Pemberantasan Korupsi Di Indonesia: Pertarungan Antara Elit Penegak Hukum Lawan Koruptor dan Badut Penegak Hukum

Bagikan artikel ini

Syarif Hidayat

Pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan pertarungan sengit antara para ELIT penegak hukum (penegak hukum yang bersih, jujur, tegas dan adil) melawan para KORUPTOR (Koruptor kelas sampai satu miliar rupiah) dan KORUPTORSAURUS (Koruptor kelas miliaran sampai triliunan rupiah) bersama para BADUT penegak hukum (penagak hukum yang KORUP).

Para Koruptor dan Koruptorsaurus yang mendapat dukungan secara sengaja atau tidak sengaja dari para BADUT penegak hukum nampaknya masih berada diatas angin dan bisa menunjukkan kekuatan melalui pengaruh mereka. Ini terbukti dengan masih adanya konflik kepentingan antar lembaga Negara antara lain Polri-KPK dan DPR-KPK dalam upaya memberantas Budaya Korupsi yang merupakan wabah moral para pejabat Negara yang memalukan bagsa dan Negara Indonesia ini.

Konflik konflik yang memalukan bangsa Indonesia semacam ini sebenarnya tidak perlu terjadi kalau semua lembagan pemerintahan menyadari dan memahami sepenuhnya bahwa masalah yang paling berat yang dihadapi bangsa dan Negara Indonesia pada saat ini adalah Budaya Korupsi yang melanda sebagian pejabat Negara di republik ini.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya pernah beberapa kali menegaskan bahwa dia akan berada di posisi paling depan memimpin seluruh jajaran ELIT penegak hukumnya bersama seluruh komponen bangsa dalam berjihad melawan KORUPSI.

Presiden SBY juga pernah mengatakan bahwa is menyesalkan tingkah laku dan perbuatan sebagian penegak hukum yang seharusnya berada di garis paling depan dalam memberantas KORUPSI, Mafia Pajak dan Mafia Hukum, tetapi malah mereka sendiri yang terlibat dalam kegiatan kegiatan yang merugikan bangsa dan Negara tersebut.

Presiden mengajak seluruh jajaran aparat penegak hukum dalam memberantas Budaya KORUPSI ini dengan ungkapan klasik: “untuk membersihkan lantai yang kotor mari kita menggunakan sapu yang bersih.”

Namun sampai saat ini seluruh rakyat masih sedang menunggu hasil yang berarti dari pelaksanaan penegasan Presiden dalam rangka memberantas wabah Budaya KORUPSI yang melanda para pejabat Negara baik yang duduk di Eksekutif, Yudikatif maupun Legislatif tersebut.

Sebuah pribahasa Jerman mengatakan: “Taten statt Wörter! or Taten sagen mehr als Wörter. or Lass Wörtern Taten folgen! or Lass Taten sprechen!” – Artinya: Tindakan bukannya kata kata atau Tindakan berbicara lebih keras daripada kata kata (Terjemahan leterlijk: Tindakan berbicara lebih banyak daripada kata kata) atau Biarkan kata kata menghasilkan tindakan atau Biarkan tindakan berbicara. Maknanya: Laksanakan apa yang anda pidatokan!

Langkah otoritatif Presiden SBY

Setelah banyak mendapat tekanan masyarakat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya bersikap tegas menyelesaikan konflik KPK-Polri. Meski agak terlambat, pendekatan otoritatip dalam menyelesaikan konflik tersebut dinilai memenuhi harapan publik.

Presiden secara jelas menginstruksikan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo untuk menyerahkan kasus simulator SIM, yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo, kepada KPK. Presiden juga memerintahkan agar proses hukum terhadap penyidik KPK Kompol Novel Baswedan tidak dilakukan saat ini. “Keinginan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Komisaris Polisi Novel Baswedan,saya pandang,tidak tepat dan tidak baik dari segi timing maupun caranya,” ucap Presiden saat menyampaikan pidato di Istana Negara,Jakarta, tadi malam.

Meski demikian, menurutnya, seluruh situasi harus diletakkan secara menyeluruh dalam konteks yang benar.Presiden merujuk pada Pasal 27 UUD 45 yang menyebutkan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. “Equality before the law” atau “kesamaan kedudukan semua orang di mata hukum,” umpamanya Presiden, Menteri, Jenderal, Pajabat Kejaksaan, Kehakiman atau  pejabat KPK kalau melanggar hukum harus ditindak sesuai dengan undang undang yang berlaku. “Kesamaan kedudukannya dalam hukum dengan pemahaman konstitusi. Maka itu, jika ada anggota KPK melakukan pelanggaran hukum, tidak boleh dikatakan sebagai kriminalisasi KPK,” tandasnya.

