Mereka Ulang Hubungan AS-Pakistan Pasca Kematian Osama bin Laden

Bagikan artikel ini

Triono Akmad Munib

“Kami berpikir, pasti ada semacam jaringan dukungan untuk Osama dalam pemerintahan Pakistan. Namun, kami tidak tahu siapa atau apa jaringan itu. Kami tidak tahu apakah mungkin ada beberapa orang di dalam pemerintahan atau orang luar pemerintah, dan itulah yang kami harus selidiki dan, yang lebih penting, Pemerintah Pakistan harus selidiki itu”.[1]

Paragraf di atas merupakan pernyataan Presiden Amerika Serikat (selanjutnya disingkat AS), Barack Husein Obama pasca terungkapnya persembunyian gembong teroris nomor satu dunia, Osama bin Laden. Osama bin Laden tewas dinyatakan tewas oleh AS setelah dilakukan operasi penggerebekan yang dinamakan ‘Geronimo Operation’ oleh pasukan gabungan militer AS pada tanggal 01 Mei 2011 dini hari di Abbotabad. Abbotabad merupakan sebuah kota pinggiran yang terletak di Pakitsan barat laut. Lokasi kompleks tersebut letaknya hanya 800 meter dari Akademi Militer Pakistan, sebuah pusat pelatihan elite militer Pakistan. Barak-barak di Abbottabad diduga juga digunakan sebagai basis pasukan khusus AS sebelum menyerang kompleks perumahan bin Laden. Menurut sumber militer kepada BBC berbahasa Urdu, operasi dimulai sekitar pukul 22.30 waktu setempat dan berlangsung sekitar 45 menit.[2] Dalam baku tembak yang terjadi, Osama bin Laden tewas oleh timah panas yang menembus kepalanya. Selain Osama, seorang putra Osama dan tiga pengawalnya juga tewas, dan seorang perempuan yang mencoba melindungi Osama.[3]

Pakistan yang secara resmi bernama Republik Islam Pakistan adalah sebuah negara di Asia Selatan. Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 1.046 kilometer (650 mil) dengan Laut Arab dan Teluk Oman di bagian selatan, berbatasan dengan negara Afghanistan dan Iran di bagian barat, India di bagian timur dan China di arah timur laut.[4] Tajikistan terletak sangat berdekatan dengan Pakistan, namun dibatasi oleh daratan sempit yang disebut Koridor Wakhan. Pakistan terletak secara strategis di antara daerah-daerah penting di Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah.

Kerjasama antara AS dan Pakistan dimulai pada 20 Oktober 1947, awal kemerdekaan Pakistan. Kerjasama pada waktu itu menitikberatkan pada bantuan dibidang ekonomi dan militer oleh AS kepada Pakistan.[5] Pakistan juga anggota dari Pakta Baghdad tahun 1955. Pakta Baghdad adalah sebuah perjanjian aliansi yang dirumuskan oleh AS untuk memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Iran, Irak, Pakistan, Turki, dan Inggris pada masa Perang Dingin.[6] Pakta Baghdad menjadi bukti eratnya hubungan AS dan Pakistan, bahkan AS menyebut Pakistan sebagai ‘sekutu setia’ di Asia.

Pada bulan April 1979 hubungan AS dan Pakistan sempat mengalami titik surut. AS menghentikan semua bantuan ekonomi ke Pakistan (dengan pengecualian bantuan makanan, seperti yang dipersyaratkan oleh Amandemen Symington tahun 1977, UU Bantuan Asing AS 1961 ) atas keprihatinan tentang program nuklir Pakistan.[7] Badan Bantuan Luar Negeri AS (U.S. Foreign Assistance Act) menyatakan seperti apa yang termaktub dalam Undang-undang AS bahwa AS tidak akan memberikan bantuan kepada negara-negara yang pemerintahannya melanggar hak asasi manusia, termasuk proyek pembangunan reaktor nuklir yang bisa menjadi ancaman manusia di dunia karena dampak dari ledakan yang diakibatkannya.

