Mempertimbangkan Sejarah (Bagian 2)

Bagikan artikel ini

Sesampai di Nusantara, Baron van der Capellen segera jatuh cinta kepada alam lingkungan dan kedahsyatan kemungkinan-kemungkinan yang bisa ia usahakan untuk melampiaskan bakat-bakat kenegaraannya. Ia melihat bahwa kehidupan berbangsa sudah sangat maju.

Bahasa Melayu sungguh merupakan alat persatuan yang egaliter dan banyak mengandung kemungkinan untuk berkembang dari bahasa suku-suku yang lain.

Kedua, belum pernah ada usaha yang rasional-moderen untuk mendirikan Negara kesatuan di nusantara. VOC hanyalah perusahaan dagang, yang diinginkan hanyalah hak monopoli dagang dan tidak punya dukungan dari Eropa ataupun tidak punya personalia dan serdadu yang cukup untuk membentuk pemerintahan.

Cukup bagi VOC asal punya agen penindasan: raja-raja dan para penguasa pribumi yang didukung kelanggengan kekuasaannya dan diberi sejumlah uang ringgit sebagai subsidi, asal VOC bisa menikmati keuntungan dari monopoli dagangnya.

Daendels sangat terbatas kekuasaannya karena ia mewakili pemerintah boneka dari Rezim Napoleon di Belanda dan juga serba kikuk posisi kekuasaannya. Boleh dikatakan Daendels hanya bergerak di Jawa. Ia segera merusak tatanan hubungan pasar-pasar di Jawa dengan membuat jalan dua dimensional dari Anyer sampai Panarukan dan di beberapa tempat yang strategis ia menciptakan kaki-tangannya ialah orang pribumi yang diberi pangkat bupati.

Bupati-bupati ini menjadi agen untuk mengumpulkan pajak dan kabupatennya memaksakan diri sebagai pasar besar yang mengumpulkan produk-produk yang strategis supaya bisa langsung dikirim oleh para Bupati itu ke Bandar di Ibukota. (Betawi). Dengan jalan Daendels dan bupati-bupatinya mengacaukan tatanan pasar moncopat supaya kalau bisa hanya dikuasai oleh jalan dua-dimensional saja.

Bupati-bupati Daendels akhirnya melahirkan kelas priyayi agar bersaingan dengan para ningrat (aristokrat) dari keraton-keraton yang ada.

Dan diusahakan supaya para priyayi ini punya dana subsidi yang lebih banyak dari penghasilan para ningrat. Kecuali itu kekuasaan para Bupati juga bisa menandingi wibawa para kepala desa yang sampai saat itu wibawa mereka pada masyarakat justru lebih efektif daripada kekuasaan birokrasi keraton-keraton. Warisan Daendels ini merupakan satu faktor yang menguntungkan bagi cita-cita Van der Capellen.

Rupa-rupanya Raffles pun juga menganggap warisan Daendels ini menguntungkan bagi penggalangan kekuasaannya sehingga Raffles mewajibkan para Bupati itu untuk selalu menulis laporan (semacam jurnal) yang menyangkut kejadian-kejadian sosial-politik-ekonomi kepada Gubernur Jenderal dan setelah Raffles menaklukkan Hamengkubuwono III dari Yogyakarta ia mengeluarkan larangan agar para Bupati tidak berkirim surat kepada sanak saudaranya di sekitar keraton.

Semua surat kepada para Bupati harus disensor dan para Bupati itu harus membantu melaksanakan pengelolaan semua pasar pelabuhan di Tanah Jawa. Dan juga membantu melaksanakan perdagangan Monopoli Inggris di bidang candu, sarang burung, nila, dan rempah-rempah.

Hal ini dianggap suatu langkah maju dalam hal politik kolonialisme di Nusantara. Van der Capellen sangat puas dengan hal itu. Selanjutnya Van der Capellen membuat mercusuar-mercusuar yang meliputi wilayah laut dari Sabang sampai Merauke kemudian mendatangkan kapal-kapal yang banyak jumlahnya dengan persenjataan yang mutakhir, yaitu senapan yang bisa dikokang.

Untuk semua kegiatan kolonialismenya ia didukung seluas-luasnya oleh Bank of England yang sangat percaya pada kekayaan dari kepulauan Nusantara yang subur darat dan lautnya sehingga van der Capellen menderita defisit di dalam, melaksanakan program kolonialismenya sampai saat akhir tugasnya.