Presiden SBY dalam pidato selama 40 menit tentang peneylesaian konflik Polri-KPK itu menyampaikan lima kesimpulan dan arahan yang harus dijalankan Polri selaku penegak hukum yang berada di bawahnya. Menurut Presiden, perselisihan KPK-Polri tidak perlu terjadi apabila kedua lembaga itu memberikan penjelasan yang tepat kepada masyarakat. Adapun terhadap kasus penarikan penyidik KPK oleh Polri, Presiden berjanji dalam waktu dekat akan mengeluarkan peraturan pemerintah.

Peraturan itu akan mengatur secara jelas keberadaan penyidik Polri yang ditempatkan di KPK sehingga tidak akan ada lagi pertentangan antara kedua lembaga tersebut. “Saya berharap nanti teknis pelaksanaan juga diatur dalam MoU antara KPK dan Polri,” tandasnya.

Selain konflik KPK-Polri, Presiden juga menyikapi rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam pandangan Presiden, sepanjang revisi UU dilakukan untuk memperkuat KPK dan tidak untuk memperlemahnya, hal itu sangat dimungkinkan.“Tetapi, saya pandang kurang tepat untuk dilakukan sekarang ini. Lebih baik kita tingkatkan sinergi dan intensitas semua upaya pemberantasan korupsi,” kata mantan Menkopolkam ini.

Sebelum menyampaikan pidato tersebut, Presiden SBY ikut hadir dalam pertemuan antara pimpinan KPK dan Kapolri. Dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto melakukan pertemuan dengan Mensesneg Sudi Silahahi dan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Pertemuan yang tertutup bagi media tersebut dilakukan tiga jam dengan satu kali rehat.  Presiden SBY mengikuti pertemuan yang dihadiri oleh pimpinan KPK dan pimpinan Polri tersebut.

Sudi mengatakan, kehadiran Presiden dalam pertemuan tersebut bukan karena terjadi kebuntuan dalam menyelesaikan konflik. “Tidak ada kebuntuan. Tetapi, sebelum dipimpin langsung oleh Pak SBY, sudah kita fasilitasi tadi diskusi-diskusi yang membahas masalah-masalah tadi,” tandasnya.

Dalam pertemuan itu, Presiden memberikan pandangan tentang semua ihwal yang dibicarakan kedua belah pihak. Menurut Sudi, pertemuan itu tidak berjalan alot. “Alot atau tidak alot itu bagaimana kita yang merasakan sebenarnya. Tidak ada yang alot,” tambahnya.

Dukungan Polri pada KPK

Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo berjanji menindaklanjuti seluruh arahan Presiden.

“Untuk menindaklanjuti itu kanpolisi tidak bisa sendirian, harus berkoordinasi dengan KPK.Jadi intinya, arahan Pak Presiden itu kita laksanakan, kemudian berkoordinasi dengan KPK,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto mengapresiasi pidato Presiden SBY dalam menyelesaikan sengketa KPK-Polri. Dia menilai yang dimaksud Presiden agar KPK menangani kasus simulator itu secara utuh dalam satu paket.

“Untuk revisi UU KPK, saya kira apa yang disampaikan Pak Presiden itu sudah jelas, termasuk mengenai SDM (sumber daya manusia) KPK,” ungkapnya dalam jumpa pers di Gedung KPK. Terkait posisi Kompol Novel, dia memaknai bahwa yang bersangkutan sekarang dapat bebas menjalankan tugasnya sebagai penyidik, termasuk untuk menangani kasus Korlantas dan kasus lainnya. “Karena itu, dalam kebebasannya itu, dia (Kompol Novel) tidak diganggu oleh siapa pun,” ucapnya.

Bambang juga menghargai sikap Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Dalam pertemuan dengan KPK kemarin Kapolri menunjukkan sosok penegak hukum yang mumpuni, bijak, dan profesional. Bambang juga menegaskan pihaknya sepakat dengan apa yang dikatakan Presiden terkait dukungan Polri pada KPK.

“Karena ada banyak tugas-tugas KPK yang dibantu Polri. Sekali lagi kami apresiasi yang dilakukan Kapolri. Akhirnya kasus Korlantas akan ditangani KPK dalam satu paket. Kami mengucapkan terima kasih pada dukungan masyarakat dan media sehingga persoalan ini sebagian dapat di-manage. Mudahmudahan KPK bisa speed up,” tandasnya.

“Secara yang umum, kami apresiasi apa yang dikemukakan Pak SBY dalam kapasitasnya sebagai kepala negara,” kata Bambang Widjojanto.