Namun, di tahun yang sama, invasi Uni Soviet ke Afghanistan turut membuat AS dan Pakistan mau tidak mau menjalin hubungan kembali terkait kepentingan mereka bersama akan perwujudan stabilitas kawasan Asia Selatan. Baik AS maupun Pakistan tidak ingin negara-negara di Asia Selatan jatuh ke tangan Soviet. Pada tahun 1981, Pakistan dan AS menyepakati program bantuan militer dan ekonomi sebesar 32 miliar US Dollar yang bertujuan membantu Pakistan terhadap ancaman keamanan di kawasan dan pembangunan ekonomi. AS memasok senjata kepada para pejuang anti-Soviet di perbatasan Pakistan-Afghanistan dan Soviet resmi menarik pasukannya dari Afghanistan pada tahun 1988.

Isu nuklir tampaknya menjadi penyebab naik turunnya hubungan AS dengan Pakistan. Keputusan India untuk melakukan uji coba nuklir pada Mei tahun 1998 mendorong Pakistan merencanakan kembali program pembangunan rekator nuklir. Pakistan melihat bahwa keamanan nasionalnya tidak bisa hanya bergantung pada jamian aliansi dengan negara lain. Keputusan Pakistan ini mendorong Pemerintahan AS di bawah Bill Clinton merevisi ulang bantuan-bantuan yang selama ini diberikan kepada Pakistan. Di bawah Amandemen Glenn tentang Nuclear Enrichment and Reprocessing Transfers; Nuclear Detonations[8], AS akan membatasi pemberian kredit, penjualan alat-alat militer, bantuan ekonomi, dan pinjaman kepada pemerintah Pakistan.

Hubungan AS dan Pakistan mengalami titik puncak pasca Persitiwa 11 September 2001, yaitu pengeboman gedung World Trade Center (WTC) di AS. Sebelum serangan 11 September 2001, Pakistan dan Arab Saudi adalah pendukung utama dari Taliban di Afghanistan, sebagai bagian dari strategi politik luar negeri mereka. Dukungan ini sebagai bentuk peghargaan atas bantuan para pejuang Taliban mengusir pendudukan Soviet di Afghanistan pada tahun 1979. Namun, Setelah tragedi 11 September 2001, di bawah tekanan AS, Pakistan yang dipimpin oleh Jenderal Pervez Musharraf pada saat itu, berbalik arah 180 derajat dengan bergabung pada program AS “War on Terror“. AS menunduh Taliban melindungi kelompok Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Al-Qaeda dituduh oleh AS sebagai dalang dibalik peristiwa yang menewaskan lebih dari 3000 jiwa.[9] Pakistan menjadi sekutu kunci dalam perang melawan teror karena letaknya yang cukup strategis, yaitu berbatasan langsung dengan Afghanistan di sebelah barat. Pakistan diberi fasilitas oleh AS sejumlah bandara udara militer untuk menyerang Afghanistan yang diduga sarang Taliban, beserta dengan bantuan logistik lainnya.

Sejak tahun 2001, Pakistan telah menangkap lebih dari lima ratus anggota Al-Qaeda dan menyerahkannya kepada AS. Seperti apa yang diungkapkan Musharraf dalam bukunya:

“Kami telah menangkap 689 anggota Al-Qaeda dan menyerahkan 369 ke Amerika Serikat. Kami telah menerima jutaan dolar.”[10]

Sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap program “War on Terror” AS, sanksi yang selama ini diterima Pakistan dicabut. Pakistan menerima kembali bantuan dana militer dari AS sekitar 10 miliar US Dollar sejak tahun 2001. Pada tahun 2003, AS secara resmi menghapuskan utang Pakistan sebesar 1 miliar US Dollar. Pada bulan Juni 2004, AS di bawah Presiden George W. Bush menunjuk Pakistan sebagai sekutu utama non-NATO[11] sehingga implementasinya, Pakistan diberikan akses kemudahan untuk membeli teknologi militer canggih dari AS. Bulan Oktober 2005, Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice membuat pernyataan di mana ia bahwa AS akan membantu korban gempa Khasmir dan upaya pembangunan kembali pasca gempa.[12]

