Masalah Krusial Ekonomi Indonesia: Keterkaitan Hutang dan Skema Neoliberalisme Asing

Bagikan artikel ini

Ponny Anggoro, pengkaji sosial-ekonomi lulusan Fakultas Sosial-Politik Universitas Indonesia. Mengulas artikel Hendrajit berjudul:

Skema Ekonomi Pemerintah Kita Masih Dalam Orbit Washington Consensus?

Sebenarnya  Presiden  Suharto sejak  tahun 1967-1998 secara  bertahap sudah jalan  dengan banyak proyek/program hutang dan hibah:

IMF (SAP), Bank Dunia (SAP) & Asian Development Bank (CAS Country Assistance Strategy, Country Strategy Project/Programme dan seterusnya). Daftar partner hutang/hibah dan project/program (1998 onwards tp juga bisa dikatakan proyek, partnership swasta) pemerintah Indonesia sejak masa pak Harto sampai sekarang antara lain:

ADB – Asian Development Bank
AusAID – Australian Agency for International Development
BAPPENAS – Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(National Development Planning Agency)
CAP – Country Assistance Plan
CERDP – Community Empowerment and Rural Development Project
CIDA – Canadian International Development Agency
CLGSSDP – Community and Local Government Support: Sector Development Program
COSS – Country Operational Strategy Study
CPS – Country Partnership Strategy
CSP – Country Strategy and Program
DFID – Department for International Development of the United Kingdom
DGWGD – Donor–Government Working Group on Decentralization
DPL – Development Policy Loan
DPOD – Dewan Pertimbangan Otonomi
(Regional Autonomy Advisory Council)
DPSP – Development Policy Support Program
DRSP – Democratic Reform Support Program
DSF – Decentralization Support Facility
IEM – Independent Evaluation Mission
IFI – International Financial Institution
IT – Information Technology
KDP – Kecamatan Development Program
LGFGR – Local Government Financial Governance Reforms
LGFP – Local Government Financing Project
MSS – minimum service standard
NAPFD – National Action Plan for Fiscal Decentralization
PGRI – Partnership for Governance Reform in Indonesia
PHC – Primary Health Care
PPME – Participatory Planning, Monitoring, and Evaluation
SCBDP – Sustainable Capacity Building for Decentralization Project
SES – Special Evaluation Study
TA – Technical Assistance
TCR – Technical Assistance Completion Report
UNDP – United Nations Development Programme
USAID – United States Agency for International Development

Yang Krusial di Indonesia adalah soal keterkaitan Hutang dan Neoliberalisme Asing (terutama Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Perancis & Belanda) di Indonesia yang kemudian dikorupsi besar-besaran oleh para pejabat negara pada jamannya. Yang sulit sekali dipertanggungjawabkan, dan kemudian ditiru oleh presiden-presiden Indonesia berikutnya. Yang paling parah di era kepresidenan SBY dan Jokowi.

Menurut hemat saya, inilah yang membuat Indonesia sekarang terpruk, dan sulit untuk bangkit kembali dan membaik. Padahal, Pak Harto tinggal meneruskan perencanaan pembangunan yang sudah dirancang sejak era Presiden Sukarno. Pak Harto hanya sekadar mengganti nama saja.

Perencanaan ekonomi sudah dibangun sejak dibentuknya pemerintahan oleh Presiden Soekarno tahun  1945. Pada  1947 berdiri Badan Perancang Ekonomi dipimpin Mr. AK Gani. Tugasnya melakukan perencanaan pembangungan ekonomi untuk 2-3 tahun kemudian 10 tahun.

Tapi tak terlaksana dengan baik karena masih banyak konflik dengan Belanda, Jerman, Perancis yang tidak mau konsesi-konsesi tambang dan perkebunannya diambil Indonesia. Sehingga timbul clash II th 1948. Kemudian Bung Hatta membuat Panitia Pemikir Siasat Ekonomi. Tahun itu juga Men Pangan IJ Kasimo membuat juga Plan Produksi 3 Tahun.

