Titiek Soeharto, “Mutiara” Bersinar di Kancah Politik Indonesia

Bagikan artikel ini

Pernyataan Titiek Soeharto yang meminta Setya Novanto untuk mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar dan ketua DPR RI menarik untuk disimak. Sikap Mbak Titiek, begitu ia kerap disapa, menurut hemat penulis sangatlah beralasan dan perlu mendapat apresiasi.

Pertama, Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Kedua, Mbak Titiek yang saat ini menjabat Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar ingin menyampaikan pesan penting kepada bangsa Indonesia, yang menginginkan citra politik nasional yang lebih baik.

Ketiga, tentunya akan sangat aneh bila lembaga tinggi negara yang sangat terhormat, sekelas DPR diketuai oleh seorang tersangka. Tidak terbayangkan apa pandangan dunia internasional terhadap simbol-simbol kenegaraan Indonesia, tentunya mempunyai dampak yang sangat jelek.  Keempat, pernyataannya ini jelas mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Faktor ini mengingatkan kita bahwa partai Golkar yang menginginkan terciptanya Indonesia yang bersih atau clean government.

Dalam diskusi terbatas yang penulis hadiri pada kesempatan beberapa waktu lalu menyimpulkan, bahwa apa yang dilakukan Mbak Titiek sesuatu yang positif, utamanya bagi kualitas perpolitikan di Indonesia.

Sebagai seorang politisi, sikapnya menuntut Setnov mundur terbilang sangat berani. Mbak Titiek tentu mendapat “tekanan” politik di internal Partai Golkar. Agaknya, ia siap dengan segala resiko yang akan terjadi.

Bisa jadi sikap tegas Mbak Titiek ini muncul, karena panggilan hati nurani dan juga sejalan dengan derasnya dorongan dari kalangan muda di internal partai berlambang beringin ini. Bisa dipahami, mengingat Mbak Titiek selalu memiliki kepedulian dan harapan besar kepada kaum muda. Utamanya generasi muda partai Golkar, yang menginginkan dari kader muda baru dan bersih. Apalagi di era transisi seperti saat ini, yang diperlukan Indonesia kesiapan menghadapi tantangan dunia pada abad 21.

Penulis memberikan apresiasi  atas sikap politisi bernama lengkap Siti Hediati Hariyadi ini. Sehingga penulis terdorong ingin mengetahui siapa dan bagaimana sosok politisi wanita ini selama 5 tahun terakhir?

Penerus Dinasti Cendana

Seakan menelusuri sebuah jejak di padang pasir, penulis yang belum pernah bertatap muka langsung dengan Mbak Titiek, harus rajin berselancar di dunia maya. Mau tidak mau,  memaksa penulis harus berdiskusi dengan beberapa rekan jurnalis dan senior-senior yang mengenal sepak terjang putri keempat Panglima Besar Jendral Soeharto ini.

Sebuah artikel bertanjuk Pilpres 2019 Pertarungan Antar-Dinasti: Cikeas-Cendana-Kebagusan, yang dimuat di rakyat merdeka online (Senin, 14 Agustus 2017) menarik untuk dijadikan pijakan mengulas sosok Mbak Titiek.

Artikel yang ditulis oleh Derek Manangka ini seakan mengingatkkan kembali kepada khalayak, bahwa sosok Mbak Titiek menjadi politisi yang diperhitungkan dalam kancah perpolitikan tanah air. “Empat tahun lalu seorang diplomat dari sebuah negara Eropa Barat mengungkapkan analisanya bahwa Titiek Soeharto atau Titiek Hediati Haryadi, bakal menjadi penerus Dinasti Cendana,” demikian kutipan artikel Derek Manangka ini.

Menurut pandangan penulis, di antara semua dinasti cendana, sebut saja Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto dan Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, sepak terjang aktifitas politik Mbak Titiek lebih bersinar.

Bila ditelusuri, perjalanan politik Mbak Titiek tidak muncul begitu saja. Jauh sebelum terjun ke dunia politik, Mbak Titiek terbilang sangat aktif di berbagai lembaga-lembaga sosial, budaya, seni dan olahraga. Misalnya, Mbak Titiek menjadi ketua Yayasan Seni Rupa Indonesia dalam ikut serta memajukan dunia seni rupa Indonesia.  Tentu saja, mantan isteri Danjen Kopasus, lantas Pangkostrad Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto ini terpanggil untuk ikut memajukan dunia seni di Indonesia.