Selain itu, KPK mengapresiasi apa yang dilakukan Kepala Polri, Jenderal Polisi Timur Pradopo dalam menyelesaikan polemik ini. Ke depannya, KPK akan kembali berkoordinasi dengan Kepala Polri, Menteri Sekretariat Negara, dan bukan tidak mungkin melibatkan Jaksa Agung.

Saat ditanya kapan KPK mulai memproses berkas perkara tiga tersangka simulator SIM selain Djoko Susilo, Bambang mengatakan hal itu akan dikoordinasikan sehingga apa yang diharapkan publik tersebut bisa segera dilakukan KPK.

Seperti diketahui, sejak KPK mengintensifkan penanganan kasus simulator SIM, terjadi ketegangan antara KPK dengan Kepolisian. Setelah KPK menetapkan empat tersangka, Kepolisian kemudian menetapkan lima tersangka kasus yang sama. Tiga dari lima tersangka Polri itu juga menjadi tersangka di KPK.

“Dan memang pada proses itu, seperti yang dikemukakan Pak SBY dalam konteks Korlantas, KPK menangani Pak DS dan rekan-rekan, tapi khusus untuk panitia lelang memang Kapolri yang AKBP itu. DS (Djoko Susilo), BS (Budi Susanto), SB (Sukotjo Bambang), dan DP (Didik Purnomo), itu paket yang tidak bisa dipisahkan,” kata Bambang.

Lebih baik terlambat dari pada tidak

Pakar hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan apresiasinya kepada SBY karena telah mampu menangkap aspirasi publik atas dinamika yang terjadi. Menurut dia, Presiden sudah tepat dengan berpihak pada pemberantasan korupsi dan tidak mendukung pelemahan institusi KPK maupun kepolisian. “Presiden di samping menyampaikan apresiasi terhadap dua lembaga ini, beliau juga mengkritik apa yang tidak seharusnya (dilakukan),” kata Hikmahanto.

Misalnya, Presiden dengan jelas menyesalkan tindakan Polda Bengkulu yang hendak melakukan penangkapan terhadap Kompol Novel Baswedan. Sebaliknya, Presiden juga mengkritik proses alih status penyidik Polri menjadi penyidik KPK secara sepihak oleh KPK. “Tantangan ke depan adalah mengawal agar dua institusi penegak hukum dapat mengimplementasikan apa yang telah disepakati,” paparnya.

Ketua Setara Institute Hendardi mengungkapkan, penjelasan Presiden SBY terkait lima solusi ketegangan KPK-Polri secara normatif berguna bagi penyelesaian kisruh antarlembaga untuk jangka pendek.  Namun, langkah itu sebenarnya terlambat karena telanjur menguras energi publik dan mempertontonkan betapa koordinasi penegakan hukum dan penyelenggaraan negara yang amburadul,ruwet, dan tidak pasti. Hendardi mengungkapkan dalam kaitan ini tampak jelas SBY tidak suka dikritik.

“Tapi, SBY telah beruntung dengan kebiasaannya merespons di ujung masalah untuk memetik insentif politik dari ketegangan KPK-Polri. Cara ini sudah berulang kali terjadi. Selain menegaskan kepemimpinan antikorupsi dengan tindakan, sebagai kepala negara dan pemerintahan, SBY juga harus bertindak cepat dalam menyikapi berbagai soal,” ungkapnya.

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, sikap Presiden SBY melegakan dalam menyikapi kasus Polri- KPK. “Itulah sikap yang ditunggu-tunggu masyarakat luas. Seandainya sikap tersebut lebih awal disampaikan tentu konflik Polri-KPK tak perlu berlarut-larut seperti sekarang ini,” kata Lukman Hakim.

Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari mengatakan, apa yang dipidatokan Presiden sudah maksimal yang bisa diharapkan dari kepala negara dalam memberikan jalan keluar terkait polemik KPK-Polri yang ketegangannya semakin parah.

Anggota Komisi III DPR dari Partai Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan, “Gerindra mendukung Presiden SBY yang menyatakan pengurusan kasus Simulator SIM ditangani oleh KPK. Pernyataan ini benar karena sesuai dengan pasal 50 Undang-undang no 30 tahun 2002 tentang KPK.”  Menurut Martin, SBY cukup menunjukkan ketegasan. Baginya, sikap SBY telah menjawab tuntutan rakyat menyangkut penguatan KPK.

“Sungguh mengagetkan pidato SBY yang begitu tegas malam ini, sebab jarang-jarangg SBY bicara setegas itu,” puji Martin.

Gerindra berharap Presiden SBY menjaga ketegasan sampai dua tahun ke depan. Di mana Presiden SBY akan menutup masa kerjanya selama dua periode memimpin Indonesia. “Gerindra berharap agar SBY dalam 2 tahun masa tugasnya ke depan harus bisa terus menunjukkan ketegasannya dan tidak ragu-ragu,” tandasnya.

