mengimbangi gejala radikalisme. Islam menentang keras radikalisme, militanisme, dan terorisme dalam segala bentuknya, karena semua itu sangat membahayakan peradaban dan kehidupan umat manusia.

Upaya terkait dengan penghentian terorisme meniscayakan kepada pihak-pihak yang berkompeten untuk merekonstruksi tatanan global dan nasional yang lebih mencerminkan keadilan bagi semua. Dari sini perlu dikembangkan suatu dialog yang lebih terbuka antar sesama umat manusia, dan antara rakyat dan penguasa, serta antara satu negara dengan negara lain yang diletakkan di atas kesetaraan dan keadilan. Lebih dari itu, agama sudah saatnya dilepaskan dari nuansa politisasi dan dikembalikan kepada visinya yang transformatif sebagai nilai-nilai moral yang harus dijadikan dasar dalam penciptaan kehidupan yang penuh kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Dalam upaya melawan dan menghentikan terorisme hingga akarnya diperlukan penanganan yang menyeluruh yang melibatkan segenap komponen bangsa. Tidak hanya pemerintah yang harus proaktif dalam pelaksanaan deradikalisasi terorisme, namun juga harus didukung oleh aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, tokoh agama, media massa, para mantan teroris, dan seluruh elemen lapisan masyarakat. Pelaksanaan program deradikalisasi terorisme tentunya meliputi segala aspek bidang kehidupan masyarakat dan harus dilaksanakan secara berkelanjutan.

Akhirnya, fenomena terorisme telah menjadi isu global yang mempunyai efek cukup signifikan terhadap semua negara di dunia. Jika tidak diselesaikan secara menyeluruh dalam artian melibatkan semua pihak maka permasalahan ini tidak akan bisa selesai. Semoga terorisme bisa lenyap dimuka bumi ini selamanya.

Terorisme pada masa mendatang masih akan berlanjut baik dalam skala kecil maupun skala besar di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa indikasi yang perlu diwaspadai menghadapi aksi terorisme yaitu solidaritas sosial, munculnya skeptisme dan apatisme di dalam masyarakat terhadap kondisi sosial yang ada. Kondisi ini dapat menurunkan kredibilitas Pemerintah di mata masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah harus meningkatkan kemampuan perangkat keras dan lunak, termasuk kemampuan bertanggung jawab aparat intelijen, partisipasi masyarakat, dan adanya penegakan hukum yang konsisten. Disamping itu, pemerintah harus mampu menghapus lahan subur bagi berkembangnya jaringan teroris seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, terpasungnya demokrasi, diskriminasi, tersumbatnya mobilitas elit daerah, dan tiadanya keadilan mendapatkan kesempatan. Tanpa hal tersebut, maka penanganan aksi-aksi teror tidak dapat terlaksana secara optimal.

Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme adalah sebagai berikut: pertama, penguatan koordinasi dan kerjasama diantara lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme. Kedua, peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan teroris, terutama satuan kewilayahan. Ketiga, pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi-potensi aksi terorisme. Keempat, penguatan peran aktif rakyat dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme. Kelima, sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme.

Menurut Qurnia Akhmad Bukhori, MSi, pemerintah seharusnya  menyiapkan program pemantapan dalam negeri yang bertujuan meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah Indonesia dalam pencegahan dan penanganan terorisme dengan melibatkan partisipasi dan kerjasama antar instansi, serta seluruh komponen kekuatan bangsa. Pemerintah harus meningkatkan kapasitas penanggulangan terorisme dengan melatih dan mengembangkan sistem manajemen, latihan dan legislasi dari berbagai instansi yang terlibat dalam penanganan terorisme. Kerjasama penanggulangan dan pencegahan terorisme secara lintas negara dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan infrastruktur aturan hukum. Bersama-sama dengan masyarakat internasional, Indonesia bertekat turut berperan aktif dalam penanggulangan aksi-aksi terorisme yang bertaraf internasional.

Selanjutnya, alumni pasca sarjana Universitas Indonesia tersebut menegaskan, pemerintah terus melakukan upaya koordinasi, komunikasi, dan kerjasama baik nasional, regional, dan internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja penanggulangan terorisme secara terpadu dan komprehensif.

Disamping itu, upaya pencegahan juga dilakukan dengan meningkatkan kemampuan profesionalisme intelijen guna lebih peka, tajam, dan antisipatif dalam mendeteksi dan mengeliminasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang dapat ditimbulkan oleh aksi terorisme. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas informasi intelijen maka dilaksanakan pengkajian atau analisis intelijen tentang perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen sehingga dapat diminimalisasi tingkat kesalahan. Untuk itu, dukungan sarana dan prasarana operasional intelijen di pusat dan daerah terus diupayakan dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja intelijen.

Kerjasama internasional, khususnya dengan negara ASEAN perlu ditingkatkan, mengingat hal ini relatif mudah karena sudah ada kerangka kerjasama melalui berbagai forum. Kerjasama dengan negara ASEAN dan negara lain dalam penanggulangan terorisme harus sejalan dan tidak mengorbankan kepentingan nasional. Bentuk kerjasama dapat diwujudkan melalui kerjasama antar institusi pemerintah yang terkait, meliputi kerjasama peningkatan kualitas SDM, teknologi, pendanaan, informasi dan komunikasi.

Kedua penulis adalah alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com