India Gagal Mainkan Dirinya sebagai Kekuatan Ketiga di Asia Tengah

Bagikan artikel ini

Penulis: Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Ketika era Perang Dingin Amerika plus sekutu-sekutu baratnya versus Rusia-Cina semakin menajam sejak dekade 1950-an, India berhasil memainkan peran yang cukup cantik melalui pencitraannya sebagai negara yang bebas dari orbit pengaruh Washington maupun Moskow. Sehingga posisi tawar India kala itu sedemikian tinggi di mata Washington dan Moskow.

Terbukti bersama Indonesia, India berhasil menjadi pemrakarsa Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955, dan Konferensi Gerakan Non-Blok di Beograd pada 1960. Kedua forum internasional tersebut, telah menjadikan Indonesia bersama India sama-sama sebagai pelopor terbentuknya Kekuatan Ketiga, di luar pengkutuban antara AS dan Eropa Barat versus Cina-Rusia pada waktu itu. Namun saat ini, India tak bisa secantik itu memainkan peran yang sama sebagai the “third force.”

Persekutuan strategis Cina dan Rusia melalui payung Shanghai Cooperation Organization (SCO) di kawasan Asia Tengah, berhasil mematikan langkah India untuk menjadi “pemain jangkar antara Amerika Serikat versus Rusia-Cina. Soliditas Rusia dan Cina melalui SCO, berhasil merangkul Kyrgyzstan dan Tajikistan untuk membendung manuver India untuk membangun pengaruh di kawasan Asia Tengah. Baik Kyrgyzstan maupun Tajikistan merupakan dua negara yang merupakan aktor kunci di kawasan tersebut.

Rusia saat ini sudah mencairkan dana bantuan untuk paket bantuan militer kepada Kyrgyzstan sebesar satu miliar dolar AS. Ini untuk kedua kalinya India mengalami pukulan strategis dari Moskow. Sebelumnya, pada 2010 lalu, ketika Rusia berhasil membujuk Tajikistan untuk memberikan pangkalan angkatan udaranya yang bernama Tajikistan Ayni Air Base.

Di sektor migas dan energy, India juga berhasil dibendung Cina, sekutu Rusia dalam kerangka SCO, ketika berhasil menjalin kerjasama strategis dengan Kazakhstan maupun Turkmenistan. September lalu misalnya, India kehilangan 8,4 persen sahamnya di Kazakhstan’s Kashagan oil field karena berhasil diambil-alih Cina melalui perusahaan minyaknya the Chinese Petroleum Company (CNPC). Barang tentu, sebuah pukulan telak bagi India dalam upayanya mengembangkan kemitraan dalam bidang pembangunan energy dengan negara-negara yang tergabung di kawasan Asia Tengah.

Betapa tidak. Perusahaan Migas India India’s Oil and Natural Gas Corporation sepertinya berhasil mencapai kesepakatan dengan Kazakhstan pada November 2012 sehingga bisa membeli  8,4 persen saham milik Kazakhstan’s Kashagan oil field. Kashagan merupakan penemuan ladang minyak terbesar Kazakhstan selama 30 tahun terakhir ini.

Tak heran jika New Delhi memandang investasi sebesar 5 miliar dolar AS yang ditanam di Kashagan oil field sebagai tumpuan untuk membangun pengaruh dalam bidang industri minyak di Kazakhstan. Namun harapan India hanya tinggal angan-agan. Pada Juli lalu, Kementerian Migas Kazakhstan berhasil mendahului manuver India. Badan Usaha Milik Negara Kazakhstan, KazMunaiGas membeli saham Kashagan oil field , namun kemudian menjual sahamnya sebesar 8,3 persen kepada perusahaan Migas Cina CNPC seharga 5 miliar dolar AS. Sebagai konsekwensi Kazakhstan melepas 8,3 sahamnya, CNPC bersedia membantu dana sebesar 3 miliar dolar AS untuk pengembangan pembangunan tahap kedua dari ladang minyak Kashagan.

Tentu saja peristiwa ini merupakan kemenangan strategis Cina terhadap India, maupun terhadap AS dan Inggris, yang sejak dulu hingga kini tetap berada di belakang setiap kebijakan-kebijakan strategis India baik di sektor ekonomi-perdagangan maupun pertahanan. Sehingga Presiden Cina Xi Jinping ketika berkunjung ke Astana pada September lalu, dengan penuh martabat menandatangani persetujuan pengambil-alihan saham Kashagan oil field bersama Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev.

Sekadar informasi, penandatanganan pengambil-alihan 8,3 persen saham Kashagan, hanya satu dari 22 kesepakatan yang berhasil dicapai dalam kerangka kerjasama bilateral Kazakhstan dan Cina. Semua kesepakatan strategis Cina-Kazakhstan tersebut secara total bernilai 30 miliar dolar AS.

Di Turkmenistan, India juga berhasil dibendung Cina. Cina berhasil mengoperasikan ladang gas Turkmenistan yaitu Turkmenistan’s Galkynysh gas field, yang merupakan ladang gas terbesar kedua di dunia. Lagi-lagi, CNPC merupakan aktor migas Cina yang berhasil memegang kendali sebagai pengembang ladang gas tersebut tanpa keikutsertaan perusahaan-perusahaan migas besar dari Amerika maupun Eropa.

Keberhasilan Cina ini, sekaligus mematahkan manuver India yang sebelumnya berusaha membangun konstruksi pipa penyalur yang menghubungkan Turkmenistan-Afghanistan-Pakistan-India (TAPI Project), yang dimaksudkan untuk dijadikan jalur transportasi gas dari Turkmenistan menuju Pakistan dan India, dengan menyeberangi Afghanistan. Namun dengan kesepakatan antara Cina dan Turkmenistan untuk mengoperasionalkan Galkynysh gas field, maka proyek TAPI pada perkembangannya nanti akan memberikan pengaruh besar bagi Cina untuk menentukan TAPI Project sesuai dengan skema Cina, bukan skema India.

Singkat cerita, manuver India untuk memainkan kartunya sebagai kekuatan ketiga yang akan memanfaatkan perseteruan antara Amerika versus Cina-Rusia di Asia Tengah, nampaknya gagal total.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com