Lima hal positif

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih terlambat dalam merespon konflik KPK dan Polri.  namun demikian pidato presiden ini merupakan obat yang ampuh untuk meredakan ketegangan antara KPK dengan Polri, demikian pendapat Jamal Wiwoho, Guru Besar Ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas sebelas Maret Surakarta .

Pidato tersebut, menurut Jamal, sedikit menetralisir suasana di tengah masyarakat yang dalam seminggu terakhir gerah melihat pertikaian dua lembaga penegak hukum tersebut. Meskipun respon presiden masih lambat, paling tidak ada lima hal positif.

Pertama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah merespon tuntutan dari berbagai lapisan masyarakat yang menginginkan presiden turun tangan untuk mengakhiri pertikaian KPK dan Polri.

Kedua, SBY telah memberikan arah yang jelas mengenai siapa yang berhak menangani dugaan korupsi alat simulator SIM yang telah menetapkan irjen Djoko Susilo sebagai tersangka oLeh KPK. “Saya yakin himbauan presiden untuk  menyerahkan perkara tersebut ke KPK  pastilah akan 100 persen diikuti oleh Polri tanpa reserve,” kata Jamal.

Ketiga, penundaan revisi UU No 30 tahun 2002 Tentang KPK sudah tepat. “Masyarakat sudah sadar bahwa dalih revisi adalah upaya memperlemah kewenangan KPK itu sendiri,” terangnya.

Keempat, amat benar apa yang disampaikan SBY bahwa tidak tepat waktunya mempermasalahkan apakah Kompol Novel Baswedan terlibat atau tidak dalam dugaan penganiayaan warga saat menjabat Kasatreskrim di Polda Bengkulu tahun 2004. “Pemaksaan penanganan perkara pada saat ini hanyalah sebagai balasan atas penanganan kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Djoko Susilo oleh KPK.

Kelima, perlunya aksi nyata dari MoU antara KPK-Polri-Kejaksaan Agung agar tidak ada kesan akan ada balapan penanganan perkara-perkara tertentu oleh aparat penegak hukum sebagai suatu aksi nyata merealisasikan criminal justice system di Indonesia.

KPK masih jadi tumpuan harapan

Pendidik dan pakar Hukum pidana Indonesia Prof. Sahetapi di KPK mengingatkan bahwa kita kembali pada era reformasi 98 rakyat begitu geram dengan keadaan negara ini, reformasi saat itu mengagendakan salah satunya adalah pembrantasan korupsi dengan membentuk KPK.

Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK lahir adalah karena rakyat sudah muak dengan keadaan negeri ini, korupsi merajalela tanpa ada yang sanggup untuk menghentikannya. KPK merupakan anak kandung reformasi, anak kandung sangat disayang oleh masyarakat Indonesia, ditangan KPK inilah rakyat berharap banyak untuk melakukan tindakan-tindakan dasyat pembrantasan Korupsi. Kita sangat berharap agar KPK dapat terus melakukan gebrakan gebrakan yang sungguh sungguh pro penegakkan hukum dalam rangka memberantas tuntas Budaya KORUPSI dan membela keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah beberapa kali menegaskan bahwa dia akan berada di posisi paling depan memimpin seluruh jajaran ELIT penegak hukumnya bersama seluruh komponen bangsa dalam berjihad melawan KORUPSI.

Kalau semua pejabat Negara Indonesia baik yang duduk di Eksekutif, Yudikatif maupun Legislatif dari Pusat sampai ke semua daerah berniat dan bertekad  memberantas tuntas Wabah Budaya KORUPSI dalam diri mereka masing masing dan bukan hanya melaksanakan pemberantasan KORUPSI yang dilakukan pejabat lain, sudah dapat dipastikan Budaya KORUPSI yang merupakan wabah moral yang memalukan bangsa ini akan menghilang dari bumi Indonesia.

Marilah kita mulai dari diri kita sendiri berbuat yang positif untuk mengatasi dan juga bertindak untuk memberantas Budaya KORUPSI ini atau kalau tidak mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk melakukan tindakan, berbicaralah dan kemukakan pendirian kita yang menentang wabah moral dan mental yang merusak bangsa dan Negara ini.

Tetapi kalau juga tidak mempunyai keberanian untuk berbicara, berdo’alah untuk menyelamatkan negeri ini dari para Koruptorsaurus atau “Monster Monster” penghisap “darah” (ekonomi) Bangsa dan Negara agar kita dapat mewariskan negeri yang merupakan tanah air yang subur makmur dengan kekayaan alamnya yang melimpah ini kepada anak dan cucu generasi kita mendatang dengan seadil-adilnya. (HSH)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com