Pernyataan GFI Tentang ASAP, Malaysia dan Singapura

Bagikan artikel ini

Beberapa waktu yang lalu, pada 22 Juni 2013,  sumber Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia melansir beberapa perusahaan sawit milik investor Malaysia yang memberikan sumbangan asap dari Pekanbaru, Riau hingga ke beberapa negara jiran.

Seperti:
1) PT Multi Gambut Industri,
2) PT Udaya Loh Dinawi,
3) PT Adei Plantation,
4) PT Jatim Jaya Perkasa,
5) PT Mustika Agro Lestari,
6) PT Rakksa Sejati,
7) PT Tunggal Mitra Plantation, PT Langgam Inti Hiberida.

Hal ini tentu saja cukup memprihatinkan. Berdasarkan hal itu, Global Future Institute merasa perlu untuk memberi perspektif terkait isu tersebut.

  1. Global Future Institute berpandangan bahwa kasus kiriman asap dari Pekan Baru-Riau hanya merupakan isu tahap awal yang ditebar oleh Negara Jiran-Malaysia dan Singapura, untuk kemudian akan diangkat tema perlunya Capacity Building di bidang bantuan teknis dalam rangka pemadaman hotspot (titik api).
  2. Kenyataan bahwa ada sekitar ratusan hektar lahan di wilayah-wilayah yang ada titik-titik apinya, maka Global Future Institute merasa perlu mengingatkan berbagai kalangan “Pemangku Kepentingan” Politik Luar Negeri dan Perekonomian Nasional, terhadap adanya skema kolonialisme yang hendak ditanamkan melalui Malaysia ke Riau, dengan tujuan untuk menciptakan STERILISASI WILAYAH DI RIAU.
  3. Global Future Institute Merasa Perlu Mengingatkan kenyataan bahwa sesuai dengan telaah berbagai pakar geologi, di mana pada wilayah hotspot (titik api) maka niscaya terdapat kandungan mineral yang cukup melimpah.
  4. Karena itu, terkait potensi ancaman Skema Kolonialisme yang akan mengragunakan Singapura dan Malaysia sebagai “Pintu Masuk”, maka Global Future Institute mendesak Pemerintah Indonesia mewaspadai berbagai pola kerjasama bilateral Indonesia-Singapura seperti format kerjasama di bawah payung Defense Cooperation Agreement (DCA)  ketika secara terselubung Singapura bermaksud menyasar Pulau Natuna sebagai daerah kekuasaannya.
  5. GFI berpendapat bahwa kerjasama bilateral ala DCA antara Indonesia dan Singapura, maupun dengan negara-negara tetaangga lainnya di kawasan Asia Tenggara, merupakan modus operandi dengan pola meminjam salah satu wilayah NKRI dengan dalih untuk Latihan Militer, namun sesunguhnya untuk melayani skema Amerika Serikat dan Sekutunya  dalam menguasai Pilar-Pilar Ekonomi dan Sumberdaya Alam di wilayah yang dipinjam sebagai Pangkalan Militer. Dalam hal ini Minyak dan Gas di Natuna, sebagaimana yang awalnya mereka bermaksud menguasainya  berdasarkan format DCA.
  6. Kiranya segenap elemen bangsa, baik di pemerintahan maupun masyarakat, hendaknya meningkatkan kewaspadaannya  menghadapi model-model asimetris (non militer) AS dan Sekutu-sekutu baratnya untuk pencaplokan wilayah  NKRI .

Tim Penyusun:
Hendrajit
M Arief Pranoto
Ferdiansyah Ali
Rusman

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com