Isu Ex Kombatan ISIS: Antara Market, Bukan Cek Kosong dan Tumbal Politik

Bagikan artikel ini

Telaah Kecil Geopolitik

Gaduh pro kontra perihal ex kombatan ISIS asal Indonesia, menarik untuk ditelaah bersama. Iya. Selain banyak yang menolak pemulangan, namun tak sedikit berkeras agar para ex kombatan ISIS balik ke Tanah Air dengan dalih HAM dan kemanusiaan. Memang alasannya relatif manusiawi dan logis, tetapi ketika argumen itu dibalik, “Apakah selama aksi di Irak dan Suriah, mereka tidak melanggar HAM, dan bukankah tindakan ISIS itu sangat biadab alias tidak manusiawi?”

Secara teks dan könteks, jawaban di atas cukup telak bagi para pihak yang pro pemulangan berdalih HAM dan kemanusian. Tetapi toh, masih saja pro köntra berlangsung. Belum ada titik temu. Ada apakah?

Perspektif geopolitik menilai, bahwa gerakan pro pemulangan para ex kombatan ISIS, sepertinya terpapar virus yang berputar di antara dua hal, antara lain:

Pertama, selain mereka terindikasi bagian dari ISIS itu sendiri, atau minimal punya link up, simpatisan, ataupun pernah berafiliasi, juga para pihak tersebut tidak paham sejarah. Bukankah ISIS itu produk dari negara-negara kolonialis? Ya. ISIS bukan Islam. Ia cuma pion. Sasaran antara atau istilahnya geostrategi dari sebuah kolonialisme, sedang hidden agenda-nya (geoekonomi) adalah mencari minyak.

Memandang ISIS tak boleh dari sisi religi ataupun sentimen, mutlak harus dari perspektif geopolitik, karena lebih netral bahkan kompleks;

Kedua, pemulangan dan kelak apabila para ex kombatan ISIS berada di Tanah Air, selain dapat dijadikan bahan pengalihan isu fluktuasi public trust sebuah rezim. Ya. Rezim di sini maksudnya adalah sistem dan rangkaian aturan positif yang kini beroperasi. Juga nantinya, momentum pemulangan tersebut bisa digunakan untuk deception terhadap isu-isu aktual yang tengah melanda negeri. Istilah vulgarnya, bahwa rencana pemulangan ex ISIS itu bukan cek kosong, tentu ada “isi”-nya.

Belum lagi, para ex kombatan tersebut bisa jadi ditunggangi oleh kelompok kepentingan guna mengacau situasi. Tiga-empat teroris saja mampu mengacau Bali dan Tamrin? Ini ratusan jumlah.

Jadi, kembalikan saja para ex kombatan ke negara produsen ISIS. Simpel. Ini konsekuensi logis dari praktik sistem khususnya pada level marketing. Artinya, ketika produk dianggap gagal, tidak laku serta ditolak pasar, barang pun wajib kembali ke produsen/pabrik. Sekali lagi, simpel.

Agaknya para pihak pro pemulangan tengah bermain di level persepsi. Kenapa? Tatkala mereka tidak mampu mengendalikan pasar, lalu dimainkanlah propaganda, diaduk-aduk opini publik atas nama kemanusiaan, sentimen dan isu HAM. Inilah yang kini tengah berlangsung.

ISIS dan para ex kombatannya itu realitas geopolitik. Kini menjadi permasalahan global. Jangan lagi dialihkan sebagai wacana atau diskursus atas nama forum diskusi, seminar, dan lain-lain. Butuh eksekusi cepat berbasis kepentingan nasional.

Dan nasib para ex kombatan ISIS —dalam (geo) politik— inilah yang kerap disebut dengan istilah “tumbal politik”. Apa boleh buat.

TAMAT–

 M. Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com