Afghanistan: Negara Yang Hancur-Lebur Gara-Gara Perdagangan Narkoba (Bagian II)

Bagikan artikel ini

Peter Dale Scott, mantan diplomat Kanada, dan guru besar Sastra Inggris di Universitas California, Berkeley. Dale Scott juga dikenal sebagai penyair, penulis dan peneliti. Bukunya yang terbaru bertajuk War Cosnpiracy: JFK, 9/11, and Deep Politics of War.

Afghanistan pada perkembangannya, telah terpecah-belah sedemikian rupa akibat konflik yang dipicu oleh pertarungan antar negara adidaya. Lebih tragisnya lagi, bahkan hingga kini pun keterpecahan Afghanistan pun kian menjadi-jadi akibat kehadiran militer Amerika sejak invasi militernya pada 2001.

Meskipun awalnya kedatangan militer Amerika disambut dengan penuh kegembiraan pada 2001, kampanye militer Amerika pada perkembangannya justru mendorong masyarakat Afghanistan untuk mendukung Taliban. Polling yang diadakan oleh ABC pada 2009, ternyata hanya 18 persen warga masyarakat Afghanistan yang mendukung kehadiran militer Amerika di negaranya.

Dari gambaran sekilas ini, penting untuk disadari bahwa Afghanistan merupakana negara yang telah dihancur-leburkan oleh berbagai kepentingan negara-negara asing. Jadi, jangan sekali-kali beranggapan bahwa Afghanistan merupakan negara gagal.

Asal Muasal Keterlibatan Kekuatan Negara Asing Hancurkan Afghanistan: Ideologi Islamisme Jihad Salafi dan Heroin

Fakta penting adalah, merebaknya kemunculan kelompok Islam Salafi dan opium di Afghanistam terjadi seiring dengan intervensi Amerika Serikat dan Uni Soviet dua dekade yang lalu. Dalam menggelontorkan dana bantuan keuangan Amerika dan Saudi Arabia ke kepada kelompok perlawanan Afghanistan, badan intelijen Pakistan Inter-Service Intelligence (ISI) memberikan setengah dari dana bantuannya kepada dua kelompok fundamentalis Islam Afghanistan yang masing-masing dipimpin oleh Gulbuddin Hekmatyar dan Abdul Razul Sayyaf. Keduanya dianggap bisa dikendalikan oleh Pakistan, Saudi Arabia dan Amerika. Karena kedua tokoh sentral fundamentalis Islam tersebut tidak memiliki dukungan yang mengakar di kalangan masyarakat Afghanistan.

Kelompok yang lebih mengakar yaitu kelompok-kelompok perlawanan yang lebih berbasis kesukuan(tribal lines) ketimbang agama, mengambil sikap permusuhana terhadap pengaruh yang semakin membesar dari kelompok fundamentalis Islam Salafi. Mereka semakin gusar ketika kelompok fundamentalis ini bermaksud untuk meniadakan struktur kesukuan karena dianggap tidak sesuai dengan konsepsi negara Islam ala Fundamentalisme Islam.

Sementara itu, Hekmatyar dengan perlindungan sepenuhnya dari ISI dan CIA, mulai memberikan kompensasi atas peran yang dimainkan kedua pemimpin fundamentalis tersebut sebagai agen-agen perpanjangan tangan Amerika dan Pakistan di Afghanistan. Dan kompensasi yang diberikan CIA dan ISI adalah, membantu dan memfasilitasi pengembangan perdagangan opium dan narkoba bagi Hekmatyar dan Abdul Razul Sayyaf. Begitulah, kedua badan intelijen tersebut merestui dan mendukung dari belakang perdagangan opium, heroin dan narkoba tersebut.

Sesudah Pakistan melarang penanaman opium pada Februari 1979 dan diikuti oleh Iran pada April 1979, tidak adanya pengawasan dari para penegak hukum di wilayah kekuasaan Suku Pastun yang berlokasi di Pakistan dan Afghanistan, telah menarik minat para kartel pedagang obat bius untuk mengadu untung dalam perdagangan barang haram ini. Bahkan para pengejar kekayaan asal Eropa dan Amerika, dengan tanpa ragu kemudian mendirikan fasilitas pemrosesan heroin di wilayah kekuasaan suku Pastun tersebut.

Pada 1976, laboratorium dibuka di provinsi North-West frontier. Fakta ini bersumberkan dari Majalah Canadian Maclean’s pada April 1979. Menurut Alfred McCoy, pada 1980 para pedagang opium dan obat bius dari Pakistan dan Afghanistan dikuasai sepenuhnya menguasai pasar eropa. Bahkan berhasil menguasai 60 persen kebutuhan pengguna opium di Amerika.

Dalam catatan McCoy, Gulbuddin Hekmatyar menguasai enam laboratorium pembuatan opium dan heroin di daerah Baluchistan, wilayah yang sepenuhnya berada dalam kendali ISI.

Sekadar untuk mengingatkan, maraknya epidemi narkoba dan obat bius di Afghanistan, ini gara-gara ulah kekuatan-kekuatan negara-negara asing yang bermain di Afghanistan dan Pakistan.

