Menempatkan Para Wanita Simpanan Dalam Konteks Sejarah Yang Lebih Adil

Bagikan artikel ini

Judul Buku: Wanita Simpanan (kontroversi selingkuhan tokoh-tokoh dunia, dari orang suci hingga politikus,  dari zaman kuno hingga era kini).

Penulis: Elizabeth Abbott

Penerbit: PT Pustaka Alvabet

Edisi: 1

Tebal:  XXVI + 600hlm.

 

Elizabeth Abbott adalah seorang penulis dan sejarawan yang menaruh minat pada isu-isu perempuan, keadilan sosial, dan lingkungan. Gelar doktor  yang ia raih adalah bidang sejarah  dari McGill University, Kanada. Buku-buku lainnya yang telah di terbitkan adalah A History of Marriage, A History of Celibacy, dan A History of Mistresses dan ratusan artikel lainnya yang tersebar di berbagai jurnal. Elizabeth Abbott  pernah meraih  berbagai penghargaan dalam bidang sosal seperti Mount Sinai Hospital Volunteer Service Award, City of Toronto Community Service Volunteer Award dan Ontario Government Volunteer Service Award.

Dalam buku yang berjudul Wanita Simpanan itu, penulis menjabarkan penelitiannya tentang selir yang pada praktiknya telah ada sejak ribuan tahun yang lalu dimana di setiap peradaban dari masa lalu selalu ada saja para perempuan seperti ini di balik kiprah para pemimpin besar dunia maupun juga dari banyak kalangan masyarakat. Dalam buku ini Elizabeth cerdas dalam mengungkapkan berbagai motif dan moral dari berbagai kalangan wanita dan bahkan dapat dikatakan memesona pada zamannya dari masa lampau hingga saat ini.

Awal mula Elizabeth mengetahui wanita simpanan ketika ibunya mengolok-olok kakeknya sebagai pembuat bir kaya dan juga politisi kota Detroit, Amerika Serikat. Dengan adanya anggapan dari Ibunya sebagai “sarang cinta” dari berbagai wanita cantik. Hingga bertemu dengan temannya yang namanya disamarkan menjadi wanita simpanan, Katerina wanita berkebangsaan Jerman dan Ghislaine kenalannya di Haiti, dimana menjadi wanita simpanan mafia. Hingga muncul dalam benak penulis pertanyaan apa peran wanita simpanan itu? Yang dihubungkan dengan peran kekasihnya dan wanita simpanan pada peran perempuan di lingkungan masyarakat, dan bagaimana dengan adanya pergundikan memengaruhi institusi pernikahan yang telah terjalin? Hingga menyadarkan bahwa gundik jelas dapat terjadi di masyarakat bebas hingga dapat menyebabkan perceraian sampai saat ini.

Gambar mungkin berisi: 1 orang, duduk

Penulis mendeskripsikan gundik atau wanita simpanan sebagai perempuan yang bukan istri seorang laki-laki yang memiliki hubungan seksual jangka panjang, perempuan yang secara sukarela atau terpaksa menjalin hubungan seksual terhadap laki-laki yang sudah memiliki istri. Sementara, untuk pengertian selir adalah perempuan yang tinggal bersama seorang laki-laki tanpa menjadi istrinya. Penulis mendeskripsikan sebagai budak dari istri atau kekasih dan mendapat hak istimewa untuk mengandung anak dan hak waris. Perempuan simpanan dapat dikategorikan dengan berbagai latar belakang, seperti dari segi ekonomi, politik, keluarga, bisnis, dan kelas social.

Elizabeth menganggap ada suatu pola kesamaan gundik yang terjadi di masa sejarah hingga saat ini. Adanya anggapan bahwa bermula dari sebuah perselingkuhan yang menyebabkan pernikahan hingga adanya anggapan masyarakat umum bahwa toleransi atas ketidaksetiaan laki-laki. Hingga ironisnya, dalam konteks sejarah memiliki banyak selir dapat memanjakan diri dan meluapkan hasrat seksual dalam konteks di luar pernikahan dan bahkan dapat diterima dalam lingkup social. Adanya anggapan prestise dan kekayaan jika dapat memamerkan perempuan lain dan bahkan dapat hidup berdampingan dengan istri sah mereka.

Seperti contohnya Hajar dari Mesir, dimana perlakuan terhadap selir sebagai budak dari istri datau kekasih mereka. Batasan keamanan dan hak pun di pertanyakan, hingga akhirnya dalam buku dijelaskan bahwa Hajar berhasil kabur ke dalam hutan ketika tidak terima melihat harus tunduk kepada anaknya. Cerita lain datang dari Jepang, ketika gundik hanyalah sebatas istilah “pinjam rahim”.

