Perang Ekonomi AS: Ladang Pembantaian tanpa Hingar Bingar (Bagian II)

Bagikan artikel ini

A.S. Laksana

Manuver Destabilisasi

Adalah perang ekonomi juga yang membuat pemerintahan Salvador Allende di Cile menjadi sempoyongan dalam waktu singkat dan AS dengan mudah menurunkan orang yang tidak disukainya dan menggantinya dengan Augusto Pinochet Ugarte, seorang diktator militer yang kemudian memerintah secara brutal selama 17 tahun. Cile roboh di ronde pertama.

“Saya tidak melihat alasan kenapa kita harus diam mematung dan mengamati saja sebuah negara menjadi komunis hanya karena rakyatnya abai terhadap hal itu,” kata Henry Kissinger, 27 Juni 1970, dalam pertemuan 40 komisi Dewan Kemanan Nasional. Dan pada bulan November, dua bulan setelah Allende memenangi pemilu, Kissinger mengeluarkan memo berisi ringkasan keputusan Presiden Nixon mengenai langkah gigih dan terus-menerus yang harus dilakukan terhadap pemerintahan Allende. Memo itu disampaikan kepada menteri luar negeri, menteri pertahanan, Direktur Kesiagaan Darurat, dan Direktur CIA; tembusannya kepada Menteri Keuangan.

Pelaksanaan keputusan itu tergambar secara memadai dalam satu kalimat Edward Korry, duta besar untuk Cile kala itu, “Tidak ada sebutir kacang atau sebiji baut pun boleh memasuki Cile di bawah Allende.” Dan dalam tiga tahun AS berhasil mencekik perekonomian Cile dengan melakukan destabilisasi sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan bagi Allende untuk memimpin negerinya bangkit. Tidak ada pinjaman bagi Cile sepanjang tahun 1971-1973. Bahan pangan nyaris tak tersedia, industri macet, angkutan dan mesin-mesin membusuk tanpa pasokan onderdil. Perekonomian betul-betul mogok seperti yang diinginkan oleh Richard Nixon karena roda ekonomi Cile sebelumnya memang sangat tergantung pada AS. Pemerintahan Allende, yang menawarkan program-program yang membawa harapan besar bagi rakyatnya dan memenangi pemilu secara demokratis, kemudian menjadi tidak bisa bekerja sama sekali.

Dua tahun setelah keberhasilan menumbangkan Allende di Cile, AS memerlukan sesuatu untuk menaikkan kembali moral yang sedang merosot. Tahun 1975, situasinya sungguh murung: Saigon baru saja jatuh dan Vietnam Selatan menyerah tanpa syarat kepada Vietnam Utara; sementara di dalam negeri peristiwa yang memalukan baru saja terjadi tahun sebelumnya—Richard Nixon mundur setelah terbongkarnya Skandal Watergate. Tahun itu AS berpaling ke Angola.

Petualangan di sana, dengan manuver bersenjata dan diikuti kemudian dengan embargo dan penghancuran infrastruktur, kelak akan melahirkan sebuah Angola yang tanpa harapan. Negeri yang, setelah lepas dari penjajahan Portugis, memiliki potensi menjadi negeri terkaya di Afrika pada akhirnya jatuh ke ke kubangan kemelaratan yang nyaris tak tertanggulangi. Washington Post, 25 Juli 1999, melaporkan jejak warisan campur tangan AS di Angola sebagai berikut: “Staf rumah sakit umum di sini bergulat dengan wabah silih berganti. Tahun lalu kolera, diikuti dengan berjangkitnya polio tahun ini. Musim malaria sedang dimulai…. Dengan beribu-ribu pengungsi yang melarikan diri dari perang di desa-desa mereka dan menetap di tenda-tenda pengungsian, dengan sampah di mana-mana, air kotor, kota-kota di Angola bisa menjadi ruang penyemaian bagi berbagai penyakit seperti polio dan malaria. Angola memiliki rating tinggi untuk penderita lepra dibanding negara-negara lain.”