Pentingnya geopolitik Pakistan di mata AS menempatkan Pakistan menjadi faktor kunci bagi AS dalam mencapai keberhasilan memberantas terorisme di Afghanisatan. Kedua negara telah berusaha untuk membangun kemitraan strategis sejak Pakistan merdeka. Namun, dalam perjalanannya selalu mengalami pasang surut. Meskipun demikian, baik Pakistan dan AS terus meningkatkan hubungannya untuk berkomitmen memberantas teroris.[13]

Berita kematian Osama bin Laden yang merupakan gembong teroris dunia di Abbotabad, Pakistan sontak menjadi sebuah berita yang mengguncang perpolitikan dunia. Timbul berbagai pertanyaan, bagaimana bisa pemerintah Pakistan selama ini tidak mengetahui keberadaan Osama. Bagaimana bisa pimpinan tertinggi Al-Qaeda tersebut justru malah diketemukan bersembunyi di Pakistan, bukan di Afghanistan. Apakah selama ini pemerintah Pakistan memang sengaja menyembunyikan Osama dari kejaran AS?

Berita kematian Osama tersebut turut mempengaruhi hubungan AS dan Pakistan. Pakistan yang selama ini dikenal sebagai ‘sekutu utama’ dan garda depan perang melawan teror bersama AS justru kecolongan. Dengan diketemukannya persembunyian Osama di Pakistan membuat AS merasa dikhianati. Akankah AS terus memberikan bantuan kepada Pakistan? Bagaimana hubungan AS dan Pakistan pasca kematian Osama kelak? Akankah Pakistan tetap menjadi sekutu utama AS di Asia Selatan? Dan akankah AS terus menggerojok bantuannya ke Pakistan? Tampaknya baik AS maupun Pakistan harus mereka ulang hubungan keduanya. Namun, satu hal yang pasti Pakistan masih memilih posisi yang penting bagi AS untuk menciptakan stabilitas keamanan di Asia Selatan.

Referensi

[1]Obama dalam sebuah wawancara dengan CBS News, Minggu (8/5/2011), sebagaimana dikutip CNN dan The Telegraph.

[2]http://internasional.kompas.com/read/2011/05/02/1627040/Inilah.Kronologi.Serangan.terhadap.Osama [diakses pada 26 September 2011]

[3]http://www.wartaberita.net/2011/05/kronologi-kematian-osama-bin-laden.html [diakses pada 26 September 2011]

[4]Daerah Kashmir merupakan daerah yang disengketakan baik oleh Pakistan maupun India. Pemerintah Pakistan menganggap bagian Kashmir India sebagai daerah jajahan India.

[5]“U.S.-Pakistan relations: An unhappy alliance”. Los Angeles Times. May 7, 2011.

[6]http://www.globalsecurity.org/military/world/int/cento.htm [diakses pada 27 September 2011]

[7]http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/3453.htm#relations [diakses pada 27 September 2011]

[8]http://www.irmep.org/ila/nukes/glenn/default.asp [diakses pada 27 September 2011]

[9]http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110911_911silence.shtml [diakses pada 27 September 2011]

[10]Pernyataan Presiden Pakistan Pervez Musharraf atas dukungannya terhadap program ‘War on Terror’ AS

[11]”US and Pakistan, Not Allies But Enemies”. Theworldreporter.com, 02 November 2010

[12]”Rice : U.S. will support Pakistan – Oct 12, 2005″. CNN.com. Retrieved May 20, 2010.

[13]Mark C. Toner, Deputy Department Spokesman, Daily Press Briefing, Washington DC. http://www.state.gov/r/pa/prs/dpb/2011/07/169177.htm#PAKISTAN. July 27, 2011

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com