Cerita dari Roxelana selir dari Sulaimana, sultan Turki Utsmani, bertengkar dengan Gulbahar selir pertama Sulaimana. Hingga berhasil menyingkirkan anak laki-lakinya, Mustafa hingga Gulbahar itu sendiri. Pada akhirnya berhasil mempromosikan anaknya, Selim untuk menjadi sultan selanjutnya.

Pergundikan menjadi jalan keluar yang telah disetujui untuk melampiaskan hasrat seksual laki-laki. Namun, masih banyak wanita simpanan menjalani dengan pengorbanan dan kesedihan dengan adanya anggapan menentang pernikahan dan hukum. Seperti halnya Marilyn Monroe, Virginia Hill, dan lain-lain menghabiskan waktu mereka dari kecemasan melampiaskan dengan cara minum alkohol, menghabiskan uang kekasih atau bahkan belanja.

Gambar mungkin berisi: 4 orang, orang duduk, orang memainkan alat musik, orang menari dan orang di panggung

Gundik memiliki persamaan umum, yaitu seks. Seks berperan cukup besar dalam kehidupan wanita simpanan. Dalam benak gundik, mereka paham betul mengenai peran untuk menjaga kekasih mereka dengan cara melampiaskan melalui hasrat seksual. Atau ancaman kecemasan dan bahkan dapat kehilangan kekasih menjadi momok untuk gundik. Namun, di Barat kejadian tragis dan mengerikan berdampak negatif untuk wanita simpanan yang berhasil hamil hingga kejadian tersebut sering diabaikan dan dapat dianggap sebagai anak haram yang tidak diinginkan. karena cinta menjadi persoalan kedua setelah seks. Karena berdasarkan sejarah, laki-laki lebih condong untuk memilih wanita yang lebih muda untuk memuaskan hasrat seksual. Tentu saja, usia menjadi musuh untuk para gundik yang dapat mengikis parasnya sebagai modal utama.

Bahkan hingga hari ini, proses pergundikan masih terjadi di kalangan masyarakat umum. Hal yang mendasar adalah ketikdaksetiaan laki-laki terhadap pernikahannya. Arti cinta dalam rumah tangga kerap dilontarkan untuk pernikahan saat ini, bahwa cinta romantis menjadi inti kebersamaan pasangan dan akan merasakan emosi sedih ketika rasa itu telah pudar atau tidak dapat dirasakan kembali. Bahkan rasa penasaran apakah pasangan benar-benar mencintai hingga mencapai keputusan untuk bertahan ataupun cerai.

Para Wanita Sebagai Inspirator Di Balik Ketokohan Para Pria

Terlepas dari status wanita simpanan yang seringkali diasosiasikan dengan motif-motif seksual. Elizabeth Abboot punya kisah menarik sosok para wanita di balik layar ketokohan para pria yang  hebat di pelbagai belahan dunia. Ambillah misal, Emile du Chatelet. Wanita Simpanan pemikir progresif dan sastrawan Prancis Voltaire. Bernama lengkap Gabrielle Emilie Le Tonnelier de Breteuil, lahir pada 17 Desember 1776. dari keluarga aristocrat dan pecinta buku. Tak heran jika Emilie sangat bergairah di bidang intelektual dan ilmu pengetahuan. Sejak remaja Emilie sudah menerjemahkan Aeneid karangan Virgil. Setelah intelektualitasnha semakin matang dia kemudian fokus pada  fisika, sastra, drama, opera dan pemikiran politik.

Saat bertemua Emile bertemu Arouet de Voltare yang pintar dan jenaka, usia pujangga Prancis itu sudah berusia 40 tahun. Terlepas jalan cerita hubungan keduanya yang berada di luar pernikahan resmi, namun kolaborasi keduanya di bidang intelektual sangat menarik. Dan saling mengisi kelemahan masing-masing. Emilie yang sangat disiplin dan terorganisir, membantu Voltaire yang dikenal sebagai filsuf dan pemikir yang sangat tidak terorganisir.

HANNAH ARENDT DAN KARYA-KARYANYA | KOLOM REFLEKSI KEHIDUPAN

Belakangan proyek-proyek Emilie kerap dihubungkan dengan karya Voltaire seperti Opus Magnumnya Secle de Louis XIV atau Century of Louis XIV dan Essay on Morals. Bahkan di bawah bimbingan Emilie yang jago fisika, Voltaire diajari dasar-dasar fisika , khususnya hukum Leibniz dan Newton, dan memasukkan unsur-unsur tersebut ke dalam cara berpikirnya. Sebagai penghargaan atas pengetahuan Emilie dan pengaruhnya atas dirinya, Voltaire mempersembahkan karyanya berjudul Elements of Newton’s Philosophy pada 1738.