Di saat itu rancangan dasar yang menjadi cikal bakal GBHN(Garis Besar Haluan Negara)  disusun. Tetapi Belanda dengan Shell dan seterusnya,  termasuk Amerika Serikat dengan Mobil Oil, Stanvac, Inggris dengan British Petroleum-nya,  terus mengganggu sampai banyak dilakukan perubahan pemerintahan sampai  termasuk nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dengan program Benteng.

Kemudian dibentuk Depernas dengan Rancangan Pembangunan Nasional Semesta Berencana, lengkap seperti Repelita I-VI Orde Baru (yang kemudian diubah nama menjadi Repelita Orde Baru itu ) Manipol Usdek/Manifesto Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, lengkap persis seperti GBHN orde Baru. Sebagai  GBHN nya Orde Lama. Kemudian juga  menjadi pidato GBHN & Nawaksara Bung Karno tahun 1963. Jadi repelita Suharto itu cuma mengubah nama dan tambahan sedikit dan bertahan dari konsep politik, ekonomi, sosial dan budaya lengkap Bung Karno dan para ahlinya termasuk Bung Hatta dan kawan-kawan.

Walaupun Washington Consensus ini skema khusus untuk krisis di Amerika latin pada dekade 1990an, tetapi  prinsip dari isi  skema liberalisasi ekonkmi untuk Indonesia juga tetap diberlakukan dalam ikatan-ikatan partnership di program-program (proyek-proyek) hutang kelompok Bank Dunia, IMF & US Treasury Department (& USAID) ke Indonesia.

Selama Indonesia masih hutang pada Bank Dunia, ADB, USAID dan seterusnya,  ya masih terikat pada Washington Consensus. Malah bentuk-bentuk partnership di bawah Washington Consensus semakin banyak, ada social safety net tahun 1998, kemudian UN’s Sustainable Development Goals, ada Trans Pacific Partnership (ditarik Trump kemudian), ada BWI dll.

Skema-skema tentang  fiskal/pajak, FDI, privatisasi, deregulasi, perimbangan bunga untuk dollar dan seterusnya,  kan secara diam-diam  terus dipersyaratkan. Goal nya kan menuju ke perdagangan bebas yang lebih luas setelah dengan Jepang & China, yakni dengan AS.

Beban bagi Indonesia lebih berat dengan China,  dengan masuknya Bank Investment & Infrastrukture Asia (Asian Infrastucture Investment Bank) dengan OBORnya plus Comprehensive & Progressive Trans Pacific Partnership) nya Singapore, Australia dan Jepang yang juga  sama-sama menjerat Indonesia dengan free tradenya (IJEPA Indonesia Jepang, Asean/Indonesia-China Partnership & Australian-New Zealand-Indonesia Comprehensive Economic Partnership Agreement yg masuk dlm skema ASEAN -Australia-New Zealand Free trade area nya) juga yang  berpajak 0% dan Indonesia cm “untung” 0-1% itu.

Ini yang membuat Indonesia terpuruk karena dengan skema Washington yang memberlakukan reformasi pajak bagi keuntungannya dan mematikan bagi Indonesia itulah yang membuat Indonesia praktis tutup produksi hulu-hilir sekarang.

Investasi Rp 500an triliun  praktis juga hanya untuk  ekspor raw materials yangg skemanya dari dulu sama, hanya ekspor bahan mentah, bukan industri olehan & tidak menyerap tenaga kerja karena free trade itu melegalisir penyelundupan barang asing plus tenaga kerja asing masuk ke Indonesia ( pajak 0%).

China hanya memperbanyak legalisasi, barang, orang dan hutangnya dari influx non tax barang, orang dan hutang Trans Pacific Partnership yang meliputi AS, Jepang, Australia, New Zealand, juga dari Uni Eropa, Inggris serta impor diam2 barang2 China via Hongkong & Singapore yang sudah seabad lebih mendominasi perdagangan Indonesia itu. Kasarnya, sekarang Indonesia keblangsak. Terpuruk.

Maka itu, agar Indonesia kembali bangkit dari keterpurukan dan membaik, harus banyak pemimpin soleh, jujur, maju, rendah hati,  cerdas, dan visioner.

Ponny Anggoro, Pengamat Sosial-Ekonomi, tinggal di Jakarta

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com