Waspadai Skenario AS Membelokkan the ASEAN Outlook on Indo-Pacific Melalui Pendekatan Rules-Based Order

Bagikan artikel ini

Kementerian Luar Negeri RI, dalam hal ini melalui Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, sudah memulai langkah yang cukup bagus dengan mengusulkan dua pendekatan dalam mengimplementasikan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik. Yaitu pendekatan berbasis normative dan pendekatan berbasis proyek.

Satu aspek menarik terkait pendekatan berbasis normatif tentang Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, yaitu mencantumkan penghormatan terhadap hukum internasional. Menurut Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Morato, Indonesia akan mendorong konsepsi tersebut dari lingkup ASEAN ke kawasan Indo-Pasifik karena adanya beberapa perjanjian yang masih kaku seperti Treaty of Amity and Cooperation (TAC).

Pada 26 Juni lalu, KTT ASEAN ke-34 berhasil menelorkan sebuah kesepakatan baru, yaitu the Outlook on the Indo-Pacific. Indo-Pasifik versi ASEAN. Konsepsi ASEAN yang diberi nama Outlook on the Indo-Pacific itu menegaskan pentingnya sentralitas dan kontribusi dari seluruh negara-negara yang yang berada di kawasan Asia-Pasifik, untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di Indo-Pasifik.

Juga melalui KTT ASEAN ke-34 di Bangkok Thailand itu, atas inisiatif Indonesia, Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik juga menegaskan kembali sentralitas ASEAN di kawasan dengan mengedepankan antara lain inklusifitas, keterbukaan, kesetaraan dan penghormatan terhadap hukum internasional.

Terkait dengan pendekatan normatif sebagai salah satu implementasi Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, salah satu masalah krusial adalah dengan mencantumkan penghormatan terhadap hukum internasional. Termasuk sejumlah hukum internasional yang jadi rujukan dalam pandangan itu seperti Piagam PBB, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Piagam ASEAN, Deklarasi East Asia Summit (EAS) untuk hubungan yang Saling Menguntungkan, serta perjanjian dan kesepakatan yang relevan.

Menurut hasil kajian terbatas Global Future Institute, terkait semakin memanasnya persaingan global AS versus Cina di Asia Pasifik, maupun Asia Tenggara beberapa tahun belakangan ini, kiranya amat penting bagi Kementerian Luar Negeri agar mewaspadai kemungkinan pemerintah AS mencoba mempengaruhi perumusan akhir dari the ASEAN Outlook on Indo-Pacific. Khususnya terhadap apa yang disebut Dirjen Kerjasama ASEAN sebagai pendekatan normatif.

Meskipun dalam pendekatan normatif sebagai salah satu implementasi the ASEAN Outlook on Indo-Pacific ditegaskan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional. Kiranya perlu mewaspadai manuver pemerintah AS yang mencoba mencari celah melalui pendekatan normatif ini, dengan mengajukan skema Indo-Pasifik menurut versinya sendiri yang berbasis Rules-based Order.

Yaitu menciptakan sebuah tatanan berbasis aturan main atas dasar prinsip, siapa yang kuat, dia lah yang mengatur dan mengendalikan aturan mainnya. Dan untuk menciptakan Rules-based Order tersebut, pihak Washington sangat berpotensi untuk menggunakan celah dari pendekatan normatif yang menekankan betul pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional.

Di sinilah Kementerian Luar Negeri, khususnya Direktorat Kerjasama ASEAN, kiranya perlu lebih waspada untuk mengawal secara ketat kemungkinan kementerian luar negeri maupun kementerian pertahanan AS, menggunakan celah pendekatan normatif yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional, untuk memasukkan rumusan-rumusan dan klausul-klausulnya, melalui dokumen-dokumen ASEAN yang akan dirilis terkait Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik.

Mengapa Global Future Institute merasa perlu mengingatkan kementerian luar negeri RI maupun para pemangku kepentingan bidang kebijakan luar negeri agar mewaspadai manuver diplomatik AS untuk memasukkan skema Indo-Pasifik versinya sendiri ke dalam dokumen-dokumen yang menjadi kesepakatan bersama negara-negara ASEAN?

Apa yang salah dari konsepsi Indo-Pasifik versi AS? Pada 1 Juni 2019 lalu, Kementerian Pertahanan AS merilis the Indo-Pacific Report, tepatnya dua tahun setelah Presiden Donald Trump mengajukan konsepsi Indo-Pasifik untuk pertama kalinya. Sejalan dengan National Security Strategy maupun National Defense Strategy, the Indo-Pacific Report menegaskan kembali adanya persaingan global dewasa ini. Yang mana Republik Rakyat Cina dan Rusia ditegaskan sekali lagi sebagai pesaing AS.

The Indo-Pacific Report  setebal 78 halaman tersebut yang sangat bernada penuh permusuhan terhadap Cina dan Rusia tersebut, boleh dikatakan hampa kata-kata, tidak ada langkah-langkah konkret yang cukup memadai, dan juga tidak ada rumusan tujuan yang bisa jadi panduan sebagai tolok ukur keberhasilan.

