Memahami Asumsi What Lies Beneath the Surface dan Geopolitical Flashpoint dalam Implementasi Geopolitik

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Contoh Kasus di Jalur Selat Lombok

Konflik apapun, baik di tataran lokal, regional maupun global niscaya memiliki korelasi kuat dengan apa yang disebut what lies beneath the surface. “Apa yang terkandung di bawah permukaan.” Maksudnya ialah, bagi wilayah, daerah dan/atau jalur-jalur yang mempunyai potensi besar SDA seperti emas, minyak, gas, dan lain-lain termasuk jalur transportasi dan distribusi baik darat maupun jalur perairan merupakan geopolitical flashpoints. Artinya pada jalur-jalur tersebut perlu fokus, jeli dan harus cermat dalam penanganan bila muncul isu-isu di permukaan. Niscaya ada hidden agenda. Kenapa? Bahwa asumsi konflik lokal merupakan bagian konflik global sering kali menjadi keniscayaan global dalam dinamika geopolitik. Artinya ada setting atau rekayasa. Konflik atau apapun peristiwa yang muncul di permukaan adalah by design.

Setiap isu yang muncul perlu breakdown secara komprehensif. Kenapa isu timbul, bagaimana ia mengalir dan kemana isu nanti berlabuh. Contoh paling aktual, misalnya, ketika ada kebakaran sekitar 40-an kapal di Benoa, Bali, ini masuk area Selat Lombok, hal itu merupakan isu strategis dan perlu didalami secara intensif. Mengapa? Karena Selat Lombok merupakan lintasan utama bagi alur pelayaran/transportasi laut Australia dari/ke seluruh negara-negara tujuan baik untuk ekspor-impor, pariwisata, maupun bagi distribusi barang dan jasa lainnya.

Konon 80-an persen APBN Australia sangat tergantung Selat Lombok. Retorikanya adalah, “Apa yang akan terjadi jika Selat Lombok tertutup atau ditutup bagi lintasan kapal-kapal asing karena sesuatu hal?” Ya tentu, ia akan melambung jauh ke Papuan New Geunie, atau melalui Selat Sunda, dan seterusnya. Hal ini tentu akan menimbulkan high cost economy yang berefek domino pada produknya tidak lagi kompetitif, PHK, meningkatnyà pengangguran, merebak kriminal, dan seterusnya.

Oleh karena faktor ketergantungan (terhadap Selat Lombok) tadi, Australia kini membuat progam advance national interest, dimana salah satunya adalah simulasi outflow alur perkapalan alternatif selain Selat Lombok jika suatu saat timbul gangguan di alur laut utama tersebut.

Dari perspektif keamanan baik keamanan lokal, regional maupun global, jalur ini dinilai sebagai geopolitical flashpoints, seperti Selat Hormuz di Iran, atau Terusan Suez di Mesir dan seterusnya. Jadi, tatkala ada isu kebakaran 40-an kapal di Benoa, salah satu pelabuhan di area Selat Lombok, maka agenda berikutnya bisa ditebak — kemungkinan Australia bakal menawarkan kerjasama dan/atau bantuan untuk recovery pelabuhan dan dermaga yang terbakar. Itu agenda terbukanya. Dan (hidden agenda) langkah selanjutnya —skema dominasi— ialah mengendalikan Selat Lombok, pintu masuk ALKI II dari arah selatan. Nah, sampai disini, sinyalir geopolitik mengendus bahwa skema tersebut merupakan keniscayaan bagi geostrategi Australia akibat faktor geoekonomi terutama transportasi lautnya tergantung pada Selat Lombok.

Terima kasih

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com