90 persen perdagangan narkoba dunia berasal Afghanistan. Itupun yang menikmati keuntungannya bukan Afghanistans. Karena Afghanistan sendiri sebagai bagian dari jaringan global perdagangan obat bius, jika dihitung dalam nilai dolar, hanya mendapat keuntungan 10 persen dari total keuntungan perdagangan global obat bius.

Pada 2007, Afghanistan memasok 93 persen dari opium ke seluruh dunia, begitu menurut laporan Departemen Luar Negeri. Dengan begitu, Afghanistan mendapat perolehan hasil perdagangan obat bius sebesar4 miliar dolar AS. Berarti mencapai setengah dari total ekonomi Afghanistan yang diperkirakan sebesar 7,5 miliar dollar AS. Demikian menurut data dari United Nations Office of Drug Control (UNODC).

Nilai keuntungan bisnis barang haram tersebut sama nilainya juga dengan pendapatan ekonomi Pakistan dan ISU pada khususnya.

Desakan untuk menghancurkan laboratorium pembuatan ganja memang sempat menjadi pilihan kebijakan yang diajukan kepada pemerintah Amerika. Namun dengan berbagai alasan politis, Amerika menolak desakan tersebut. Pada 2001, Taliban dan Osama bin Laden diperkirakan oleh CIA akan mendapat pendapatan dari hasil Narkoba sebesar 10 persen dari total pendapatan hasil perdagangan barang haram tersebut. Itu berarti, Osama bin Laden dan Taliban diperkirakan mendapat perolehan nominal sebesar Rp 6,5 sampai 10 miliar dolar Amerika per tahun.

Sekadar gambaran, perolehan sekitar 1 miliar dolar sejatinya jauh lebih kecil dari perolehan yang didapat oleh intelijen Pakistan ISI. Sehingga tak aneh jika ada beberapa elemen ISI yang kemudian menjadi pemain kunci dalam pengembangan perdagangan Narkoba di kawasan Asia Tengah.

Program pengawasan yang ditangani PBB (UNDCP), memperkirakan pada 1999 bahwa ISI mendapat perolehan tahunan  sebesar 2,5 miliar dollar AS dari penjualana obat bius ini.

Ketika Amerika melancarkan serangan militer pertama kali ke Afghanistan pada 2001, menurut Ahmad Rashid Pentagon memiliki daftar sekitar 25 laboratorium pemrosesan dan gudang obat bius di Afghanistan. Namun pihak Amerika, khususnya Pentagon, menolak membom tempat-tempat tersebut. Alasannya, itu merupakan aset bisnis milik CIA dan sekutu lokalnya the North Alliane (Aliansi Utara).

Rashid ketika itu mendapat keterangan dari beberapa pejabat UNDODC, bahwa Amerika sebenarnya tahu lebih banyak tentang keberadaan lokasi beberapa laboratorium obat bius tersebut. Sehingga penolakan Pentagon untuk membom laboratorium obat bius tersebut, pada perkembangannya merupakan sebuah kemunduran bagi upaya kontra perdagangan narkotika dan obat bius.

Bahkan James Risen melaporkan bahwa penolakan pihak Amerika untuk menghancurkan laboratorium narkotika dan obat bius, berasal dari para pentolan Neo-Konservatif yang menguasai birokrasi keamnanan nasoonal Amerika. Mereka adalah Douglas Feith, Paul Wolfowitz, Zalmay Khalilzad, dan patron mereka Donald Rumsfeld.

Ada semacam alasan politis maupun kemanusiaan sehingga mentolerir perdagangan narkotika dan obat bius pada 2001. Tanpa narkoba, warga masyarakat Afghanistan akan menderita kelaparan musim dingin. Namun, CIA telah menggalang koalisi menghancurkan Taliban pada 2001 dengan merekrut dan mengimpor para pedagangn narkotika dan obat bius ke Afghanistan. Yang banyak dari rekrutan tersebut, merupakan aset CIA sejak 1980.

Salah satu contoh, adalah seorang pensiunan bernama Haji Zaman, yang sebenarnya sudah menjalani masa tuanya di Dijon, Perancis. Namun berkat bujuk rayu dari aparat intelijen Amerka dan Inggris, Haji Zaman mau kembali ke Afghanistan.

Berkat kampanye anti invasi dan pendudukan Uni Soviet yang mendapat dukungan CIA, Afghanistan saat ini merupakan masyarakat yang dihancur-leburkan oleh perdagangan narkoba dari atas sampai ke lapisan masyarakat bawah.

Masuk akal jika dalam index internasional penempatan peringkat negara terkorup, Afghanistan merupakan negara terkorup paling parah, berada di peringkat 176 dari 180 negara. Somalia berada di peringkat 180, berarti yang terkorup dari semua negara.

Ketika Hamid Karzai kembali ke Afghanistan dari pengasingannya di Amerika Serikat, sebagai presiden dia bertekad akan memerangi para pengedar narkoba. Namun kini, jteman-temannya dan bahkan keluarganya serta sekutu-sekutu politikmya, justru terlibat dalam perdagangan barang haram tersebut.

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com