Adakah Isu Kutukan Sumber Daya Alam?

Bagikan artikel ini
Sesi Belajar Geopolitik
Harus ada pembanding isu terkait judul catatan ini, contohnya, berlian di Bostwana menjadi berkah bagi warganya. Rakyat di sana hidup makmur berkat kekayaan alam negerinya. Isu sebaliknya, berlian di Sierra Lone menjadi malapetaka, oleh karena sumber daya alam (SDA)-nya menimbulkan perang saudara yang mengakibatkan ribuan korban jiwa dan luka-luka.
Agar lebìh jelas, kita ambil pembanding lagi. Masih soal SDA, misalnya, minyak dan gas di Rusia menjadi berkah bagi rakyat Beruang Merah sehingga ia menjadi negara autarki yang memiliki kedaulatan mutlak baik pemerintahan maupun ekonomi melalui kebijakan dalam rangka menghindari ketergantungan pada negara lain. Rakyat Rusia tak peduli, entah sistem politik apa dipakai yang penting bisa hidup tenang, terjamin dan Rusia disegani dunia. Lalu, bandingkan dengan Lybia, Syria ataupun Irak. Bahwa limpahan SDA di ketiga negara justru menimbulkan konflik panjang hampir tak bertepi. Jangankan mau mencicipi kekayaan SDA-nya, sedangkan rakyat sibuk mencari keselamatan diri masing-masing. Itulah sekilas perbandingan kondisi beberapa negara kaya SDA.
Jadi, apakah isu tanah kutukan bagi negeri kaya SDA itu benar-benar nyata, atau issue by design, atau jangan-jangan cuma framing media? Mari kita bahas di bawah.
Ada modus kolonialisme yang kerap tidak disadari oleh warga di negara (objek) jajahan dan kerap justru dianggap hal alami. Narasinya begini: “Conflict is protection oil flow and blockade somebody else oil flow” (Dirgo D. Purbo, 2011). Esensi modus tersebut ialah, bahwa konflik sengaja diciptakan untuk melindungi aliran minyak dan memblokade pihak lain agar tidak mengetahui bahwa ada aliran minyak di sekitarnya. Pada asumsi Dirgo tadi, minyak sebagai ibarat, segala jenis SDA terkait geoekonomi adalah tujuan, terutama emas, minyak dan gas bumi. Dengan kalimat lain, perhatian publik sengaja dialihkan melalui tampilan konflik di permukaan sehingga hidden agenda —kepentingan pemodal— berjalan senyap lepas dari pantauan publik. Nah, ujung segala modus (kolonialisme) tadi adalah what lies beneath the surface. Apa yang terkandung di bawah permukaan.
Irak misalnya, negeri kaya minyak itu dituduh menyimpan senjata pemusnah massal oleh Bush Jr, Presiden Amerika (AS) pada masanya. Dan gilirannya, melalui isu tersebut Irak diserbu beramai-ramai secara militer oleh NATO pimpinan AS hingga luluh-lantak. Saddam digantung dan nasib SDA-nya dikavling-kavling oleh negara pengeroyok.
Lybia dan Syria, contoh lagi, dua negeri makmur di Jalur Sutra nasibnya kini porak poranda diterjang badai perang saudara (ciptaan) tak berkesudahan sesuai asumsi Dirgo ‘conflict is protection oil flow‘ bermenu konflik antarmazhab (syi’ah versus sunni) serta isu-isu sektarian.
Dari beberapa contoh di atas, dapat dipahami bahwa konflik yang terjadi di negara-negara kaya SDA bukanlah sebuah kutukan, tetapi sengaja diciptakan alias by design. Dan diksi kutukan sengaja dipilih karena secara spiritual dianggap sebagai nasib sial atau kemalangan akibat kekuatan supranatural. Agaknya persepsi warga digiring kearah klenik, unlogical dan berbau takhayul.
Merujuk judul di atas, bahwa isu tanah kutukan sengaja ditebar oleh sebuah kepentingan tertentu demi pembenaran tindakan khususnya pencaplokan dan penguasaan SDA di sebuah wilayah.
M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com