Para Advokat Indonesia Harus Siap Hadapi Persaingan Pasar Bebas Di Kancah Internasional

Bagikan artikel ini

Undrizon, Direktur Divisi Hukum dan Advokasi Global Future Institute (GFI)

Untuk menghadapi persaingan Pasar bebas, maka kiranya perlu menginventarisasi kembali apa yang menjadi kekuatan dan sumberdaya para advokat Indonesia. Maka itu, peran dan kapasitas profesional para advokat harus lebih ditingkatkan sekaligus diberdayakan. Sehingga tercipta keseimbangan kualitas dan kuantitas para advokat. Dengan demikian, kualitas personal/individu maupun institusional, memiliki mutu yang sama dan saling mendukung.

Berkaitan hal tersebut, adalah penting dan mendesak untuk meningkatkan dan memperkuat integritas personal maupun integritas korps profesi advokat sebagai mata-rantai dari proses penegakan hukum di Indonesia. Sejatinya, wawasan mengenai kedua aspek tersebut sudah diberikan secara memadai melalui materi-materi hukum yang diberikan dalam pendidikan profesi advokat. Misalnya saja berkaitan dengan prosedur beracara di pengadilan dan bagaimana menjadi advokat dengan Kode Etik maupun peraturan terkait.

Sayangnya, ketika menyentuh tugas-tugas non-litigasi, para advokat tidak memilki wawasan maupun pemahaman berbagai aspek penegakan hukum di sistem peradilan itu sendiri. Sebab, aspek-aspek penanganan non-litigasi inilah yang nampaknya dimiliki oleh para calon advokat yang menjalani pendidikan profesi advokat.

Padahal, aspek-aspek non-litigasi telah terbukti sangat penting bagi para advokat dalam menangani dan memahami berbagai aspek hukum menjadi tuntutan masyarakat yang selalu bermuara pada terpenuhinya rasa keadilan.

Karena itu, substansi dan materi yang terkait dengan isu keadilan yang tercakupt aspek non-litigasi, kiranya perlu diperdalam dan digali lebih lanjut melalui kurikulum dan modul pendidikan profesi advokat Indonesia.

Satu pertanyaan sentral dalam yang perlu dijawab, apakah generasi advokat yang dihasilkan melalui pendidikan profesi advokat saat ini sudah mampu menciptakan keseimbangan antara penyelesaian hukum secara litigasi dan non-litigasi yang berkaitan kasus di luar peradilan.  Dengan kata lain, apakah para advokat sudah mampu mengelola alternative dispute resolution (ADL) terhadap para pihak yang bersengketa.

Sebab inilah yang prasyarat penting dalam didalam percaturan global, terutama menghadapi persaingan bebas, termasuk persaingan usaha, yang melibatkan subyek hukum asing. Terutama yang berkaitan dengan berbagai kepentingan korpotasi trans-nasional.

Dari sini secara jelas tergambar betapa besar peran para advokat dalam mendudukkan permasalahan hukum, apalagi ketika menghadapi pertikaian hukum antara negara melawan kepentingan korporasi asing.

Maka dari itu, para advokat hendaknya kembali merujuk pada pasal 28 UU 18/2003 dalam kerangka pemberdayaan dan kapasitas sumberdaya profesi advokat.

Mengingat pentingnya kontribusi advokat Indonesia baik terhadap para pencari keadilan, maupun dalam kesiapan menghadapi persaingan pasar bebas di arena internasional, maka mendesak kiranya bagi wadah tunggal organisasi advokat Indonesia, untuk meningkatkan kualitas dan kapasitasn para advokat Indonesia.

Maka, dualisme di internal wadah tunggal organisasi advokat Indonesia, tidak saja harus dihentikan, karena ada masalah yang jauh lebih penting dan substansialuntuk ditangani segera berkaitan dengan agenda-agenda strategis para advokat sebagaimana terpapar di atas.

Alhasil, tidak ada pilihan lain bagi para pihak yang terlibat konflik baik di PERADI maupun KAI, untuk segera mengagendakan penyelesaian konflik yang bermuara pada rekonsoliasi, sehingga bisa memuaskan baik PERADI maupun KAI (Win Win Solution).

Kemitraan Dengan Sesama Penegak Hukum dan Pemahaman Tentang Konteks Hubungan Internasional

Di luar soal perlunya mengesampingkan dualisme berkepanjangan di internal wadah tunggal organisasi advokat kita, yang tak kalah penting adalah bagaimana mengembangkan kerjasama integral dan koordinatif terhadap rekan-rekan seprofesi maupun para penegak hukum yang lain seperti Polri, Jaksa dan hakim.

Yang tak kalah penting adalah memahami konteks hubungan internasional, khususnya berkaitan dengan isu skala perbandingan antara peran advokat asing yang bekerja dan berpaktek di Indonesia, dan para advokat Indonesia yang bekerja di firma-firma hukum asing, baik berdomisili di Indonesia maupun di luar negeri.

Karennya, para advokat Indonesia harus menaruh perhatian yang cukup intensif terhadap perspektif pemikiran hukum para advokat asing yang bekerja di Indonesia. Sehinga para advokat kita memiliki gambaran dan perbandingan, dalam rangka meningkatkan integritas personal maupun institusional korps advokat Indonesia.

Apalagi para advokat memang merupakan mata-rantai proses penegakan hukum maupu8n pemberdayaan hukum nasional baik di dalam negeri, maupun dalam kancah dan dinamika hukum internasional.

Sehingga para pelaku hukum kita, termasuk para advokat Indonesia, mampu menghadapi dan mengantisipasi perkembangan global, terutama berkaitan dengan keberadaan WTO, CAFTA, UNI EROPA, APEC, dan lain sebagainya.

Inilah dua dua isu strategisnya yang sayangnya belum mendapat porsi yang cukup memadai dalam materi-materi pendidikan profesi advokat Indonesia.

Ini penting karena para advokat diharapkan bisa menjadi agen perubahan dalam penegakan hukum bagi kepentingan nasional,  sehingga para advokat Indonesia harus tetap bertumpu pada tujuan dan sasaran strategis  bangsa dan negara Republik Indonesia.

Sebagaimana disebutkan dalam sumpah profesi advokat, pasal 4 ayat 2 UU No. 18/2003 yang berbunyi. BAHWA SAYA AKAN MEMEGANG TEGUH DAN MENGAMALKAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA.

Kerja besar ini tidak mungkin dilakukan oleh para advokat saja, melainkan juga melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) yang paralel dengan tujuan penegakan hukum nasional. Apalagi dalam menghadapi semakin derasnya arus persaingan  global.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com