Amerika Serikat (AS) bersama Inggris dan sekutu andalannya di Pasifik, Australia, nampaknya semakin agresif menggalang kekuatan membendung Cina. Apalagi ketika Cina melakukan manuver militer mengepung Taiwan pada Oktober 2024 lalu. Sehingga dengan tak ayal angkatan laut AS menggelar latihan militer gabungan AS-Filipina selama 10 hari, di sebelah utara dan barat Filipina.
Latihan Militer bersama AS-Filipina yang diberi nama Operasi Kamandag. Atau dengan istilah lain, Operasi Venom. Sasaran utama latihan gabungan AS dengan sekutu andalannya di Asia Tenggara tersebut, nampak jelas memang ditujukan untuk menghadapi Cina. Lokasi geografis Filipina Barat dan Utara yang secara langsung menghadap ke Laut Cina Selatan dan Taiwan, merupakan wilayah di perairan Laut Cina Selatan yang masih menjadi wilayah sengketa Filipina dan Cina. Terutama terkait klaim wilayah terumbu karang dan perairan di Laut Cina Selatan yang dipandang Cina berada dalam wilayah kedaulatan Cina.
Baca:
Dengan begitu, AS punya dalih pembenaran untuk mengerahkan angkatan bersenjatanya di kawasan Asia Tenggara. Sehingga sulit dibantah bahwa AS menggelar latihan militer bersama dengan Filipina, sejatinya merupakan aksi balasan terhadap manuver militer Cina ketika mengepung Taiwan.
Meski Direktur Pelatihan, Brigadir Jenderal Vicente Blanco, maupun Komandan Korps Marinir Filipina Mayor Jenderal Arturo Rojas , sama-sama membantah bahwa latihan militer gabungan tersebut bertujuan sebagai aksi balasan terhadap Cina, namun lokasi geografis digelarnya latihan militer bersama itu, membuktikan bahwa AS bersama dua negara sekutu yang tergabung dalam NATO, Inggris dan Australia, sedang menggalang kekuatan negara-negara Asia Tenggara, ke dalam persekutuan militer seperti South East Asia Treaty Organization (SEATO) pada era Perang Dingin.
Terbukti ketika Strategi Indo-Pasifik AS (US Indo-Pacific Strategy) diluncurkan oleh Presiden Donald Trump pada 2017, Strategi Indo-Pasifik AS tidak hanya dirancang sebagai aliansi ekonomi-perdagangan untuk menggantikan Kemitraan Lintas Pasifik atau Trans-Pacific Pertnership (TPP) semasa pemerintahan Presiden Barrack Obama, namun sekaligus juga didesain untuk membentuk persekutuan militer empat negara (QUAD) yang terdiri dari AS, Australia, Jepang dan India.
Dengan begitu, Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, sudah saatnya mewaspadai bergabungnya Inggris, Kanada, dan Prancis, ke dalam ASEAN Ministerial Meeting (ADMM)-Plus. Sebab pada perkembangannya nanti akan diikuti dengan perubahan keseimbangan kekuatan di Asia Tenggara, yang akan lebih menguntungkan aliansi militer AS dan NATO di Asia Tenggara.
Jika hal itu sampai terjadi, bisa membahayakan netralitas ASEAN yang dijiwai oleh Deklarasi Kawasan Damai, Bebas dan Netral (Zone Peace, Freedom, and Neutrality, ZOPFAN) pada 1971. Pada 8 Agustusu 1967 lima menteri luar negeri yaitu Adam Malik (Indonesia), Tun Razak(Malaysia), Thanat Koman (Thailand), Narcisco Ramos (Filipina) dan Rajaratnam (Singapura), mereka berlima menandantangani Deklarasi Bangkok mendirikan ASEAN. Adapun tujuannya adalah; memperkuat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta membangun kerjasama untuk berbagai bidang kepentingan bersama.
Pada 1976 kelima negara tersebut berhasil menyepakati Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation, TAC), sebagai panduan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai. Melalui kedua piagam tersebut, ASEAN mencapai keberhasilan di bidang kerjasama politik. Apalagi kemudian disusul keberhasilan dalam kerjasama regional bidang ekonomi melalui ASEAN Preferential Trading Area pada 1977.
Bukan itu saja. Keanggotaan ASEAN pun semakin meluas dengan bergabungnya Brunei (1984), Vietnam (1985), Myanmar dan Laos (1997) serta Kamboja (1999).
Meskipun ASEAN seringkali hanya dipandang sebagai forum pertemuan informal-basa basi dan tidak ada keputusan yang mengikat secara kolektif, namun belakangan mulai disadari bahwa pada kenyataannya ASEAN merupakan kekuatan penyeimbang di dalam tarik-menarik pengaruh berbagai negara adikuasa, utamanya antara AS versus Cina.
Maka itu, ketika sejak terbentuknya Strategi Indo-Pasifik AS ASEAN semakin digiring ke dalam persekutuan militer blok AS-NATO di Asia Tenggara, akan membahayakan Spirit Deklarasi ZOPFAN dan TAC.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)