Jeritan Ekonomi, “Password” AS Lumpuhkan Negara Targetnya

Bagikan artikel ini

Sudarto Murtaufiq, Peneliti Global Future Institute (GFI)

Pemerintah AS memang piawai dalam memainkan perannya di Dewan Keamanan PBB. Banyak contoh bisa dilacak bagaimana negeri Paman Sam menjadikan DK PBB selalu membenarkan agresi yang dilancarkan oleh AS dan sekutu Eropa Baratnya, termasuk NATO. Setidaknya, agresi militer AS dan NATO itu menyebabkan penghancuran di sejumlah negara, seperti Irak dan Libya, dan pada tahun 1950-1953 menyebabkan penghancuran Korea Utara dan sebagian besar Korea Selatan. Lintasan mematikan ini sekali lagi menjadi terang benderang melalui kodenya yang hanya dalam tiga kata: “all necessary measures/semua tindakan yang diperlukan,” yang berarti mengarah kepada perang agresif yang dilancarkan pasukan AS-NATO.

Formula ini dimulai dengan sanksi sebagaimana tercantum dalam Pasal VII Piagam PBB: kira-kira sebelas sanksi telah diajukan terhadap Korea Utara, dan empat pernyataan presiden. Sanksi tersebut, yaitu tindakan agresif, yang bertujuan melemahkan dan merendahkan negara targetnya, dan akhirnya menghancurkan kehendak, semangat dan kesatuan negara tersebut. Sekarang 12 sanksi terhadap Korea Utara mengingatkan pada kata-kata Richard Nixon yang digunakan CIA untuk merongrong pemerintahan terpilih Salvador Allende di Cile:

“Buatlah jeritan ekonomi!!”

Ya, memang itulah “password” yang digunakan pemerintah AS untuk membenarkan semua sepak terjangnya. Pelumpuhan ekonomi terhadap negara yang menjadi targetnya. Setidaknya itulah yang saat ini diperagakan oleh pemerintahan Donald Trump melalui resolusi DK PBB. Tujuan dari resolusi ini, tak lain dan tak bukan, adalah untuk penghancuran total negara yang menjadi targetnya, dalam kasus sekarang, adalah pemerintah sosialis Korea Utara. AS akan selalu memaksakan sanksi imperialistik dengan tidak menghormati nilai-nilai inti kedaulatan negara yang menjadi targetnya, dan pada akhirnya AS pun memaksa DK PBB untuk mengumumkan bahwa tindakan kekerasan diperlukan sehingga serangan militer terhadap negara yang ditargetkan menjadi langkah selanjutnya.

Hemat saya, setiap sanksi yang dipaksakan AS terhadap Korea Utara adalah suatu penghinaan dan tindakan kekerasan psikologis sekaligus serangan terhadap martabat rakyat negara yang menjadi targetnya. Sanksi tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan kesengsaraan di kalangan masyarakat yang ditargetkan sehingga berpotensi menimbulkan malapetaka yang berpuncak pada perubahan rezim. Jika korban memiliki kekuatan untuk melawan, agresi militer adalah opsi yang sangat mungkin dan bahkan satu-satunya yang harus digunakan.

Pada tanggal 8 September 2017, draf resolusi AS mensyaratkan hak dan kewenangan AS untuk mengawasi dan memeriksa kapal-kapal Korea Utara, dan menggunakan “semua tindakan yang diperlukan”, yaitu kekuatan militer. Meskipun permintaan ini dihapus dari resolusi sanksi 2375 yang diadopsi pada 11 September, paksaan semacam itu, jika tetap dalam resolusi yang disepakati akhirnya, akan melanggar kedaulatan Korea Utara dan merupakan bentuk pemerkosaan terhadap negara tersebut. Diakui atau tidak, kekuatan kumulatif resolusi yang berjumlah 12 poin itu berpotensi mencekik ekonomi dan rakyat Korea Utara, dan AS-NATO nampaknya akan melancarkan bentuk agresi militer, baik dengan atau tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com