Runtuhnya Dinasti Amerika (5-Habis)

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah Internasional dari Global Future Institute (GFI)

Berkali-kali diselenggarakan KTT, di Washington (15/11/2008), di London (2/4/2009), dan tanggal 24-25 September 2009 di Pittsburgh, tetapi berkali-kali pula solusi dan ruh dari pertemuan G-20 bersifat klasik – mengarah pada pelestarian sistem kapitalisme, seperti mempertahankan langkah stimulus, meningkatkan kuantitas dan kualitas modal bank, pemangkasan gaji dan bonus para eksekutif di sektor perbankan, penghapusan tempat bebas pajak (tax heaven), dan kesepakatan menghapus subsidi bahan bakar fosil yang memperparah pemanasan global.

Dan agaknya, AS menggiring negara-negara di dunia untuk terlibat secara langsung pendanaan krisis melalui “dana segar” pengembalian utang dari negara-negara berkembang. Retorikanya : Bukankah uang yang dihutang adalah kertas-kertas bodong yang dicetak tanpa jaminan?

“Tsunami Dolar”  

Selayaknya, usaha money laundring ini bisa digagalkan melalui penolakan negara-negara. Terutama negara penerima stimulus dalam bentuk dolar. Kecuali AS mendukung dolarnya dengan cadangan emas. Akan tetapi, bagaimana akan mendukung emas pada setiap dolar yang dicetak, sedang alasan AS ketika keluar secara sepihak dari perjanjian Bretton Woods 1971-an disebabkan ketidak-mampuan menjamin emas pada setiap dolar yang dicetak?

Disinyalir kini telah banyak bahkan berlimpah dolar beredar tidak sebanding dengan cadangan emas AS. Dolar bodong menyebar kemana-mana. Itulah yang kini tengah terjadi. Ia mencetak kertas-kertas dengan harapan negara berkembang masih mempercayai bahwa kertas dolarnya mempunyai nilai. Dan G-20 adalah methode terbaru AS menyebar dolar bodong ke berbagai belahan dunia guna mempertahankan hegemoninya.

Dari uraian di atas, meski banyak aspek lain yang dapat dijadikan tanda dan isyarat jatuhnya Dinasti Amerika, diperkirakan awal keruntuhan dipicu dari kembalinya dolar ke negeri asal, oleh karena berbagai negara tak lagi percaya dan enggan menggunakan sebagai alat tukar internasional. Terlebih lagi sebagai cadangan devisa negara. Ya, dolar bakalan mudik. Istilahnya pulang basamo menyerbu negeri asalnya. Inilah yang disebut “tsunami dolar”. Maka ibarat ombak di lautan, kertas dolar membentuk gelombang tinggi, menerjang dan menghantam Paman Sam tidak bisa dihadang. Tidak ada kekuatan yang mampu menghentikan. Inflasi teramat tinggi. Dolar menjadi tumpukan kertas tidak ada arti. Hampir segala krisis menerpa itu negeri. Kerusuhan di sana-sini. Pemerintahan tak lagi berfungsi. Isyarat yang dihembuskan Walkel menjadi nyata dan terbukti. Ramalkan Panarin ternyata bukan mimpi. Amerika terbelah seperti kapal pecah. Entah kapan.

Nun jauh disana. Ada sosok resah menunggu. Itulah Ruh Uni Soviet. Sobat kental sekaligus rivalnya. Asyik menyirami pusara anak emasnya : Kho Moe Nies. Kiblat yang dipertaruhkan hingga porak-poranda. Tetapi ia gembira, sebab kemarin turut bersaksi atas keruntuhan kembaran anaknya, si congkak Kapitalis! Selamat datang kawan, ucap sang Ruh, sudah kuduga nasibmu pasti serupa, sebab hakikat anak-anak kita berwatak sama, tidak ada beda. Bikin rusak tatanan dunia.

Di akhir episode pasca pemakaman, meski tanah merah masih basah di sekitar nisan, keduanya bertemu. Ruh Amerika dan Uni Soviet berangkulan melepas rindu. Menoreh hitam sejarah masa lalu. Buat dongeng anak cucu, bahwa para adidaya itu memang doeloe pernah ada (being), nyata (reality) dan berada (existence).

Tulisan ini bukan ramalan, atau dongengan legenda. Apalagi bermaksud menakut-nakuti. Tidak sama sekali. Akan tetapi, tolong disikapi dan jangan sekali-kali dianggap isapan jempol belaka!

Terimakasih

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com