Kuba yang Tak Jatuh-Jatuh

Negara pertama di Amerika Latin yang menjadi laboratorium bagi segala jenis manuver Amerika dan CIA bisa dikatakan adalah Kuba. Dua dekade sebelum keberhasilan AS melakukan destabilisasi di Cile dan menggulingkan Allende, praktek-praktek yang sangat kasar sudah dilakukan terhadap Kuba. Begitu revolusi di negara tersebut berhasil menurunkan pemerintahan diktator Fulgencio Batista, Amerika memberlakukan embargo karena terganggu oleh program nasionalisasi dan land-reform yang digulirkan oleh Fidel Castro. AS berniat melumpuhkan perekonomian Kuba dengan membuat kelangkaan suku cadang bagi mesin-mesin Kuba buatan AS yang menopang jalannya ekonomi mereka. Hanya karena kedekatan Kuba dengan Uni Soviet, maka negeri itu tidak karam oleh gempuran ekonomi AS. Di tahun-tahun sulit Uni Soviet membeli gula dari Kuba dengan harga pasar dan mengirimkan bahan-bahan strategis ke negeri tersebut. Kenyataan ini semakin memperkuat keputusan AS untuk melumpuhkan Kuba dengan segala cara.

Dan Kuba kondisi Kuba merosot sangat tajam kendati tidak sampai merobohkannya. Sebelum tahun 1990-an, Kuba mendapatkan pujian atas keberhasilannya menyingkirkan kelaparan dan kekurangan gizi, menyapu bersih penyakit menular dan menerima pujian dari World Health Organization (WHO) atas pelayanan kesehatan masyarakatnya. Namun Uni Soviet kemudian menghentikan bantuannya ketika negeri itu sendiri berada di ambang perpecahan dan kesulitan ekonomi dan kemudian benar-benar bubar. Dan AS tidak pernah mengendurkan embargonya bahkan ketika alasan untuk itu sudah tidak ada.

Kondisi Kuba di pertengahan tahun 1990-an merosot secara drastis, berkebalikan dengan keadaan sebelumnya. Embargo yang dilakukan terhadap Kuba menyebabkan negeri tersebut kurang pangan dan memburuknya pelayanan kesehatan masyarakat. Ini sungguh menyedihkan karena Kuba dikenal sebagai salah negara satu yang terbaik dalam menyediakan layanan kesehatan kepada warganya. Karena embargo, Kuba dilarang mendapatkan separuh obat baru di pasaran; dokter-dokter hanya bisa memperoleh 890 jenis obat-obatan, turun dari 1.300 di tahun 1989; kondisi air memburuk, menyebabkan meningkatnya penyakit yang disebabkan oleh air; asupan kalori menurun sampai 33 persen, sama seperti yang terjadi di Irak, antara tahun 1989 dan 1993.

Kuba pelan-pelan mulai bangkit lagi ketika banyak negara Eropa tidak mau menaati embargo itu; pendapatan Kuba dari sektor pariwisata meningkat. Perang ekonomi terhadap Kuba pelan-pelan menguap dan, perkembangan terakhir, Presiden Obama telah menawarkan langkah awal untuk memperbaiki hubungan kedua negara dengan mengizinkan transfer uang dari AS ke Kuba.

Panduan Perang Ekonomi: Langkah demi Langkah

Dalam kasus-kasus di atas, kita menjadi lebih bisa membayangkan segala bentuk perang yang dilakukan oleh AS untuk menundukkan sebuah negara: perang langsung, ekonomi, hasutan untuk membuat perlawanan, bantuan untuk kerusuhan, blokade, mata-mata, dan propaganda. Berangkat dari pelbagai manuver yang dilakukan oleh AS untuk menekuk Irak, juga Cile dan Kuba, kita bisa membaca bagaimana perang ekonomi dijalankan langkah demi langkah untuk memperlemah negara sasaran.

Sebagaimana pertempuran bersenjata, yang biasanya dimulai dengan propaganda untuk menciptakan opini buruk tentang negara atau pemerintahan yang hendak diserbu, perang ekonomi pun memerlukan persiapan-persiapan yang serupa. Mula-mula dilontarkan sebuah tuduhan, dalam hal ini inisiatif selalu berasal dari Amerika Serikat, bahwa negara yang tidak disukainya itu melakukan kejahatan besar dan karenanya merupakan ancaman besar bagi AS dan bagi dunia. Musuh yang tidak memiliki kekuatan cukup untuk mempertahankan diri kemudian distempel dengan sebutan “negara jahanam” (rogue state).

