TKI Siluman Merambah Manca Negara

Bagikan artikel ini

Sjamsoeir Arfie, wartawan senior dan pernah bergabung di Tabloid Detik

Babe Itho, 59 tahun, demikian kami memanggil lelaki Jepang, yang setiap ke Jakarta hampir selalu menginap di rumahku. Sore itu aku bermaksud mengantarnya ke Bandara Soekarno Hatta, ia berencana terbang ke Tokyo dengan pesawat jadwal keberangkatan menjelang tengah malam.

Itho yang secara resmi berprofesi sebagai wartawan sebuah stasiun televisi swasta di Tokyo Jepang melangkah pelan dari dalam rumah menuju sebuah taksi yang parkir di halaman depan. Sopir taksi, kemudian dikenal bernama Pak.Saimin berdiri di samping kendaraannya.

Sopir taksi membuka pintu kendaraan, Itho mau masuk, mereka berdua berpandangan sejenak.

“Babe Itho!” ucap sopir taksi lirih.

“Kamu Saimin?” balas Itho.

Keduanya pun bersalaman.

Selama dalam perjalanan Itho dan Saimin ngobrol dengan bahasa gado-gado, Inggris, Indonesia dan Jepang. Dalam perjalanan hidupnya Saimin berprofesi sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), berdikari, dan selalu berpindah negara, ia mungkin, punya setengah lusin paspor.

Suatu hari Saimin bersama dua rekannya berangkat mau mencari pekerjaan ke kota Seoul, Korea Selatan, secara murah meriah, tapi penuh strategi.

Dari Tanjung Priok ia menumpang Ferry ke Pulau Batam, sekitar Ashar mereka masuk Singapura, menjelang Magrib hari itu juga masuk perbatasan Malaysia, dan besoknya ketika terdengar Azan Magrib  Saimin menyeberang ke perbatasan Thailand, dan mereka selalu menginap di terminal bus.

Di Bandara Bangkok Saimin naik pesawat terbang menuju Seoul, berlagak bagaikan turist bonafide, dan dengan mudah lolos dari pemeriksaan petugas Imigrasi. Ini akan lain kalau terbang langsung dari Jakarta, selain prosedurnya rumit biayanya pun pasti mahal. Belum lagi visa dan tabungan sebagai jaminan senilai lebih Rp 50 juta harus tersedia.  Ditambah lagi tiket pesawat terbang pulang pergi ke negara asal juga harus tersedia. Tapi dengan cara mereka, Saimin tidak perlu memiliki tiket pesawat pulang pergi, tabungan jaminan dan sebagainya.

Selesai pemeriksaan Imigrasi ia mencari telepon umum, menghubungi kenalannya yang asal Indonesia atau Korea, besoknya sudah bekerja di sebuah pabrik.
“Petugas Imigrasi dihampir setiap Bandara biasanya lewat tengah hari selalu dalam keadaan lelah, mereka tak begitu teliti lagi, periksa sana sini sebentar lalu membubuhkan stempel, dan ini modal kami “ kata Saimin.

Setelah enam bulan bekerja di Korea Selatan, dua orang teman Saimin pulang ke Indonesia, dia menyelinap ke kota Tokyo, Jepang, tiga bulan di Negara Sakura timbul masalah keimigrasian, pada saat itu atas rekomendasi pekerja gelap Indonesia di Jepang Babe Itho menyelamatkan Saimin, ia pun bisa mencari uang di sana selama tiga tahun. Dua bulan lalu lelaki dengan empat orang putera puteri itu pulang ke Indonesia. Untuk pengisi waktu selama di Jakarta, dia menjadi sopir taksi. Di garasi rumahnya parkir dua buah mobil. Tidak hanya itu, dia memiliki lebih selusin rumah kontrakan, tabungan dalam bentuk mata uang rupiah dan dollar.

“Pekan depan saya berencana terbang ke Australia, setelah dua tahun balik sebentar ke Indonesia melihat anak isteri lalu menyelusup lagi ke Jepang “ tutur Saimin.

“Paspormu bagaimana Min ?” tanya Itho.

“Saya telah punya paspor baru atas nama Simon Hutapea“ jawab Saimin.

Sebagai pekerja gelap Indonesia di luar negeri, Saimin sudah barang tentu memiliki resiko dengan cara kedatangannya. Biasanya kalau telah keluar dari sebuah negara sangat sulit kembali lagi dengan identitas sama. Namun cukup banyak TKI Indonesia di Jepang atau di negara mana pun bisa beberapa kali keluar masuk negara tersebut dengan identitas berbeda. Lihat saja si supir ini, ia punya paspor atas nama Saimin, beberapa waktu kemudian memakai nama Simon Hutapea, lain hari mengantongi identitas mungkin sebagai Soleiman Tanthular.

Perantau musiman atau TKI Siluman seperti Saimin itu jumlahnya ratusan bahkan mungkin ribuan. Mereka menyebar ke manca negara, dan secara materi mereka terbilang kaya untuk ukuran orang Indonesia kebanyakan.

Bila sudah bekerja di luar negeri sekitar sepuluh tahun atau lebih, walau bolak balik melihat anak isteri bagi pekerja pria, suami atau anak bagi pekerja wanita, kekayaan yang mereka miliki dapat bernilai di atas Rp 1 milyar. Repotnya kalau ingin menetap di Tanah Air, mereka gugup jika mendapat tawaran gaji di bawah Rp 5 juta, alternatifnya memilih berwiraswasta.

Karena kegiatan Babe Itho yang suka menolong pekerja gelap Indonesia di Jepang, penyebab ia akrap denganku, dalam setahun beberapa kali ia ke Indonesia menemui keluarga TKI Siluman itu, minta dibuatkan Surat Keterangan Atas Nama, misalnya Simon Hutapea yang dulu bernama Saimin, dan lain lain.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com