Adapun sisi rawan dari the Indo-Pacific Report yang dirilis Kementerian Pertahanan AS itu, materi yang ada di dalamnya penuh kontradiksi. Pada satu sisi, menegaskan pentingnya free and open Indo-Pacific yang diberlakukan bagi semua negara, namun pada saat yang sama menyingkirkan Cina, Rusia, dan Korea Utara dari skema kerjasama Indo-Pasifik. Dengan mencanangkan Rusia dan Cina sebagai musuh utama dan kekuatan revisionis untuk mengubah statusquo global.

Dengan kata lain, the Indo-Pacific Report menekankan Cina dan Rusia sebagai faktor ancaman yang destruktif bagi stabilitas kawassan, tanpa mengemukakan bukti-bukti nyata atas tesisnya tersebut.

Sebagai misal, the Indo-Pacific Report mengecam militerisasi Cina dan kegiatan-kegiatannya di grey area atau wilayah abu-abu di Laut Cina Selatan. Namun sama sekali tidak menyinggung semakin intensifnya pengerahan pasukan militer AS di kawasan Asia-Pasifik. Dengan dalih untuk latihan militer bersama dengan negara-negara sekutunya, maupun kebebasan untuk operasi pelayaran. Padahal sejak era Presiden Barrack Obama mencanangkan The Pivot of Asia Security, 60 persen kapal perang AS dikerahkan ke perairan Laut Cina Selatan.

Bukan itu saja AS menerapkan pendekatan yang kontradiktif. Pada satu sisi menekankan pentingnya kesiapsiagaan, kemitraan maupun terciptanya jaringan terorganisir di kawasan Asia-Pasifik, namun pada saat yang sama skema AS tersebut diarahkan untuk memperkuat postur angkatan bersenjata maupun keberlangsungan pengaruh AS di kawasan Asia-Pasifik.

Rupanya, yang dimaksudkan dengan preparedness atau kesiapsiagaan oleh AS, adalah memperkuat kehadiran tentara AS di Indo-Pasifik dengan meningkatnya akses, latihan militer bersama, maupun investasi pengembangan  persenjataan canggih di kawasan ini.

Pada satu sisi menegaskan pentingnya free and open, peaceful and stable regional. Kawasan Asia Pasifik yang bebas, terbuka, damai dan stabil.

Namun pada saat yang sama AS menekannya pentingnya penggunaan sarana-sarana militer, dengan melakukan lebih dari 90 latihan militer bersama di kawasan Asia-Pasifik setiap tahunnya.

Dalam konstelasi yang demikian, semakin meningkatnya eskalasi kehadiran militer AS di kawasan Asia-Pasifik, pada perkembangannya akan meningkatkan ketegangan militer antara AS versus Cina di kawasan ini. Seperti terlihat dengan semakin gentingnya situasi di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun belakangan ini.

Adapun partnership atau kemitraan maupun terciptanya jaringan yang terorganisir yang dimaksud AS, adalah upaya AS untuk meningkatkan hubungan kerjasama pertahanan dengan negara-negara sekutunya dengan melibatkan sekutu-sekutunya di kawasan ini melalui organisasi-organisasi berskala regional. Kerjasama dalam skema the Indo-Pacific Report itu, memperluas lingkup hubungan kerjasama dalam kerangka multi-lateral maupun trilateral.

Dengan demikian modus AS dengan mudah dapat dibaca. Pertama. Mengindentifikasi negara-negara di kawasan Asia-Pasifik atau Indo-Pasifik, termasuk pulau-pulau kecil di kawassan Pasifik, ke dalam persekutuan strategis dengan Amerika. Seraya menyingkirkan Cina, Rusia dan Korea Utara dalam skema kerjasama tersebut.

Kedua. Melalui strategi tersebut, tergambar tujuan strategis AS adalah menggalang negara-negara sekutu maupun negara mitra, sekaligus menambah keikutsertaan negara-negara baru sebagai sekutu atau mitra AS. Untuk kemudian membentuk jaringan kekautan membendung pengaruh Cina, Rusia dan Korea Utara.

Gambaran sebagaimana disampaikan di atas, kami dari Globa Future Institute berkesimpulan bahwa pemerintah AS khususnya kementerian luar negeri maupun kementerian pertahanan/Pentagon, sedang berupaya memanfaatkan pendekatan normatif dari ASEAN Outlook on Indo-Pacific yang fokus pada penghormatan hukum internasional, agar rumusan-rumusan kepentingan nasional dan strategi global AS dapat masuk dalam dokumen-dokumen ASEAN sebagai kesepakatan bersama negara-negara yang tergabun dalam kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

Untuk jelasnya, dengan seolah-olah mendukung pendekatan normatif berbasis hukum internasional, AS berupaya membelokkan the ASEAN Outlook on Indo-Pacific dengan menerapkan pendekatan rules-based order AS. Yang mana, siapa negara yang kuat berarti dia lah yang akan mengendalikan aturan permainan.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com