Karena si “negara jahanam” tidak bisa membela diri dan tidak bisa berkelit dari tuduhan yang diarahkan kepadanya, sekalipun kejahatan itu kemungkinan besar tak pernah ada, biasanya ia menjadi makin keras kepala. Harga diri yang terusik membuat “negara jahanam” itu enggan berkompromi demi mempertahankan integritas nasionalnya. Ini makin menjengkelkan bagi si negara penuduh; maka, aksi berikutnya harus segera diambil.

Langkah selanjutnya adalah pengucilan, yang dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama, negara penuduh melarang semua warganya, kecuali CIA, untuk bepergian ke “negara jahanam” itu. Kuba telah berpuluh tahun sampai sekarang mengalami perlakuan semacam ini. Peraturan ini diberlakukan dengan segala tindakan yang mencakup aksi-aksi tidak demokratis seperti pemberiaan denda berat, pelecehan, dan warga negara yang tidak mengindahkan pelarangan itu sering dipermalukan di depan orang-orang di bandara, dan sebagainya. Alasan-alasan yang digunakan untuk melaksanakan tindakan ‘tidak demokratis” ini adalah: untuk melindungi pelancong agar tidak teracuni oleh virus “jahat”, membentengi mereka dari propaganda ganas, dan melindungi mereka dari penculikan dan dari tuduhan melakukan kegiatan mata-mata.

Itu alasan-alasan resmi.

Alasan yang disembunyikan di balik pernyataan resmi itu adalah: untuk menjamin bahwa negara “jahanam” tidak mendapatkan pemasukan devisa dari para pendatang yang mungkin bisa membuatnya bertahan. Dari sisi keamanan nasional: pelarangan itu dilakukan untuk memastikan agar warganya tetap tidak menyadari bahwa yang mereka dengar dan baca dari pemerintah mereka mungkin adalah propaganda, dan menghindarkan warga negara dari kemungkinan bersimpati secara mendadak kepada si jahanam. Pelayanan secara baik oleh “si penjahat” mungkin akan membuat orang-orang yang baik, warga negara yang harus dilindungi, menjadi “penjahat” pula di kemudian hari.

Pada tahap berikutnya, “negara jahanam” itu dikucilkan dari lembaga-lembaga internasional dan dari upaya-upaya bantuan (keuangan dan sebagainya). Setelah pengucilan ini, maka dilakukanlah pukulan besar: perang ekonomi. Cile roboh sekali pukul ketika pemerintahan Salvador Allende menang pemilu dan Amerika Serikat tidak menyukai pemimpin kiri itu menjadi presiden.

Sama juga dengan perang militer, di mana Amerika selalu memaksa “sekutu”-nya untuk ikut menyerang, dalam perang ekonomi pun ia memastikan bahwa negara-negara lain mengikuti ajakannya untuk mengucilkan sebuah negara. Amerika harus selalu memastikan bahwa jika ia tidak menyukai sebuah negara, maka yang lain pun harus bersikap sama dengannya. Jika ia menyerang sebuah negara, maka yang lain harus ikut menyerang; jika ia mengucilkan sebuah negara, maka yang lain juga harus mengucilkan negara tersebut. Ia tidak merasa gembira dengan negara-negara yang bersikap netral, apa lagi yang menentangnya.

Jika embargo tidak memadai untuk menghancurkan sebuah negara (ada beberapa negara yang bisa bertahan dari embargo, di antaranya Kuba dan Iran), maka negara yang memberikan embargo mungkin akan segera mengirimkan pasukan bersenjata ke dalam atau mendekati wilayah “negara jahanam” yang tidak mati-mati itu dan memerintahkan kepada mereka untuk membuat kehancuran di sana. Biasanya ada agen-agen rahasia yang disusupkan ke negara tersebut. Amerika, negara yang paling sering menggempur negara lain dengan kekuatan militer dan dengan perang ekonomi, memiliki CIA yang selalu ada di mana-mana dan membuat kehancuran di banyak negara. Badan Intelijen Pusat AS ini telah membuat kerusakan di segala benua: Asia, Amerika, Afrika, dan Eropa.

Setelah kehancuran itu, nantinya akan ada orang-orang yang melakukan pembalasan terhadap kesengsaraan yang telah ditimpakan ke negara dan kehidupan mereka, dan ini perkara yang mudah untuk diatasi: disebutlah mereka itu teroris. Dan mereka perlu diperangi; negara asal mereka juga perlu dihancurkan—dengan perang militer, perang ekonomi, dan segala manuver yang bisa dilakukan.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com