Demikian setelah Van der capellen membuat mercusuar-mercusuar itu ia juga membuat hydrografi Nusantara. Ini semua selesai dalam kurun waktu 4 (empat) tahun. Dan pada tahun 1821 ia proklamasikan berdirinya Negara Netherlands Indie sebagai Negara jajahan dari kerajaan dinasti Oranje di Netherlands.

Adapun bentuk Negara itu ialah Negara maritim yang wilayahnya tergambar dalam hydrographi yang terlampir, lengkap dengan keterangan koordinatnya dan lengkap pula dengan posisi-posisi mercusuarnya sebagai batas dari wilayah Negara Maritim Netherlands Indie.

Di dalam proklamasi itu termaktublah pengertian bahwa Netherlands Indie adalah satu-satunya Negara di dunia yang mempunyai laut di dalamnya. Yaitu Laut Jawa, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut Banda dan Laut Arafuru.

Proklamasi itu diakui oleh Negara-negara adikuasa saat itu yaitu Inggris, Perancis, Prusia, Austria, Spanyol, Portugal, Jepang, Amerika Serikat.

Begitulah Baron Van der Capellen mempergunakan laut dan tatanegara kelautan untuk mempersatukan wilayah Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Meskipun Ternate belum takluk, Toraja belum takluk, Sulawesi Selatan belum takluk, Aceh belum takluk, Batak belum takluk,

Lampung belum takluk, tapi daerah-daerah yang belum takluk itu sudah diblokade oleh kekuatan daulat laut yang dikuasai Netherlands Indie. Blokade laut ini melemahkan kedudukan ekonomi dan perdagangan dari daerah-daerah yang belum takluk itu. Tak satu pun dari mereka sanggup menandingi kekuatan angkatan laut Belanda, kecuali Laut Aceh saja.

Pada akhirnya, setelah terusan Suez dibuka, dan kapal uap sudah dimiliki oleh penjajah dan ditambah lagi dengan senapan mesinnya, lambat-laun dibawah para Gubernur Jenderal yang lain sesudah Van der Capellen menyerahlah semua daerah kepada penjajah di awal abad 20. Itupun setelah dibantu pula dengan teknik-teknik yang diambil dari pengetahuan akan antropologi dan sosiologi, antara lain sebagaimana yang dipakai oleh Snouck Hurgronye.

Jelaslah sudah keterangan Van der Capellen mencerminkan tradisi Eropa. Dirikan dulu raja dan wilayah kerajaannya, baru nanti digarap atau ditundukkan bangsa-bangsa di wilayahnya. Kurang lebih juga mirip “Aswaweda” yang dilakukan oleh raja-raja India. Raffles pun sebetulnya mengusulkan kepada boss-nya yaitu Minto agar mencaplok Nusantara sebagai wilayah jajahan Inggris.

Tapi usul itu ditolak karena Lord Minto lebih tertarik untuk menjajah India, Burma, Malaka, dan ikut berebut koloni di Cina bersama para Negara adikuasa dari Eropa yang lain. Sedangkan nenek moyang kita mempunyai naluri lain dalam pengertian wilayah kekuasaan, dan pada waktu Van der Capellen memproklamasikan berdirinya Netherlands Indie, abstraksi kenegaraan mereka belum sampai ke sana.

Bagaimana halnya dengan Sumpah Palapa?

Sumpah Palapa melanggar banyak kaidah pergaulan antar suku, tidak popular dan ternyata juga gagal. Sebab bagi Negara yang berdaulat hukum adat, sebagai kebanyakan suku-suku bangsa di Nusantara, kedaulatan pribadi itu sangat kuat dan dilindungi oleh hukum adat itu. Bahkan rajanya tidak bisa menjamah kedaulatan dirinya dan kedaulatan lingkungan alamnya tanpa seijin hukum adat. Seperti yang dikatakan oleh orang Wajo waktu ia ditanya, apa kiatnya sehingga ia selalu sukses dalam usaha padahal ia adalah orang rantau, maka ia menjawab, “Maradeka orang Wajo. Hanya hukum adat yang aku pertuan”.

Antara suku bisa menjadi kelompok yang satu dalam pengertian berfederasi, misalnya Pare-pare adalah federasi dari 7 (tujuh) kerajaan. Dan Bone adalah federasi dari 5 (lima) kerajaan.

(Bersambung)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com