Konsepsi Indo-Pasifik dan Belt Road Initiatives: AS dan Cina Sama-Sama Bermaksud Menyeret Negara-Negara Lemah Mengikuti Kepentingan Globalnya

Bagikan artikel ini

Paparan Burhan Rashidi, Aktivis Senior dan Pegiat Sosial-Budaya, yang menaruh minat besar pada krisis global beberapa tahun belakangan ini.

Pada Seminar terbatas GFI tentang Konsepsi Indo-Pasifik, di tengah semakin menajamnya persaingan global AS versus Cina (Perspektif Politik Luar Negeri RI Bebas-Aktif). Selasa, 15 Oktober 2019.

Saya melihat konsep Indo-Pasifik maupun program Belt Road Initiatives (BRI) ini merupakan kekuatan kepentingan global dengan menempuh pendekatan moneter/keuangan. Kebijakan luar neger AS maupun Cina sebagai  dua negara adikuasa ini menjadikan  konsepsi Indo-Pasifik  ini secara kasat mata sebagai proxy demi menggaet kepentingan ekonomi. Mereka, kedua negara adikuasa tersebut seolah-olah bersepakat membuat negara-negara yang mempunyai power lebih sedikit, termasuk negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, kemudian  menari di atas gendang yang mereka dendangkan.

Bila kita lihat konteks Indo-Pasifik versus BRI, kita bisa berkaca pada fenomena perang dagang antara AS dan Cina hari ini. Coba kita telisik lagi lebih dalam implikasi yang terjadi. Secara mengejutkan beberapa instrumen ekonomi Cina mengalami tren yang cukup baik. Kita bisa lihat bagaimana cadangan devisa Dollar terbanyak di dunia bertumpuk di negeri Tirai Bambu/Cina. Selain itu neraca transaksi berjalan negara pimpinan Xi Jinping itu juga relatif positif.

Konsekuensi perang dagang yang dialami Cina dengan segala plus minusnya membuat manuver BRI menjadi relevan. Mereka ingin melanggengkan supremasi ekonomi lewat keunggulan kekuatan ekonominya. Dengan kata lain BRI berkelindan dengan  fenomena perang dagang yang mempunyai misi mengeruk keuntungan dengan pendekatan moneter.

Sementara itu, AS juga mempunyai misi yang sama lewat skema Indo-Pasifiknya. Munculnya skema ala Donald Trump tersebut bertujuan bukan hanya membendung Cina, melainkan juga ingin melanggengkan supremasi ekonominya. Kedua negara akan saling bersaing dalam menguras sumber daya apa yang menjadi milik negara-negara yang tergantung dengan mereka. Termasuk Indonesia.

Melihat  hal itu, Indonesia sepatutnya kembali pada semangat politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan bersandar semangat Wawasan Nusantara. Indonesia harus tahu betul apa yang menjadi kekuatan nasional sebagai harga tawar dalam melancarkan lobi politik, sehingga jalannya diplomasi bakal bermuara pada pemenuhan kepentingan nasional. Itulah yang saya harapkan, kita harus punya kontra skema.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com