Runtuhnya Uni Soviet, Kristen Ortodox, dan Penyeimbang Hegemoni AS

Bagikan artikel ini
Abu Bakar Bamuzaham, Research Associate Global Future Institute (GFI)
Menarik bila kita mencermati kembali ambruknya Negara Uni Soviet pada tahun 1989. Bila kita coba membaca dari sudut pandang Geopolitik, ternyata  runtuhnya Uni Soviet bukan berarti menjadikan negara beruang merah tersebut menjadi negara yang terpuruk dan hancur berkeping-keping.
Seiring dengan ambruknya Komunisme dan runtuhnya tembok Berlin di Jerman pada akhir abad 20 memasuki awal abad 21 ternyata telah membawa hikmah tersendiri bagi warga penganut Kristen Ortodoks.
Pasalnya pasca runtuhnya Negara Uni Soviet justru menghadirkan dialektika dan dinamika sejarah baru yang melahirkan ‘janin baru’ dengan identitas baru bernama Negara Rusia yang berpaham Kristen Ortodox.
Uni Soviet yang nota bene kala itu memiliki ideologi berpaham sosialis komunis, tapi ketika sistem Sosialisme itu sendiri kolaps dan tak mampu mengatasi dinamika zaman, maka justru hal itu menjadi jalan takdir bagi Negara Rusia untuk menemukan kembali identitas jati dirinya sendiri yang telah terkubur sekian lama semasa Komunisme di era Uni Soviet.
Vladimir Putin mampu menghayati kembali pentingnya spirit agama bagi pondasi jati diri bangsa yang selama ini identitas tersebut terkubur dalam Sistem Sosialisme.
Agama Kristen Ortodox yang telah bersenyawa dengan rakyat Rusia selama berabad abad dan telah menjadi bagian dari kearifan lokal Rusia mampu diangkat kembali oleh Putin menjadi identitas dan spirit negara yang lebih tahan banting dalam menghadapi tantangan masa depan.
Perlu diketahui, Presiden Vladimir Putin memang telah lama menjadi pendukung nilai-nilai Kristen Ortodoks di Rusia.
Secara terbuka, Putin pernah menyerukan Gereja untuk memainkan peran lebih besar dalam kehidupan sosial warga. Putin juga mendorong agar pelajaran agama diajarkan di sekolah-sekolah, dan meminta para pengelola media televisi untuk menyiarkan program-program televisi yang menekankan nilai-nilai agama.
Seperti disampaikan oleh Presiden Vladimir Putin dalam beberapa kali kesempatan di pidatonya, bahwa kebijakan Rusia hari ini adalah kebijakan Dewan Gereja. Gereja bertanggung jawab dalam perkembangan Pendidikan dan Budaya di Rusia.
Bukan sekedar slogan menjadikan agama sebagai tameng popularitas untuk mencari dukungan suara rakyat, Putin justru telah menetabkan Kristen Ortodox menjadi spirit pemerintahan di Negara Rusia.
“Pemerintah dan Gereja Ortodox sebagai mitra dan rekan yang aktif menyelesaikan tugas domestik dan internasional yang begitu mendesak, sebagai bagian dari inisiatif bersama untuk kepentingan negara dan rakyat,” kata Putin.
Bahkan secara terang-terangan Putin menyampaikan kepada Metropolitan Hilarion, Kepala Hubungan Luar Negeri Gereja Ortodoks Rusia, bahwa saat ini Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk membuat perlindungan dan pertahanan bagi agama Kristen di seluruh dunia dengan menjadikan hal ini sebagai bagian utama dari kebijakan luar negerinya.
Ini masalah mendesak yang harus menjadi subjek perhatian bagi seluruh masyarakat Internasional. Sangat penting untuk kita melakukan upaya mencegah konflik antar budaya dan antar agama, yang penuh dengan gejolak,” kata Putin.
Tuhan dapat memakai setiap manusia untuk menjadi alat-Nya di bumi. Terlepas apa agama dan kepercayaan mereka, Dia bisa membawa mereka melakukan apa yang Dia mau. Jadi, tak perlu takut akan keamanan hidup kita, selama kita menggunakan Agama, karena ada Tuhan yang luar biasa yang senantiasa menjaga hidup kita di bumi, disampaikan oleh Putin dalam sebuah pidatonya.
“Penerapan Kekristenan menjadi titik balik dalam nasib tanah air kita (Rusia), membuatnya menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari peradaban Kristen dan membantunya berubah menjadi salah satu kekuatan terbesar di dunia,” kata Putin.
Pasca Putin secara resmi menerapkan kebijakannya yang menilai agama sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem Pemerintahan dan secara tegas menolak argumen bahwa agama bukan akar dari terorisme, hal ini membawa angin segar pula bagi Umat Muslim di Rusia.
Komunitas muslim yang selama era Komunis Soviet tertindas dan terisolasi, kini bisa melaksanakan kegiatan keagamaan mereka dengan sangat leluasa.
Seorang Warga Negara Indonesia, Muhammad Aji Surya mengungkapkan, jumlah pemeluk Islam di Rusia adalah agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks, yakni sekitar 21-28 juta penduduk atau 15-20 persen dari sekitar 142 juta penduduk.
Dengan kebijakan Putin yang menentang penggunaan kata “Islam” yang dilekatkan dengan kata “teror” secara bersamaan, sejak 2015 ini banyak analis memprediksikan bahwa umat Islam di Rusia akan berkembang menjadi mayoritas di tahun 2050.
Ibarat sebuah kupu-kupu yang keluar dari kepompongnya, Negara Rusia hari ini yang terlahir dari reruntuhan Negara Sosialis Komunis Uni Soviet itu kini telah menjelma menjadi negara adi daya baru yang mampu menggebrak Hegemoni Negara Super Power AS.
Bahkan dalam pidato kenegaraan tahunan terbarunya, Putin telah berani secara terang-terangan mempresentasikan video untuk memamerkan pengembangan dua sistem baru peluncuran nuklir yang menurutnya bisa mensiasati deteksi radar AS.
Satu tayangan video grafis yang dirilis Putin di depan Majelis Parlemen Rusia baru-baru ini tampak menunjukkan rudal Rusia menghujani negara bagian Florida, AS.
Video presentasi Rudal Rusia yang dipresentasikan menghujani Florida AS ini seolah sebuah ‘unjuk gigi’ ala Rusia untuk menggebrak hegemoni AS yang selama ini seolah tak ada yang mampu menandingi kekuatan militernya.
Berkaca dari bangkitnya kembali Negara Rusia dari reruntuhan Uni Soviet ini dapat memberi wacana bagi kita bahwa ambruknya sebuah Negara bukan berarti negara tersebut lenyap dari muka bumi.
Akan tetapi justru sebaliknya. Selama kita mampu menyadari kelemahan dan nasib buruk yang kita alami, bisa menjadi titik balik momentum kebangkitan.
Dengan makna lain. Sebuah Negeri boleh saja runtuh, namun selama ada lapisan kepemimpinan bangsa yang mampu menghayati dialektika dan dinamika dalam sejarah. Maka keruntuhan sebuah bangsa yang disebabkan oleh sistem lamanya yang kolaps dan tak mampu menjawab dinamika kemajuan zaman, maka bisa jadi hal itu justru menjadi jalan bertumbuhnya Negara baru yang semakin sempurna dan samakin beradab.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com