Mampukah Indonesia menjadi Bangsa Mandiri?

Bagikan artikel ini

Rachmat Adhani

Indonesia diprediksi bakal menjadi salah satu negara Asia yang menjadi lokomotif ekonomi dunia, disamping China dan India. Masalahnya, kemandirian bangsa ini belum menjadi hal yang memungkinkan untuk diperlakukan secara serius. Lebih dari soal politik kekuasaan yang menjadi perhatian utama partai-partai politik.

Indonesia sejatinya adalah kekuatan ekonomi baru di Asia, dengan tempaan ekonomi yang kuat dan hubungan kerjasama yang sinergis dengan negara-negara lain. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bagus ditopang oleh kondisi makro ekonomi dan stabilitas politik.

Namun, selama ini telah terjadi ketergantungan terhadap asing yang berlebihan. Kita lihat saja, betapa utang menempati posisi penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Ini dikuatkan dengan adanya konsorsium negara-negara yang khusus memberikan utang kepada Indonesia.

Tanpa nasib baik, bisa saja Indonesia terperangkap pada apa yang belum lama ini dialami Yunani, gagal membayar utang. Kekhawatiran ini sejalan dengan kenyataan bahwa anggaran belanja negara terus bertambah. Pajak dan pendapatan lainnya belum cukup untuk membiayai APBN yang mencapai Rp1.100 triliun. Hampir setiap tahunnya kita mengalami defisit 2% sampai 3%.Itu berarti utang terus bertambah.

Ironisnya, alih-alih untuk membiayai kepentingan rakyat banyak, sebagian besar justru dibelanjakan untuk membiayai birokrasi pemerintahan yang semakin gemuk akibat pemekaran daerah di satu pihak dan akomodasi politik di pihak lain. Ini berarti, utang menjadi salah satu masalah besar dalam upaya mengembalikan harga diri dan kemandirian bangsa.

Politik Zero Debt

Karenanya, upaya awal untuk mengembalikan kemandirian bangsa bisa saja dilakukan dengan langkah-langkah yang mungkin tidak populis: menambah pendapatan pajak, meningkat investasi sektor riil, meningkatkan ekspor, mengurangi impor, dan di atas semua itu, kemauan politik yang tinggi untuk tidak berutang (zero debt). Tanpa itu, membangun kemandirian bangsa merupakan misi yang tak mungkin dilaksanakan.

Penilaian betapa kuatnya cengkeraman asing dan semakin merosotnya kemandirian bangsa, utamanya secara ekonomi, bisa juga dilihat dari kontrak-kontrak karya yang sangat menguntungkan pihak asing. Belum lagi muncul kekhawatiran pemberlakuan pasar bebas seperti ACFTA yang justru akan ’mematikan’ kekuatan besar di Indonesia karena ketergantungan yang tinggi terhadap barang-barang China yang dikenal dapat menguasai pasar global karena daya saing produk terutama efisiensinya yang tinggi.

Tapi apakah memang kita harus khawatir dengan China? Indonesia ibarat ’penguasa’ dari pasar yang menjadi sasaran target penjualan. Permasalahan klasik yang seharusnya lebih kita takutkan yakni biaya tinggi (suka bunga tinggi, pungli, biaya transportasi yang mahal, dan sebagainya) yang menjadi penekan industri dalam negeri.

Ideologi Kemandirian

Kita semua lebih nyaman berbicara tentang demokrasi, pasar bebas, pemilu luber, masyarakat madani, civic culture, toleransi, pluralisme, Islam moderat, dan sejenisnya. Mengapa proyek-proyek yang mestinya sama sulitnya dengan agenda penegakan kemandirian atau pengembalian martabat bangsa ini dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat dan kondisi yang terbatas?

Salah satu jawabannya terletak pada kenyataan bahwa tema-tema tersebut merupakan agenda universal pasca Perang Dingin yang dimenangi Amerika Serikat––negara  adidaya, demokratis, dan penganut ideologi pasar bebas, tapi bukan soal kemandirian!

Ini semua menunjukkan bahwa perang wacana masih dikuasai arus ideologi pasca Perang Dingin. Kemandirian dan martabat ekonomi dan politik negara-negara berkembang belum menjadi sesuatu yang diperlukan secara global.

Sementara itu, sambil berlindung di balik agenda-agenda demokrasi, baik partai politik maupun organisasi sosial-keagamaan, masih mengorientasikan perhatian mereka terhadap politik kekuasaan. Hal ini tampaknya masih lebih urgen untuk digeluti dibandingkan soal kemandirian yang barangkali memang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan kekuasaan politik d

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com