Sejarah Freeport Indonesia

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

1936 Ekspedisi Colijn, termasuk Jean-Jacques Dozy, merupakan kelompok luar pertama yang mencapai gunung gletser Jayawijaya dan menemukan Ertsberg. 1960 Ekspedisi Freeport dipimpin Forbes Wilson & Del Flint menjelajah Ertsberg. 1963 Serah terima Nederlands Nieuw-Guinea dari pihak Belanda ke PBB, yang pada gilirannya mengalihkannya ke Indonesia.

Rencana proyek tambang ditangguhkan akibat kebijaksanaan rezim Soekarno. 1966 Peralihan kekuasaan penuh dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Pembentukan pemerintahan baru yang mendorong investasi sektor swasta serta langkah-langkah reformasi ekonomi lainnya. Freeport diundang ke Jakarta untuk pembicaraan awal mengenai kontrak tambang di Ertsberg. 1967 Penandatanganan Kontrak Karya untuk masa 30 tahun, yang menjadikan PTFI sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi. 1969 Negosiasi kontrak penjualan jangka panjang dan perjanjian proyek pendanaan.

Studi kelayakan selesai dan disetujui. 1970 Pembangunan proyek berskala penuh dimulai. 1972 Uji coba pengapalan pertama ekspor konsentrat tembaga dari Ertsberg. 1973 Peluncuran proyek, dan lokasi kota dinamakan Tembagapura. Proyek Ertsberg mulai beroperasi. 1975 Kegiatan eksplorasi dimulai atas cadangan bawah tanah tembaga pada Gunung Bijih Timur (GBT). 1976 Pemerintah Indonesia membeli 8,5% saham PTFI dari Freeport Minerals Company dan investor lain.

1978 Studi kelayakan proyek tambang bawah tanah GBT disetujui. 1981 Tambang bawah tanah GBT mulai beroperasi. 1985 Tambahan cadangan tembaga bawah tanah ditemukan di bawah tambang bawah tanah GBT. 1987 Setelah mengalami beberapa kali pengembangan produksi rata-rata meningkat menjadi 16.400 ton/hari dua kali lipat dari rencana awal pada tahun 1967 cadangan total menjadi 100 juta ton metrik. JJ. Dozy (kanan) bersama rekannya Frits J.

Wissel dan pimpinan ekspedisi, Dr. Anton H. Coljin. Tim Coljin memanfaatkan pesawat tua milik Batafsche Petroleum Maatschappij (BPM), sebuah perusahaan minyak. Ekspedisi Wilson menggunakan 14 perahu kano dan 44 pendayung Kamoro untuk mengangkut manusia dan barang melalui Sungai Mawati ke arah hulu di kaki pegunungan. Jan Ruygrok, anggota tim Wilson, seorang mantan AL Belanda, mengayuh pedal utnk generator listrik agar dapat menyalakan radio untuk mengirimkan laporan serta meminta bantuan logistik. Ertsberg, 1967.

1988 Cadangan Grasberg ditemukan, melipatgandakan cadangan total menjadi 200 juta ton metrik. 1989 Perluasan hingga 32.000 ton/hari disetujui, dan kajian untuk perluasan hingga 52.000 selesai. Pemerintah Indonesia mengeluarkan izin untuk melakukan eksplorasi tambahan di atas 61.000 hektar. 1990 Pekerjaan konstruksi berlanjut atas perluasan hingga 52.000 ton/hari. 1991 Penandatanganan Kontrak Karya baru dengan masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun ditandatangani bersama Pemerintah Indonesia.

Hingga akhir tahun, total cadangan berjumlah hampir 770 juta ton metrik. 1992 Kajian perluasan hingga 90.000 ton/hari disetujui. Sementara produksi rata-rata sebesar 58.000 ton/hari, pekerjaan berlanjut untuk meningkatkan kapasitas hingga 66.000 ton/hari. 1993 PTFI melakukan privatisasi atas beberapa aset non-tambang tertentu. Peningkatan hingga 115.000 ton/hari disetujui. FCX membeli RTM (pabrik peleburan di Spanyol). Hingga akhir tahun, total cadangan mencapai hampir 1,1 miliar ton metrik. 1994 Studi Dampak Lingkungan Hidup 160.000 ton/hari PTFI disetujui.

Pengumuman tentang usaha patungan pabrik peleburan PT Smelting di Gresik. 1995 PTFI menandatangani kerjasama dengan Rio Tinto. Kota baru di dataran rendah, Kuala Kencana, diresmikan. Bersamaan dengan Konsentrator #3, peningkatan hingga 125.000 ton/hari yang melebihi rencana selesai sebelum waktunya dan di bawah anggaran. Kegiatan eksplorasi berlanjut yang bersebelahan dengan kegiatan operasional mengidentifikasi daerah-daerah baru yang memiliki potensi mineralisasi yang signifikan, yakni “Segitiga Emas”.

