Runtuhnya Dinasti Amerika (3)

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah Internasional dari Global Future Institute (GFI)

Menurut Laurence Kotlikoff, ekonom di Boston University dan co-penulis The Coming Generational Storm: What You Need to Know about America’s Economic Future mengatakan, “Pemerintah berbohong tentang jumlah utang. Lihatlah dalam akuntansi Enron”. Kemudian juga dikatakan oleh Andrew Moylan, Direktur Urusan Pemerintah untuk Wajib Pajak Nasional (National Taxpayer Union) bahwa masalahnya, kami melihat ledakan di sektor pengeluaran.

Akhirnya Kotlikoff dan Moylan sependapat, bahwa utang nasional AS jauh lebih besar dari jumlah resmi 13,4 triliun USD. Meski keduanya belum sepakat perihal jumlah yang tepat. Kotlikoff mengatakan utang sebenarnya adalah 200 triliun USD, sedang Moylan mengatakan sekitar 60 triliun USD. Luar biasa. (Barangkali) inilah utang negara terbesar sepanjang peradaban manusia di muka bumi!

Tatkala Obama melanjutkan kebijakan perang dengan menambah 30.000 tentara di Afghansitan, boleh dibayangkan berapa trilyun USD lagi bakal dikeluarkan dari kocek Paman Sam terbuang sia-sia. Pertanyaan retorika, bukankah penambahan pasukan itu identik kalah perang di pertempuran sebab banyak yang tewas?

Agaknya “kambing hitam” kredit macet perumahan dan isue skandal Bernard Madoff yang “ngemplang” saham atas krisis ekonomi AS, hampir tidak lagi dipercaya masyarakat internasional. Penerapan Politik Proteksi selama ini oleh AS – sinergi antara militer dan dunia usaha — ternyata membentur batu karang dalam invasinya ke Iraq dan Afghanistan. Segelintir individu dan korporasi raksasa yang selama ini berada di belakang kebijakan militer AS, awalnya ingin untung ternyata buntung, termasuk negara-negara sekutunya (NATO dan ISAF), sebab modal usaha (sharing saham) di Iraq dan Afghanistan pun hilang musnah ditelan tanah gersang di kedua negara. Maka pantaslah,  jika Malaysia dan Singapore meski cuma “secuil” di peta — pada awal krisis global, ekonominya minus sekian persen (sekitar 4 atau 5 %), agaknya mereka tergabung dalam ISAF (amoeba NATO di Asia). Ya, rupanya ikut sharing saham nich yeee?

Seorang esai Amerika terkenal, Gore Vidal, memperkirakan dampak negatif pemerintahan Bush Jr akan dirasakan hingga 100 tahun kedepan. Hal itu tersirat makna, bahwa Amerika bakal terlempar ke masa silam. Ia kembali ke masa peradaban seabad lampau.

Ada pelajaran lama mengatakan : “Betapapun supernya kekuatan bersenjata suatu negara, tidak selalu mudah menundukkan tekad perlawanan gerilya rakyat guna mempertahankan eksistensinya”. Agaknya AS abai lagi lalai terhadap hikmah kekalahannya dalam perang di Vietnam. Paman Sam lupa pelajaran lama. Mungkin ia tersihir sendiri oleh Rambo, James Bond 007, Popeye atau Kolonel Bradock, tokoh-tokoh imajiner ciptaannya yang selalu cerdas dan menang di setiap pertempuran!

(3) Tak Tanggung Jawabnya Pemerintah dalam Perpajakan. Tak dapat dipungkiri, perang Iraq dan Afghanistan sangat mahal tetapi tidak menghasilkan apa-apa, bahkan membuat bangkrut ekonomi negaranya. Keuntungan perang, hanya dinikmati segelintir orang yakni para kontraktor perang dan pemilik pabrik senjata dan peralatan militer. Hal ini merupakan bukti tidak bertanggung jawabnya pemerintah terhadap biaya perang yang berasal dari pajak. Perang belum berakhir. Artinya uang rakyat bakal terus mengalir. Dan pajak rakyat akan membiayai operasional perang sampai akhir. Sementara kemenangan bagi AS dan sekutu — masih sulit diukir.

Hakikinya, kebijakan penambahan pasukan merupakan indikasi bahwa AS dan sekutu adalah kalah perang baik di Iraq maupun Afghanistan. Hanya berbagai media dunia menutupi. AS memang jagonya dalam hal edit dan counter berita. Termasuk “menyembunyikan” berapa angka besaran utang sebenarnya.

Membuat perbandingan waktu atas perang yang selama ini dilakukan AS dan sekutu di dunia, maka perang di Iraq dan Afghanistan merupakan perang terlama. Perang Dunia (PD) I hanya dua tahun dua bulan, PD II – tiga tahun delapan bulan, Perang Korea tiga tahun satu bulan, bahkan perang saudara di AS sendiri dulu hanya membutuhkan waktu empat tahun saja. Bandingkan dengan perang di Iraq dan Afghanistan yang dekade 2011 ini telah memasuki tahun ke 10. Luar biasa.

Dari sisi budget, menurut Stiglitz, belum termasuk beban bunga dan biaya sosial ekonomi dan lain-lain, biaya perang selama lima tahun mencapai 3 trilyun USD. Entah kini sudah berapa kali lipat dari lima tahun pertama. Oleh sebab semenjak 2004-an jumlah personel militer yang diterjunkan di medan laga naik 15 %, tetapi biaya justru melambung hingga 150 %. Kenapa?

(Ingin tahu faktor membengkaknya budget perang? Baca terus, ya! BERSAMBUNG-4)

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com