Membandingkan Nalar Hegemonik AS dan Cina

Bagikan artikel ini

Barat, terutama AS dan sekutu Eropa Baratnya secara konsisten berusaha untuk melemahkan kepentingan semua mitra mereka dari pelbagai belahan dunia, baik itu untuk kerjasama perdagangan atau politik. Eksploitasi atas negara-negara mitra baik yang lemah maupun yang kuat sekalipun seolah menjadi cetak biru yang harus dijalankan oleh Barat. Mereka sepertinya tidak peduli pentingnya makna kesetaraan dan keadilan untuk warga dunia.

Namun, ketika nalar hegemonik Barat sudah diketahui oleh negera-negara mitra dan juga negara-negera yang mereka anggap musuh, seperti Iran, Rusia, Koreau Utara, dan Cina, segera nalar tersebut merubah wujudnya melalui narasi neoliberal yang bermuara pada – egosentrisme, “saya yang pertama”. Watak egosentrisme ini bahkan bisa memporak-porandakan pelbagai kesepakatan internasional yang sudah terencana meski harus memanipulasi nilai ekonomi karena semua bisa mungkinkan dalam sistem ekonomi dunia yang mereka ciptakan, yaitu kapitalisme.

Watak egosentrisme ini menjadi kunci terbukanya pintu pelbagai kerjasama perdagangan dengan Barat yang bisa berdampak pada manipulasi dan eksploitasi atas etika (kerjasama). Bukankah ini terdengar seperti fasisme? – Ya memang demikian adanya. Dan jika negara-negara mitra tidak jatuh karena tipu muslihat, pemaksaan akan menjadi arena permainan selanjutnya. Jika semua itu tidak berhasil, Barat akan bergerak dengan melancarkan aksi militer melalui bom, tank dan persenjataan lainnya, memaksakan adanya perubahan rezim – menghancurkan negara yang ingin dikuasainya. Itulah sejatinya ekonomi brutal Barat – hegemoni penuh. Tanpa berbagi.

Bagaimana dengan Cina
Pendekatan Cina sangat berbeda. Cina sungguh piawai dalam berbagi, berpartisipasi, dan bekerjasama saling menguntungkan. Cina menginvestasikan triliunan dolar yang setara di negara-negara berkembang – Asia, terutama India dan sekarang juga Pakistan, Afrika, Amerika Selatan, sebagian besar untuk proyek-proyek infrastruktur, serta penambangan sumber daya alam. Berbeda dengan Barat, keuntungan dari investasi Cina bisa dibagi. Konsesi investasi dan pertambangan Cina tidak dipaksakan, tetapi cukup dinegosiasikan. Hubungan investasi Cina dengan negara mitra tetap damai dan tidak ‘invasif’ serta kasar. Hal ini sangat berbeda dari AS dan negara-negara Eropa Barat lainnya – yang menggunakan ancaman dan senjata untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Tentu saja, AS dan sekutu Eropa Baratnya mengeluh atas investasi Cina, dengan berbohong betapa kasarnya Cina, padahal kenyataannya mereka marah karena harus bersaing dengan Cina di Afrika dan Amerika Selatan – Benua yang masih dianggap bagian dari domain barat, karena mereka dijajah selama bertahun-tahun oleh kekuatan dan kerajaan barat – dan sampai hari ini, negara-negara Afrika dan Amerika Latin dijajah, tidak lagi dengan kekuatan militer yang kasar, tetapi dengan pencekikan keuangan yang lebih ganas, melalui sanksi, boikot dan embargo; semua sangat ilegal menurut standar internasional apa pun. Tetapi tidak ada hukum internasional yang ditegakkan. Pengadilan internasional dan hakim dipaksa untuk mematuhi perintah Washington, dan ini adalah ancaman serius.

Ambil contoh Afrika Barat dan Tengah, bekas koloni Perancis. Zona Afrika Barat Perancis meliputi delapan negara: Benin, Burkina Faso, Guinea Bissau, Pantai Gading, Mali, Nigeria, Senegal, Togo; dan wilayah Afrika Tengah Prancis terdiri dari enam negara – Kamerun, Republik Afrika Tengah, Chad, Republik Kongo, Guinea Ekuatorial dan Gabon. Semua 14 negara memiliki mata uang yang sama, CFA franc (CFA = Communauté financière africaine – Komunitas Keuangan Afrika).