Penambahan tambang bawah tanah Grasberg meningkatkan cadangan menjadi 1,9 miliar ton metrik hingga akhir tahun. 1996 Upaya eksplorasi memberi hasil sangat baik dengan penambahan cadangan Kucing Liar; hingga akhir tahun, total cadangan mencapai lebih 2 miliar ton metrik. PTFI mulai ikut serta di dalam Rencana Pengembangan Timika Terpadu dari Pemerintah, dengan sumbangan satu persen dari pendapatan setiap tahun (dana 1%). PTFI melakukan audit sosial dan lingkungan hidup secara sukarela dengan hasil yang positif. Komitmen membangun sarana-sarana bagi Pemerintah Indonesia menghasilkan peningkatan pengamanan bagi personil dan kegiatan operasional. Perluasan Konsentrator # 4 disetujui.

1997 Audit Sosial oleh Labat Anderson diserahkan kepada PTFI dan Kementerian Lingkungan Hidup, dan revisi dilakukan terhadap penyelenggaraan FFIJD agar lebih tanggap terhadap kebutuhan pembangunan di desa-desa. PTFI mendapatkan izin perluasan hingga 300.000 ton/hari. Pekerjaan perluasan Konsentrator # 4 berlanjut.

Tambahan cadangan hingga akhir tahun terdiri dari 2,6x produksi tembaga dan 3x produksi emas untuk tahun 1997, terutama tambahan dari Kucing Liar. 1998 PT Smelting yang 25% kepemilikannya dikuasai PTFI mulai beroperasi di Jawa Timur. PTFI memasok seluruh kebutuhan konsentratnya. Perluasan Konsentrator #4 selesai dan mulai beroperasi. PTFI melakukan program operasional “Hunker Down and Go” (Bertahan dan Maju) di tengah iklim harga komoditas rendah, dengan mencapai rata-rata lebih 196.000 ton/hari, dan produksi logam mencapai rekor, serta biaya produksi tunai neto yang rendah. Tambahan cadangan yang cukup signifikan berasal dari DOZ dan Kucing Liar meningkatkan cadangan total menjadi hampir 2,5 miliar ton metrik.

1999 Audit Lingkungan Hidup oleh Montgomery-Watson selesai, yang menemukan bahwa sistem pengelolaan lingkungan hidup yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh PTFI merupakan “teladan dan contoh bagi industri pertambangan.” Kegiatan operasional mencetak rekor produksi logam serta biaya tunai satuan. Proyek bawah tanah DOZ dengan kapasitas 25,000 ton/hari disetujui dan diluncurkan. 2000 MoU tentang sumber daya sosial ekonomi, HAM, hak ulayat, dan hak lingkungan hidup diumumkan oleh pimpinan LEMASA (lembaga masyarakat suku Amungme), LEMASKO (lembaga masyarakat suku Kamoro) dan PTFI. Pembangunan tambang bawah tanah DOZ dimulai.

Produksi tembaga mencapai rekor dengan lebih 1,64 miliar pon tembaga. 2001 FCX dan PTFI menandatangani perjanjian sukarela khusus Dana Perwalian bersama warga Amungme dan Kamoro yang tinggal dekat wilayah kegiatan tambang, dengan menyumbang jumlah awal sebesar $2,5 juta AS, dan selanjutnya $1 juta AS setiap tahun. Tingkat produksi pabrik pengolahan (mill) mencapai rekor dengan hampir 238.000 ton/hari serta produksi emas rata-rata setiap tahun mencapai hampir 3,5 juta ons. 2002 Produksi tembaga mencapai rekor dengan 1,8 miliar pon tembaga. Tambang bawah tanah DOZ mencapai produksi berkelanjutan sebesar 25.000 ton/hari.

PTFI menyerahkan kepada Pemerintah Indonesia hasil kajian Penilaian Resiko Lingkungan Hidup dari sistem pengelolaan tailing yang menetapkan bahwa dampak lingkungan hidup sesuai dengan yang diperkirakan pada AMDAL 1997, dan disetujui oleh Pemerintah.

2003 Peningkatan DOZ hingga 35.000 ton/hari disetujui dan selesai. Peristiwa longsor di tambang terbuka Grasberg berdampak terhadap kegiatan Kuartal 4. Biaya produksi tunai netto rata-rata mencatat rekor kredit sebesar 2¢ per pon tembaga. 2004 2004 Kegiatan pembersihan di tambang terbuka Grasberg selesai, dan kegiatan operasional dilanjutkan dengan penambangan pada bagian berkadar tinggi tambang Grasberg. DOZ beroperasi pada tingkat 43.600 ton/hari, melebihi kapasitas rancangan sebesar 35.000 ton/hari; peningkatan hingga 50.000 ton/hari disetujui.