Voltare mengaku di depan umum bahwa meskipun Emilie adalah gundiknya, namun pada hakekatnya selain pasangan seksual, mereka juga pasangan intelektual, dan mempunyai hak yang sama dan setara sebagai pria dan wanita. Brighton Rock dan The Power and the Glory.

Yang tak kalah fantastic adalah cerita tentang pasangan filsuf Martin Heidegger dari Jerman dan wanita Yahudi bernama Hannah Arendt. Meski Yahudi Hanna Arendt adalah putri brilian pasangan Yahudi yang paham dan menganggap diri mereka sebagai orang Jerman dan tidak pernah menyebut dirinya Yahudi. Hannah merupakan seorang yang menarik perhatian, modis, gadis ramping dengan karakter halus, mata gelap. Hannah ketemu Martin Heidegger di Universitas Marburg, dan terpukau oleh cara Heidegger mengajar filsafat. Heidegger adalah guru yang memukau, memesona dan mengejutkan.

Hubungan cinta Heidegger dan Hannah tetap berlanjut, meskipun Hannah sudah pindah ke Universitas Heidelberg, karena tidak ingin Heidegger terancam karir akademiknya di Marburg gara-gara affairnya dengan Heidegger. Sebagai pasangan, seperti juga Voltaire dan Emile, Heidegger dan Hannah juga pasangan seksual maupun intelektual. Karya klasik Heidegger berjudul Being and Time, diakui oleh Heidegger tak mungkin bisa ditulis tanpa kehadiran Hannah disampingnya. Karena Hannah memahami Heidegger bukan saja secara filosofis tapi juga secara pribadi. Suatu ketika Hanna lewat puisinya yang ditujukan pada Heidegger menulis: “Aku mencintaimu, seperti sejak hari pertama, kau tahu itu, dan aku juga selalu menyadarinya.’

Graham Greene & Catherine Walston | Our man in havana, Graham greene, Man down

Meskipun Hannah sudah menikah dengan Guenther Stern, Hannan tetap setia pada Heidegger. Sehingga pernikahan Hannah dan Guenther Stern hanya bertahan 8 tahun. Bahkan sedemikian cintanya Hannah pada Heidegger, bahkan ketika Heidegger bergabung dengan fasisme Jerman, Hannah selalu membela pilihan politik  Heidegger kepada publik. Meskipun sejarah kemudian membuktikan bahwa Nazi dan Fasisme Jerman di bawah kepemimpinan Hitler, telah membantai jutaan warga Yahudi Jerman.

Setelah Hannah mengungsi ke Amerika Serikat, dia tetap menulis surat kepada Heidegger, dan menjual buku-buku Heidegger di Amerika Serikat. Begitulah. Perselingkuhan antara penganut Nazi Jerman dan wanita Yahudi pada diri Heidegger dan Hannah menjadi cerita yang cukup fenomenal kala itu. Bahkan ketika Heidegger pada 1966 sebuah majalan Jerman menyerang masa lalu Heidegger sebagai seorang Nazi, Hannah dengan gigih membela Heidegger. Menurut Hannah, Heidegger adalah sarjana tidak bersalah yang sekadar menyesuaikan diri dengan realitas-realitas politik. Hannah yakin bahwa Heidegger tidak pernah membaca Mein Kampf karya Hitler, yang artinya kekasihnya itu sama sekali tidak tahu apa yang dipikirkan Hitler.

Padahal fakta sesunguhnya, Heideger sudah membaca Mein Kampf. Singkat cerita, Hannah tidak mau menerima kenyataan yang sudah jelas, bahwa Heidegger adalah seorang Nazi. Ironinya, adalah Hannah yang kemudian menulis sebuah buku berjudul Eichmann in Jerusalem, telah mengindentifikasi mekanisme insfrastruktur yang menghasilkan kejahatan Nazi Jerman. Apakah ini yang disebut Cinta buta? Entahlah.

Setelah menyerap melalui buku karya Elizabeth Abbott setebal 602 halaman ini, tak selamanya cerita tentang wanita simpanan hanya sekadar dimotivasi oleh seks atau kekayaan. Dalam beberapa kasus lewat buku ini, tergambar bahwa ada yang memang secara alami tercipta chemistry satu sama lain, oleh karena kecocokan dalam minat yang sama atau hal-hal lain yang sejiwa antar keduanya. Kadang sempat terpikir di benak, bahwa cinta sejati atau yang namanya soulmate alias pasangan jiwa, seringkali tidak beruntung karena gagal memasuki perkawinan resmi.

Pepatah bijak yang kerap kudengar: Ada kalanya, dalam menegakkan keadilan tidak boleh menghakimi. Boleh jadi, inilah pesan tersirt dari buku Elizabeth Abbot.

Nesya Aulia, Mahasiswi Hubungan Internasional, Universitas Binus, Jakarta

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com