Rusman, Peneliti Global Future Institute (GFI)
Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (Kampak) Papua menyikapi insiden masuknya tiga mahasiswa Papua ke Konjen Australia di Bali meminta aparat penegak hukum RI agar ketiga mahasiswa yang merupakan aktivis Papua tidak disiksa dan dibebaskan.
Kampak Papua menilai ketiga mahasiswa Papua tersebut hanya menuntut kebebasan demokrasi di tanah Papua dan meminta perhatian dunia internasional atas ketidakadilan hukum bagi orang asli Papua. Kampak Papua menyerukan kepada lembaga-lembaga kemanusiaan, seperti Kontras, LBH, Ikohi, Imparsial dan lainnya agar membantu advokasi kasus kemanusiaan tersebut.
Seperti pemberitaan sebelumnya, tiga orang aktivis pendukung Papua Merdeka memasuki pagar Kantor Konsulat Jenderal Australia di Renon, Denpasar, Provinsi Bali, guna mendesak Pemerintah Australia menekan Pemerintah Indonesia membebaskan semua tahanan politik di Papua dan memperbolehkan wartawan asing masuk ke Papua. Ketiga orang aktivis itu adalah Markus Jerewon (29 tahun), Yuvensius Goo (22 tahun) dan Rofinus Yanggam (30 tahun).
Menyikapi pemberitaan tersebut, pengamat politik Linda Rahmawati di Jakarta (16/10/2013) mengatakan, banyak perkembangan yang terjadi dikalangan OPM dan di Papua serta negara-negara sekitarnya, seperti Papua Nugini dan Ausrtalia yang perlu secara up to date dibahas dan dikordinasikan penanganganannya.
“Tanpa pengamatan yang intensif dan penanganan yang terkordinir, aksi-aksi yang mengagetkan bisa terjadi. OPM dengan organ-organ barunya nampak aktif melakukan propaganda dikalangan masyarakat Papua, sehingga perlu dibahas bagaimana pemerintah menghadapi aksi-aksi propaganda tersebut.
Sementara itu, di Sydney, Australia, Senator Democratic Labor Party, John Madigan mengecam pernyataan PM Australia bahwa “Warga di Papua Barat lebih baik sebagai bagian dari Indonesia, yang saat ini terus menunjukkan kemakmuran, kuat, dan dinamis,”.
Menurut Madigan, bukti apa yang telah diberikan kepada Abbott oleh Pemerintah Indonesia yang menyebutkan situasi di Papua Barat terus membaik, bukan memburuk? Jika memang Abbott merasa yakin dengan kondisi di Papua, sudah sepatutnya yang bersangkutan meminta agar jurnalis asing dan pengamat HAM diperbolehkan masuk ke Papua. Terkait hal itu, Madigan mendesak Pemerintah Australia untuk memberikan suaka kepada mahasiswa Papua yang melakukan aksi di Konsulat Australia, pada 6 Oktober 2013.
Menyikapi pemberitaan tersebut, peneliti dari Pusat Studi Lingkungan Strategis (Pus Lingstra) Jakarta, Hernoto Ramlan, MA menyatakan, Australia, AS, Inggris dan Nergeri Belanda adalah sarang pendukung OPM di dunia Internasional, disamping Vanuatu dan negara-negara kecil lainnya di Pasifik.
“Padahal, Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Gordon Darcy Lilo yang beberapa waktu yang lalu berkunjung ke Papua serta saat konferensi APEC di Bali menyatakan puas dengan kondisi Papua,” tambah alumnus pasca sarjana dari Amerika Serikat ini.