“Globalisasi …, Jangan Rampas Hak Kami …”

Bagikan artikel ini

Jenny Suziani, aktifis Trade Union Rights Centre – International Labor Rights Fund

Catatan Dari Redaksi: Artikel ini merupakan hasil penelitian Jenny Suziani yang temuan lengkapnya sudah tersusun dalam sebuah buku yang siap untuk diterbitkan. Atas persetujuan Ibu Suziani sebagai peneliti dan penulis buku, Global Future Insitute mendapat kehormatan untuk menyajikan ke hadapan sidang pembaca rangkuman singkat hasil penelitian ini di situs kami. Adapun temuan lengkap penelitian ini, semoga akan segera terbit dalam bentuk buku dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Semoga temuan Ibu Suziani yang cukup informatif ini, semoga bermanfaat adanya. Untuk itu komentar, masukan maupun kritik, sangatlah kami harapkan.

Pengantar

Ide untuk melakukan penelitian mengenai perlindungan maternitas ini muncul setelah peneliti selesai melakukan penelitian mengenai pelecehan seksual di tempat kerja. Disadari bahwa isu perempuan di dalam K3 terdiri dari dua: pelecehan seksual di tempat kerja dan kesehatan reproduksi buruh perempuan. Akan timpang rasanya jika melakukan penelitian hanya mengenai salah satu dari isu-isu tersebut. Disamping itu, karena adanya kebutuhan buruh perempuan Indonesia akan ratifikasi Konvensi ILO No. 183/2000.

Untuk mewujudkan gagasan tersebut, tidak mudah jalan yang harus dilalui. Banyak rintangan dari segi dana, waktu dan masalah teknis. Namun dengan dana yang minim, akhirnya penelitian ini dapat dilaksanakan. Dana yang minim tidak menjadi penghalang untuk tetap mewujudkan gagasan-gagasan. Sebagai peneliti independen, persoalan utama adalah kebutuhan pemberi dana akan legalisasi dari suatu lembaga. Tidak mudah menemukan lembaga yang berkualitas dan memiliki komitmen pada persoalan perburuhan, dan bersedia bekerjasama dengan peneliti saat itu. Kalaupun ada lembaga yang bersedia, tentu saja harus ada kesesuaian ide dan pemikiran dengan peneliti. Sehingga, meskipun harus tertunda selama satu tahun, akhirnya penelitian ini berhasil diputuskan, dilakukan dan diselesaikan dengan baik. Persoalan lain adalah sulitnya menemukan peneliti lapangan yang sanggup bekerja sesuai tuntutan penelitian, sehingga peneliti pun harus turun ke lapangan secara langsung. Kesulitan lain adalah menemukan objek penelitian, yaitu perusahaan yang akan dijadikan objek studi.

Untuk semua itu, sepantasnyalah penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bama Athreya dari International Labor Rights Fund yang telah memperkenalkan peneliti kepada para ahli K3 yang diakui integritasnya di dunia internasional, juga dalam memberi dukungan finansial dan kesabaran menunggu ditemukannya lembaga yang tepat, yang akan mendukung dilakukannya hingga diselesaikannya penelitian yang sempat bertambah waktunya ini. Terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Garrett D. Brown dari Maquiladora Health and Safety Support Network (MHSSN), Betty Szudy dan Diane Bush dari University of Berkeley serta Dara O’Rourke dari Massachusetts Institute of Technology yang telah memperkenalkan isu K3 kepada peneliti.

Kepada pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini: bapak Fauzi Abdullah yang bertindak sebagai Konsultan dan pembaca yang teliti, penulis juga menyampaikan terima kasih. Terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Melody Kemp, seorang ahli K3 dari Australia yang selalu menjawab dengan hangat setiap pertanyaan-pertanyaan peneliti melalui e-mail, dan dokter Ramonasari dari PKBI. Kepada teman-teman di TURC, khususnya rekan Surya Tjandra, SH., L.LM. selaku Direktur, yang telah banyak memberikan masukan dalam diskusi-diskusi penelitian ini. Kepada rekan-rekan di Akatiga, Bandung; rekan Sita Aripurnami, MSc., Direktur WRI; Dr. Meuthia Ganie dari Laboratorium Sosiologi FISIP-UI, Indah Budiarti dari PSI, mbak Ari Sunarijati dari SPSI Reformasi dan mbak Indri dari SAHAJA ucapan terima kasih ini tak lupa peneliti sampaikan. Akhirnya, peneliti juga perlu menyampaikan terima kasih kepada para buruh PT. EIA yang bertindak sebagai pemberi informasi maupun sebagai narasumber: Dewi, Sri, Edo, Tiwi, Ningsih, Titi, Sisi, Mimi, Rohana, Yanti, Wiwis, Minah, Suri, Rina dan Ninik. Mereka sangat membantu dan bersifat kooperatif dalam penelitian ini. Peneliti juga berterimakasih kepada para pembahas penelitian dan peserta dalam diskusi panel yang telah banyak memberi masukan dan kritik berharga serta kepada peneliti lapangan dan pihak-pihak lain yang telah banyak membantu, yang tak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk buruh perempuan Indonesia.

Executive Summary

Penelitian ini merupakan langkah awal dari program kampanye perlindungan maternitas. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah karena beberapa alasan. Pertama, kebutuhan buruh perempuan akan perlindungan kesehatan reproduksi, terutama perlindungan maternitas, yakni perlindungan sejak buruh perempuan pertamakali diketahui hamil, melahirkan, kembali bekerja dan menyusui. Kedua, kebutuhan akan keadilan dan penghapusan diskriminasi di tempat kerja. Ketiga, kebutuhan untuk memperbaiki kualitas fisik dan mental bayi yang dikandung dan dilahirkannya sebagai generasi penerus.

