Kelompok Elite Kapitalis Ciptakan Kepanikan Global melalui COVID-19

Bagikan artikel ini

COVID-19 telah menyebabkan kepanikan di banyak negara di dunia. Virus tersebut telah membuat surutnya aktivitas ekonomi yang bisa berdampak pada terjadinya krisis ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia. Hal ini terlihat dari lesunya industri perjalanan, pariwisata dan dan sektor-sektor penting lainnya.

Menurut laporan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Indonesia rentan terhadap krisis ekonomi. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan yang cukup tajam, yang diperkirakan hanya 4,5-4,8 persen di tahun 2020. Kedua, terkait aliran modal keluar sepanjang enam bulan terakhir, tercatat investor asing melakukan aksi jual sebesar Rp16 triliun. Ketiga, Indonesia makin rentan terpapar kepanikan pasar keuangan global. Menurut Asian Development Bank (ADB), sebanyak 38,5 persen surat utang pemerintah Indonesia dipegang oleh investor asing. Lebih tinggi dari negara Asia lainnya. Jika terjadi aksi jual secara serentak tentunya ini beresiko tinggi terhadap krisis ekonomi.

Sementara, Menurut Johns Hopkins University Coronvirus Resource Center, sebagaimana ditulis oleh Robert J. Burrowes, laporan resmi menunjukkan bahwa virus COVID-19 sejauh ini telah menginfeksi 372.563 orang dalam populasi dunia 7.800.000.000 (yaitu, sekitar 0,0048% dari populasi manusia), membunuh 16.380 (4,3% dari mereka yang terinfeksi) dengan 100.885 (27%) sudah pulih.

Selain itu, seperti dilaporkan oleh seorang dokter setelah meneliti data di Italia, tingkat infeksi COVID-19 terbesar; 80% dari korban yang meninggal ternyata mempunyai dua atau lebih penyakit kronis dan 90% dari yang meninggal berumur lebih dari 70 tahun. Selain itu, ‘Kurang dari 1% dari orang yang meninggal adalah tergolong sehat’ yaitu ‘orang tanpa penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya’. Mengingat Italia utara memiliki salah satu populasi tertua dan kualitas udara terburuk di Eropa, yang telah menyebabkan peningkatan jumlah penyakit pernapasan dan kematian di masa lalu, ini tidak diragukan lagi adalah faktor yang membantu menjelaskan krisis kesehatan di wilayah tersebut saat ini.

Jelas respons yang sama sekali tidak memadai terhadap krisis yang sesungguhnya, juga respons yang didorong oleh kepanikan terhadap virus corona. Hal ini, diakui atau tidak, telah mengakibatkan kepanikan atau ketakutan manusia. Dikhawatirkan, kepanikan global tersebut sengaja diciptakan kepentingan elite kapitalis dengan memanfaatkan organisasi dunia seperti WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), juga pemerintah, tenaga medis, dan media perusahaan, yang tidak kesulitan memanipulasi ketakutan ini untuk melayani kepentingan elit. Semoga saja tidak.

Masalah penanganan virus sebenarnya bisa dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan memperhatikan gaya hidup sehat, menjaga istirahat secara teratur, rajin berolah raga dan yang tak kalah penting adalah mengonsumi makanan organik yang disiapkan secara biodinamik/organik yang ditanam secara organik, dan lain-lain. untuk menopang sistem kekebalan tubuh. Selain itu juga bisa dilakukan melalui tindakan pencegahan yang sederhana dengan mengonsumsi beberapa nutrisi suplemen seperti vitamin A dan C. Semua ini sepadan dengan tindakan pencegahan yang mungkin dilakukan seseorang untuk menghindari tertular flu atau virus.

Tentu saja, harus dicatat, seperti banyak ancaman lain terhadap kesehatan manusia – termasuk ‘kesalahan dokter’ (lihat, misalnya, ‘‘Table Of Iatrogenic Deaths In The United States’‘ dan ‘studi Johns Hopkins menunjukkan kesalahan medis adalah penyebab utama ketiga kematian di AS ‘), penyakit jantung, kanker dan TBC – flu membunuh lebih banyak orang setiap harinya dibandingkan dengan kematian yang disebabkan oleh COVID-19. Sebagai contoh, menurut WHO, yang mengabaikan kematian akibat penyakit lain seperti penyakit kardiovaskular yang dapat berhubungan dengan influenza, influenza musiman dapat mengakibatkan sebanyak 650.000 kematian setiap tahun (rata-rata 1.781 setiap hari) karena penyakit pernapasan saja. Artinya, angka kematian global dari COVID-19 dalam beberapa bulan sejak virus tersebut muncul sama dengan angka kematian global akibat flu setiap 6,5 hari.

