Menteri Malaysia berziarah ke Makam Sunan Ampel, Terobosan Baru Diplomasi Kebudayaan Indonesia-Malaysia?

Bagikan artikel ini

Rijal Mumazziq Z, Direktur Penerbit Imtiyaz

Kunjungan Dato’ Seri Mustapa Mohammed (Menteri Perdagangan Internasional & Industri Malaysia) ke Surabaya, 8 April kemarin dalam rangka menjalin hubungan perdagangan antara Indonesia dan Malaysia. Bersama dengan 26 pengusaha Malaysia, pria ramah ini melakukan pertemuan dengan para pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Pengusaha Indonesia Tionghua (PERPIT), maupun Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).

Dalam jadwal lawatannya yang padat, To’ Pa, panggilan karibnya, juga berziarah ke Makam Sunan Ampel, salah satu walisongo. Ziarah yang dilakukan pada Ahad malam ini didampingi oleh Prof. Dr. H. Abdul A’la, Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya, KH. Khoiron Syuaib, kiai yang telaten dalam mengentaskan para PSK dari lokalisasi di Surabaya, serta Karim Raslan, kolumnis Malaysia.

Dengan takzim, To’ Pa mengikuti pembacaan tahlil di makam Sunan Ampel yang dipimpin oleh Kiai Khoiron. Dalam ziarah tersebut, dengan antusias, Prof A’la dan Kiai Khoiron menjelaskan proses dakwah yang dilakukan oleh Walisongo, khususnya Sunan Ampel. Dakwah yang dilakukan dengan penuh kedamaian dan tanpa pertumpahan darah. Berasal dari Kerajaan Champa, Raden Rahmatullah, nama asli Sunan Ampel, mengunjungi bibinya yang menjadi salah satu istri Raja Majapahit. Semangat dakwah membuat Sunan Ampel kemudian memutuskan tinggal di Ujung Galuh, nama kuno Surabaya, dan berdakwah hingga akhir hayatnya. Raut muka To’ Pa sedikit terkejut mendengar keterangan bahwa Sunan Ampel berasal dari Kerajaan Champa, yang saat ini berada di wilayah Kamboja. Arsitektur gapura makam yang berornamen Hindu juga tak luput dari penjelasan Prof A’la. “Hal ini menunjukkan bahwa dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel merupakan dakwah yang arif dan bijak, serta secara evolutif melalui pendekatan kultural,” terang Prof A’la.

Kiai Khoiron juga menambahkan keterangan legenda-legenda seputar Sunan Ampel dan murid-muridnya. Mengenai Mbah Bolong, murid Sunan Ampel yang menjawab keraguan masyarakat mengenai arah kiblat dengan langsung melobangi dinding mihrab sehingga, konon, kota Makkah bisa terlihat, maupun tentang Mbah Soleh, murid Sunan Ampel yang memiliki sembilan makam.

“Meskipun tampak irasional, tapi biidznillah, kejadian ini merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah,” terang Kiai Khoiron, kiai yang berdakwah selama puluhan tahun di Lokalisasi Bangunsari Surabaya.

Dalam ziarah tersebut, To’ Pa mengungkapkan kekagumannya pada Sunan Ampel. Bagi To’ Pa, Sunan Ampel adalah teladan. “Perjuangan dakwah beliau dengan jalan damai, dengan pendekatan kultural dan langkah yang arif inilah yang saat ini harus kita lanjutkan,” tutur beliau saat diwawancarai oleh JTV.

Di akhir perjalanan ziarah tersebut, Prof A’la memberi kenang-kenangan kepada To’ Pa dan Karim Raslan buku berjudul WALISONGO karya Agus Sunyoto, sejarawan-sastrawan yang sedang menyusun buku berjudul ATLAS WALISONGO.

Hayooooo….Menteri Malaysia saja mau ziarah, masak kita ogah ziarah ke makam waliyullah yang sangat berjasa bagi ke-Islam-an kita? Dan di atas semua itu, semoga saja ini menjadi inspirasi dalam diplomasi kebudayaan, untuk terobosan baru terciptanya hubungan Indonesia-Malaysia yang lebih solid dan harmonis di masa depan. Semoga.

Artikel ini khusus untuk The Global Review.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com