Penelitian yang dilakukan di KBN Marunda, Jakarta Utara, Indonesia ini bertujuan untuk melihat implementasi perlindungan maternitas di PT. EIA, implementasi perlindungan maternitas dalam konteks K3, perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan maternitas dari periode ke periode dan faktor-faktor yang melatar-belakangi implementasi tersebut. Secara umum, penelitian ini merupakan masukan bagi pemerintah agar meratifikasi Konvensi ILO No. 183 / 2000 tentang perlindungan maternitas.

Dari hasil penelitian, terungkap bahwa PT. EIA tidak mengimplementasikan Konvensi ILO No. 183/2000. Hal ini dapat dilihat ketika buruh perempuan hamil. Buruh perempuan yang hamil tidak mendapatkan hak mereka untuk memeriksakan kandungannya di klinik perusahaan. Atau kalaupun pemeriksaan dilakukan di klinik di luar perusahaan, tidak ada penggantian biaya pengobatan atau pemeriksaan. Ada kasus dimana seorang buruh tidak ditransfer ke jenis pekerjaan yang lebih ringan. Dan ini menyebabkan kandungannya mengalami pendarahan. Ketika buruh perempuan melahirkan, mereka tidak mendapatkan hak mereka berupa tunjangan melahirkan. Mereka hanya mendapatkan cuti melahirkan dan upah mereka selama tiga bulan. Bagi buruh kontrak, mereka diharuskan mengambil cuti pada usia kehamilan yang kedelapan. Sisa masa kerjanya dibayar lunas oleh perusahaan. Itu artinya, buruh tersebut mengalami pemecatan secara halus. Buruh kontrak yang dipecat itu memang boleh melamar kembali ke perusahaan itu.

Akan tetapi ini artinya dia tidak akan pernah menduduki posisi dan upah yang lebih tinggi. Sebagian besar buruh yang diwawancarai tidak berani memperjuangkan tunjangan JPK. Ketika mereka memperjuangkannya, mereka harus berhadapan dengan prosedur yang berbelit-belit yang menyita waktu, tenaga dan pikiran mereka. Bahkan ada beberapa buruh yang tidak mengetahui saldo JPK mereka. Pihak perusahaan pun tidak mengetahui cara kerja pihak Jamsostek, padahal perusahaan sudah menyetorkan dana untuk JPK. Ketika menyusui, banyak buruh yang membuang ASInya secara percuma di kakus-kasus pabrik. Hal itu disebabkan mereka tidak memiliki waktu dan keberanian untuk menyusui bayinya. Mereka tidak tahu bahwa mereka memiliki hak untuk menyusui pada jam kerja dengan tetap mendapat upah.

Beberapa faktor yang melatar-belakangi kondisi di atas adalah tidak adanya kepastian hukum. Sejak pertama kali diadopsi, Indonesia belum pernah meratifikasi Konvensi ILO tentang perlindungan maternitas. Hal ini disebabkan sikap pengusaha yang memandang bahwa melindungi hak-hak buruh perempuan melalui hak perlindungan maternitas memberatkan perekonomian perusahaan dan perekonomian Indonesia yang masih lemah dan sikap serikat buruh yang masih bersifat patriarkhis. Belum diratifikasinya Konvensi ILO tentang Perlindungan Maternitas inilah yang menyebabkan pemahaman masyarakat Indonesia termasuk pihak swasta menjadi kurang, sehingga menyebabkan pemahaman buruh perempuan di PT. EIA terhadap isu perlindungan maternitas pun kurang. Pemahaman mereka terhadap perlindungan maternitas hanyalah sebatas pada periode cuti melahirkan dan hak atas upah selama cuti melahirkan. Padahal perlindungan maternitas lebih luas dari itu. Faktor lain berkaitan dengan gejala globalisasi.

Gejala globalisasi yang ditemukan dalam penelitian ini, misalnya terjadinya pemecatan terhadap buruh perempuan yang hamil dan berubahnya status kerja mereka dari buruh tetap menjadi buruh kontrak, dan dengan demikian upah mereka tetap rendah; terjadinya pembagian kerja berdasarkan gender; tidak diimplementasikannya K3 dengan standar internasional; serta kewajiban buruh untuk melaksanakan program keluarga berencana. Kesemua contoh ini semakin menunjukkan telah terjadi eksploitasi, baik eksploitasi kapitalis maupun eksploitasi patriarki terhadap buruh perempuan, terutama buruh perempuan yang hamil, melahirkan dan menyusui. Kewajiban buruh mengikuti program keluarga berencana bukan saja melanggar Kesepakatan ICPD dan IPPF, akan tetapi juga telah melanggar dan mengeksploitasi hak reproduktif dan seksualitas perempuan.

Bagi buruh perempuan yang hamil, melahirkan dan menyusui, globalisasi melalui praktek-praktek yang dilakukan oleh PT. EIA telah mengakibatkan kerugian secara fisik maupun materi. Sedangkan bagi bayi, kerugian yang dideritanya adalah kehilangan hak asasinya untuk mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan penuh. Atau dengan kata lain, kekejaman globalisasi terhadap bayi adalah merampas hak asasinya untuk mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan penuh.

Untuk itu, Negara perlu meninjau kembali Undang-undang Ketenaga-kerjaan RI No. 13/2003 yang berkaitan dengan perlindungan maternitas, karena dari ketiga UUK tersebut, UUK inilah yang paling merugikan dan tidak melindungi buruh perempuan yang hamil. Negara juga merasa perlu meninjau kembali UU RI No. 3/1992 tentang Jamsostek dan Undang-undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja, khususnya tentang definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Dan yang terpenting dari semua itu adalah Negara perlu meratifikasi Konvensi ILO No. 183/2000.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com