2005 2005 Hasil berkadar tinggi dari Grasberg menyebabkan jumlah produksi yang hampir mencapai rekor sebesar 1,6 miliar pon tembaga dan 3,4 juta ons emas. DOZ tetap beroperasi pada tingkat 42.000 ton/hari, melebihi kapasitas rancang. Pengembangan cadangan Big Gossan disetujui. Audit lingkungan hidup eksternal tiga tahunan yang dilakukan Montgomery-Watson-Harza menyimpulkan bahwa praktek pengelolaan lingkungan hidup perusahaan masih berdasarkan (dan dalam berbagai hal mewakili) praktek pengelolaan terbaik untuk industri pertambangan tembaga dan emas secara internasional.

2006 PTFI mencatat rekor hasil keuangan akibat harga tembaga dan emas mencapai tingkat tertinggi setelah beberapa tahun. DOZ beroperasi pada tingkat 45.000 tpd, di atas kapasitas desain awal. PTFI juga mencatat rekor triwulan dengan tingkat mill mencapai 246.500 tpd. 2007 Dengan pasar komoditas dunia yang menguat, PTFI kembali membukukan rekor hasil keuangan. PTFI juga mencatat beberapa pencapaian lain, termasuk tingkat operasi pertambangan DOZ kali ini mencapai 53.500 tpd, dan tingkat recovery di mill mencapai 90,5%. Ekspansi DOZ menuju 50.000 tpd dicapai pada pertengahan 2007. Audit resertifikasi ISO14001 selesai.

2008 Setelah triwulan pertama dengan harga-harga komoditas yang kuat, hasil keuangan PTFI mengalami penurunan yang mendadak akibat harga komoditas dan kondisi ekonomi yang terjadi mulai pertengahan September. Volume menunjukkan akses yang terbatas kepada bagian high-grade dari Grasberg pit sebagai akibat dari slip skala kecil yang terhadi pada awal September. DOZ beroperasi pada level 63.200 tpd.

Kasus Dan Peristiwa 21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg. 22 Februari 2006, sekelompok mahasiswa asal Papua beraksi terhadap penembakan di Timika sehari sebelumnya dengan merusak gedung Plasa 89 di Jakarta yang merupakan gedung tempat PT Freeport Indonesia berkantor. 23 Februari 2006, masyarakat Papua Barat yang tergabung dalam Solidaritas Tragedi Freeport menggelar unjuk rasa di depan Istana, menuntuk presiden untuk menutup Freeport Indonesia. Aksi yang sama juga dilakukan oleh sekitar 50 mahasiswa asal Papua di Manado. 25 Februari 2006, karyawan PT Freeport Indonesia kembali bekerja setelah palang di Mile 74 dibuka. 27 Februari 2006, Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat menduduki kantor PT Freeport Indonesia di Plasa 89, Jakarta. Aksi menentang Freeport juga terjadi di Jayapura dan Manado.

28 Februari 2006, Demonstran di Plasa 89, Jakarta, bentrok dengan polisi. Aksi ini mengakibatkan 8 orang polisi terluka. 1 Maret 2006, demonstrasi selama 3 hari di Plasa 89 berakhir. 8 aktivis LSM yang mendampingi mahasiswa Papua ditangkap dengan tuduhan menyusup ke dalam aksi mahasiswa Papua. Puluhan mahasiswa asal Papua di Makassar berdemonstrasi dan merusak Monumen Pembebasan Irian Barat. 3 Maret 2006, masyarakat Papua di Solo berdemonstrasi menentang Freeport. 7 Maret 2006, demonstrasi di Mile 28, Timika di dekat bandar udara Moses Kilangin mengakibatkan jadwal penerbangan pesawat terganggu.

14 Maret 2006, massa yang membawa anak panah dan tombak menutup checkpoint 28 di Timika. Massa juga mengamuk di depan Hotel Sheraton. 15 Maret 2006, Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkap delapan orang yang dituduh merusak Hotel Sheraton. Dua orang polisi terkena anak panah. 16 Maret 2006, aksi pemblokiran jalan di depan Kampus Universitas Cendrawasih, Abepura, Jayapura, oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura, berakhir dengan bentrokan berdarah, menyebabkan 3 orang anggota Brimob dan 1 intelijen TNI tewas dan puluhan luka-luka baik dari pihak mahasiswa dan pihak aparat.

17 Maret 2006, Tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena peluru pantulan setelah beberapa anggota Brimob menembakkan senjatanya ke udara di depan Kodim Abepura . Beberapa wartawan televisi yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh Brimob. 22 Maret 2006, satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah berada dalam kondisi kritis selama enam hari 23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT Freeport Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera. 23 Maret 2006, Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota laut. 18 April 2007, sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan pada 21 April setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai kenaikan gaji terendah.

Diolah dari berbagai sumber oleh Tim Riset Global Future Institute.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com