Jadi sesuai analisis yang ditulis oleh Robert J. Burrowes, kelompok-kelompok ‘elite’ menggunakan organisasi internasionalnya (terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaganya), pemerintah, sistem pendidikan, media perusahaan dan agen-agen lain untuk menanamkan kesadaran masyarakat ‘untuk takut’ akan ancaman dari kepunahan. Semua itu mereka lakukan tidak lain adalah untuk kepentingan bisnis sehingga bisa berjalan seperti biasa.

Dengan demikian, bisnis hanya berkepentingan dengan akumulasi laba atau keuntungan yang sebesar-besarnya. Bahkan bisnis tersebut dapat berlanjut selama mungkin tanpa terhalang oleh upaya untuk mengatasi krisis eksistensial ini sembari dengan sengaja memicu ketakutan dan kepanikan kepada banyak orang terkait dengan persebaran COVID-19. Sehingga kelompok elite dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan mengeksploitasi peluang tertentu (seperti ‘short-selling’ di pasar saham, terutama oleh perusahaan farmasi) yang dihasilkan karena kepanikan yang disebabkan oleh virus tersebut.

Jika seseorang menyelidiki keadaan biosfer Bumi, dengan cepat menjadi jelas bahwa biosfer dikepung oleh banyak faktor. Misalnya, pertama, ada ancaman perang nuklir yang berkelanjutan (mungkin dimulai secara regional) karena infrastruktur Perang Dingin yang mengandung ancaman ini telah secara bertahap dibongkar. Kedua, ada ancaman berkelanjutan yang ditimbulkan oleh jatuhnya keanekaragaman hayati secara berkelanjutan karena habitat dihancurkan dengan cepat sementara hewan, burung, serangga, ikan, amfibi, reptil, dan tanaman terbunuh dalam jumlah yang sangat besar dengan berbagai serangan serentak. Ketiga, ada ancaman berkelanjutan yang ditimbulkan oleh bencana iklim. Keempat, ada ancaman yang ditimbulkan oleh penyebaran 5G dan radiasi elektromagnetik pada umumnya. Belum lagi, ancaman-ancaman ini dilengkapi dengan keruntuhan Amazon yang akan segera terjadi, kontaminasi radioaktif yang meluas di bumi, penggunaan geoengineering dan perusakan ekologis yang berkelanjutan yang disebabkan oleh banyak perang yang sedang berlangsung dan aktivitas militer lainnya. Tentu juga berbagai macam ancaman lainnya.

Sifat dan perincian ancaman ini sudah ada, lihat misalnya ‘Human Extinction Now Imminent and Inevitable? A Report on the State of Planet Earth’. Selain itu, ada banyak bukti untuk mendukung argumen bahwa kepunahan manusia sekarang sudah dekat mengingat dampak sinergis dari ancaman ini (dan banyak lainnya). Pada intinya, jika seseorang memilih, seseorang dapat mempertimbangkan dan menggunakan pengetahuan ini untuk berpikir dan bertindak secara rasional dan berdasar dalam merespons virus corona.

Karena peristiwa seperti virus COVID-19 – seperti daftar panjang ancaman semacamnya (termasuk AIDS, Sindrom Pernafasan Akut Parah [SARS], penyakit Sapi Gila, dan Ebola) yang mendahuluinya – diciptakan untuk “memanjakan” elite politik, ekonomi, kontrol sosial dan geopolitik serta untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar di beberapa sektor ekonomi (termasuk memperoleh rejeki nomplok pasar saham melalui ‘short-selling‘), ketakutan kita sengaja dipermainkan oleh propaganda yang disevbarkan melalui berbagai agen elite. Kepanikan yang dihasilkan memastikan bahwa sebagian besar populasi manusia – yang bersedia menyerahkan kendali mereka atas janji keamanan material yang lebih besar – ternyata justru melayani kepentingan elite kapitalis. Sepertinya, mereka akan berusaha terus membajak lembaga-lembaga politik demokrasi untuk kepentingan melanggengkan sistem ekonomi kapitalis.

Sudarto Murtaufiq, peneliti senior Global Future Institute

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com