Selain sebagai anggota legislatif, Mbak Titiek juga konsisten dengan menunjukkan kerja nyata di daerah pemilihannya di Yogjakarta. Misalnya, dengan memberikan secara suka rela membagi-bagikan bibit-bawang merah, ikan dan padi kepada masyarakat di Yogjakarta. Upaya Mbak Titiek ini tentu membantu program pemerintah, terkait ketahanan pangan. Kepeduliannya itu menurut penulis sudah sangat tepat ditengah begitu derasnya gempuran impor, utamannya pangan, selama kurun waktu 10 tahun belakangan.

Meskipun hal ini minim dipublikasikan oleh media, apa yang dilakukan oleh Mbak Titiek adalah sebuah langkah strategis. Disini terlihat, Mbak Titiek memiliki pandangan yang sangat visioner, seperti apa yang diwariskan dari ayahnya, yang selalu berupaya menghendaki kebutuhan sandang, pangan dan papan bisa terpenuhi, dan terjangkau oleh rakyat.

Belakangan, pada Desember 2016, Mbak Titiek ikut bergabung dengan jutaan umat Islam dalam aksi super damai jilid 3 (aksi damai 212) di Lapangan Monas. Selanjutnya, pada maret 2017, Mbak Titiek menggelar silaturahmi nasional bertajuk Dzikir dan Sholawat untuk Negeri di masjid At-Tin. Peringatan 51 tahun Supersemar ini dihadiri sejumlah ulama kondang, tokoh politik nasional dan ratusan ribu umat Islam dari pelosok tanah air.

Pada waktu pilkada DKI yang lalu,walaupun tercatat sebagai kader Partai Golkar, Mbak Titiek ternyata mengambil sikap “zigzag” untuk ikut bergabung bersama Gerindra. Seperti kita ketahui bersama pilgub yang “beraroma pilpres ini” akhirnya dimenangkan oleh Anies-Sandi.

Dibidang olahraga, Mbak Titiek terbilang berhasil melakukan pembinaan kepada atlet-atlet generasi muda. Sumbangsih untuk negara Mbak Titiek abdikan menjadi Ketua Umum Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) masa bakti 2010-2014. Diperiode yang kedua ini Mbak Titiek berhasil melahirkan pemanah-pemanah handal yang mengharumkan bangsa di kancah Internasional. Kabar teranyar dua atlet panahan Indonesia meraih 2 medali emas pertama pada ajang SEA Games 2017 di Kualalumpur, Malaysia, Rabu (16/8/2017). Tentu saja ini menjadi prestasi yang sangat membanggakan, sekaligus menjadi hadiah emas di Hari Kemerdekaan RI ke 72.

Sebelumnya, Mbak Titiek pernah menjadi Ketua Umum Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia yang mendapat meraih lima medali emas. Dari sini terlihat bentuk kepedulian atas prestasi olah raga untuk mengharumkan  Indonesia. Bahkan kecintaan dengan olahraga, Mbak Titiek juga pernah menjadi komentator pertandingan sepakbola dunia di televisi.

Seandainya diberikan kesempatan memimpin Partai Golkar, agaknya Mbak Titiek menjadi sosok yang tepat. Pasalnya, Mbak Titiek mempunyai pandangan jauh ke depan atau berjiwa visioner.

Bisa dibayangkan, bila Mbak Titiek diamanahkan untuk menakhodai Partai Golkar. Dipastikan dinamika perpolitikan semakin menarik. Karena partai yang akan menginjak usia 53 tahun di bulan Oktober mendatang dipimpin kaum hawa.  Sama halnya di PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarno Putri.

Kematangan politik Wakil Ketua Umum ormas Forum Komunikasi Putra-putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) ini agaknya bisa teruji. Pasalnya, ibunda Didit Hediprasetyo yang memiliki prestasi mendunia ini telah melewati beberapa dekade, orde baru, reformasi hingga saat ini.

Penulis berpendapat, bila dibandingkan dengan dinasti lainnya, sebut saja dinasti Cikeas dan Kebagusan, Mbak Titiek jauh lebih unggul dalam kemantangan berpolitik.

Pembawaannya yang santun dan selalu bertindak dalam tantanan Kepentingan Nasional Indonesia, Mbak Titiek mampu membalikkan kesan yang tadinya buruk menjadi baik seputar pengaruh cendana.

Sikap tegasnya terkait kasus yang menjerat Setnov ini, mampu menjadi pembicaraan yang hangat di dalam negeri. Bukan hanya itu, Mbak Titiek dinilai oleh sebagian kalangan sebagai sosok yang perpihak untuk mengedepankan Kepentingan Nasional. Tindakannya ini menjadikan sosok Mbak Titiek sebagai “mutiara” yang bersinar di Hari Kemerdekaan RI yang ke 72.  ***

Rusman
Peneliti Global Future Institute (GFI) dan Sekretaris Jenderal Grahana Casta (Sekjen GC)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com