Mereka adalah dua mata uang terpisah, meskipun selalu pada paritas dan oleh karena itu dapat dipertukarkan. Serikat moneter Afrika Barat dan Tengah memiliki bank-bank sentral yang terpisah, Banque Centrale des États de l’Afrique de l’Ouest, BCEAO, yang berkantor pusat di Dakar, Senegal; dan Banque des États de l’Afrique Centrale, BEAC, di Yaoundé, Kamerun. Kedua mata uang dijamin oleh perbendaharaan Perancis. Ini berarti sebenarnya, bahwa ekonomi dari 14 negara ini tidak hanya bergantung pada Perancis, tetapi pengaturan nilai mata uang (saat ini € = 655 Franc CFA) sepenuhnya merupakan hak prerogatif dari Banque de France (Bank Sentral Prancis).

Dengan kontrol Perancis atas mata uang Afrika Barat dan Tengah, kapasitas perdagangan luar negeri negara-negara ini direduksi menjadi apa yang diperkenankan oleh Perancis. Perancis secara de facto memiliki monopoli atas produksi negara-negara ini. Jika Perancis berhenti membeli barang-barang dari bekas koloni, negara-negara itu akan bangkrut, karena tidak dapat mengembangkan pasar alternatif di bawah kuk Perancis. Dengan demikian, mereka selalu di bawah belas kasihan Perancis, IMF, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Afrika. – Dari budak perburuhan sampai awal 1960-an, mereka telah menjadi budak hutang pada zaman neoliberal.

Selain itu, untuk mendukung jaminan Perbendaharaan Prancis ini, 85% dari cadangan mata uang asing negara-negara diblokir oleh Bank Sentral Prancis dan hanya dapat digunakan oleh masing-masing daerah dengan izin khusus – dan – sebagai pinjaman. – Bayangkan! – “bekas” Koloni Prancis harus meminjam uang mereka sendiri dari Bank Sentral Prancis. Perbudakan hutang yang sama yang terjadi di bekas koloni Inggris dan Portugis, meskipun, tidak satupun dari mereka sama kasarnya seperti Perancis.

Sangat mengherankan bahwa investor Cina sangat diterima di Afrika karena mengetahui Barat dengan pola pikir manipulatifnya. Tidak mengherankan jika Cina dibohongi oleh barat karena mengeksploitasi Afrika, padahal justru sebaliknya. Namun, media propaganda kebohongan Barat yang berkuasa telah mencemari penduduk barat sehingga percaya bahwa Cina mencuri sumber daya alam Afrika.

Di Afrika, Cina tidak hanya berfokus pada pembelian dan perdagangan sumber daya alam, tetapi pada pelatihan dan penggunakan kekuatan otak Afrika lokal untuk mengubah Afrika dari budak barat menjadi mitra yang setara. Sebagai contoh, untuk meningkatkan otonomi Afrika, Cina menggunakan pendekatan, seperti di era Ghadaffy – melalui sistem telepon nirkabel, menaklukkan pasar dengan ketersediaan baterai yang efisien, dan menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih efisien daripada barat. Dengan demikian, Cina langsung bersaing dengan pasar telepon Afrika yang dieksploitasi Barat. Telepon Cina juga dilengkapi dengan browser mereka sendiri, sehingga internet pada akhirnya dapat diakses di tempat-tempat terpencil di Afrika, menyediakan alat terbaik untuk pendidikan. Menantang Uni Eropa dan AS untuk mmenguasai pasar multi-miliar dolar, hanyalah salah satu alasan Ghadaffy dibunuh secara menyedihkan oleh pasukan NATO yang dipimpin Perancis. Tentu saja, kehadiran China sedikit lebih sulit untuk ditendang daripada Ghadaffy.

Itulah sekelumit bagaimana nalar hegemonik AS dan sekutu Eropa Baratnya sejatinya yang mengilhami segala sepak terjangnya di pelbagai belahan dunia. Mereka hanya bisa bekerjasama dengan negara-negara mitra yang hanya mau menuruti segala keinginannya. Jika tidak, serangan militer adalah opsi yang bisa ditempuh oleh AS dan sekutu-sekutunya demi penguasaan atas negara target dan pergantian rezim yang sehaluan dengan kepentingan-kepentingannya. Hal ini sangat berbeda dengan Cina yang bisa melakukan pendekatan lebih soft dengan negara-negara lain tanpa harus memaksakan kehendaknya.

Sudarto Murtaufiq, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com