Tepatnya pada tanggal 3 hingga 4 Juli 2024 mendatang, akan digelar Konferensi Tingkat Tinggi para kepala negara yang tergabung dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Astana, Kazakhstan. Saya pikir ini merupakan sebuah terobosan baru dalam kerja sama lintas kawasan yang cukup strategis bagi kedua kekuatan regional tersebut.
Sejak terbentuk kali pertama pada Agustus 1967 yang dimotori lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura, saat perang dingin di dunia internasional antara AS dan sekutu-sekutunya dari Eropa Barat versus Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok masih memanas, Asia Tenggara merupakan kawasan yang relatif damai.
Baca:
SCO Foreign Ministers Approve Agenda for Meeting in July
Sehingga bukan suatu kebetulan jika keberadaan ASEAN sejak awal berdirinya dipandang mampu menjaga netralitasnya dalam perang dingin. Bahkan dalam KTT ASEAN pada 1971, ASEAN berhasil menyepakati Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom and Neutrality-ZOPFAN).
Seturut dengan keberhasilan ASEAN untuk tidak terjebak sebagai kekuatan proxy negara-negara besar, lanskap geopolitik dan geostrategisnya yang terbuka, menyebabkan ASEAN punya posisi yang cukup strategis ditelaah dari perspektif lokasi geografis. Terletak di posisi silang benua Asia dan benua Australia, di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Menyadari nilai strategis ASEAN baik dari segi Letak Geografis-nya maupun sebagai kekuatan regional Asia Tenggara yang cukup netral berdasarkan Deklarasi ZOPFAN, maka hal itu semakin diperkuat pada KTT 1976 ketika para kelima kepala negara ASEAN fase awal tersebut menyepakati sebuah Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation-TAC), sebagai panduan bagi negara-negara ASEAN untuk menjalin hubungan internasional atas dasar prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai (Peaceful Coexistence). Dengan begitu, hingga kini ASEAN telah mampu mengelola hubungan antarnegara di kawasan Asia Tenggara untuk menjalin hubungan yang setara, saling menguntungkan dan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, baik di antara sesama negara-negara ASEAN, maupun antara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN dengan negara-negara adikuasa di luar ASEAN.
Adapun sebagai entitas ekonomi, dengan jumlah total penduduk kurang-lebih sebesar 650 juta jiwa, maka jika Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara-negara ASEAN digabung jadi satu, ia akan merupakan kekuatan ekonomi terbesar ketujuh di dunia (2,4 juta dolar AS). Sekaligus berpotensi menjadi kekuatan besar keempat terbesar di dunia pada 2050 mendatang.
Bahkan menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Vikram Nehru bertajuk Southeast Asia: CrouchingTiger or Hidden Dragon?, menggambarkan Asia Tenggara merupakan kawasan yang tumbuh jauh melampaui kawasan-kawasan negara berkembang yang lain.
Saat ini negara-negara anggota ASEAN sudah bertambah lima negara lagi seperti Vietman pada 1995, Myanmar dan Laos pada 1997, Kamboja pada 1999, dan terakhir Timor Leste. Dengan begitu ASEAN sekarang beranggotakan sebanyak 10 negara.
(Dikutip dalam Shofwan al Banna Choiruzzad, ASEAN Di Persimpangan Sejarah, Politik Global, Demokrasi, dan Integrasi Ekonomi. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI Bekerja Sama dengan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015).
Menyadari perkembangan yang cukup pesat dari ASEAN akhir-akhir ini, sungguh sebuah momentum yang sangat bagus ketika dalam pertemuan tingkat tinggi para kepala negara SCO pada awal Juli 2024 mendatang, salah satu agenda-nya adalah penyusunan Draft Deklarasi Prakarsa SCO untuk mewujudkan World Unity for a Just Peace dan Harmony, tata dunia yang bersinergi dan menyatu atas dasar Perdamaian yang Adil dan Harmonis. Selain itu juga akan dibuat Road Map atau Peta Jalan Pembangunan dalam Kerangka Kerja Sama dengan negara-negara mitra SCO, yang mana tentunya termasuk ASEAN.
Baca juga:
The Shanghai Spirit and the ASEAN Way as the Foundations of a New Regionalism
Ini momentum yang sangat bagus dan tak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Sebab antara SCO dan the ASEAN Way punya beberapa point yang secara signifikan sama . Pertama, prinsip non-interfence atau menolak campur-tangan negara-negara asing terhadap urusan dalam negeri masing-masing negara-negara anggota. Kedua, proses pengambilan keputusan diambil berdasarkan konsensus (consensus based decision making), Penyelesaian Konflik Secara Damai (peaceful settlement of disputes), Kerja Sama atas dasar Saling Menguntungkan, Saling Menghargai Keragaman Budaya (respect for cultural diversity), dan berfokus pada Stabilitas dan Pembangunan).
Selain daripada itu, SCO dan the ASEAN Way sama-sama menggarisbawahi pentingnya konsensus di antara negara-negara anggota SCO maupun ASEAN. Sehingga secara tersirat baik komunitas SCO maupun ASEAN sama-sama mengakui bahwa kedua belah pihak sama-sama menjaga kredibilitasnya masing-masing. Dengan begitu baik baik the Shanghai Spirit maupun the ASEAN Way sama-sama bertumpu pada konsensus dan pendekatan berbasis role performance untuk mempertahankan legitimasi SCO maupun ASEAN sebagai Organisasi Internasional.
The official meeting between the SCO and ASEAN Secretaries-GeneralPendekatan yang bersifat pragmatis, terbuka, dan relative, telah dipertunjukkan oleh SCO maupun ASEAN sebagai kekuatan regional yang terbuka, informal dan berfokus pada konsultasi dan konsensus maupun dalam proses pengambilan keputusan dalam interaksi kedua organisasi internasional tersebut. The Shanghai Spirit maupun the ASEAN Way juga mengggarisbawahi pentingnya upaya mencapai persetujuan dan penyelarasan/harmony, prinsip kepekaan/sensitivity, kesantunan, menghindari konfrontasi satu sama lain, dan berupaya mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima semua pihak/agreeable.
Segi menarik dan menginspirasi dari model kerja sama yang dikembangkan SCO maupun ASEAN tersebut, the Shanghai Spirit maupun the ASEAN Way tidak mengandalkan pada kesepakatan formal/formal recognition dari mitra dialog-nya, untuk memperoleh legitimasi maupun kredibilitasnya. Melainkan atas dasar hasil nyata dan praktis/practical result sebagai terbukti dengan terciptanya kondisi harmonis di kawasan/regional harmony.
Hal itu mampu menciptakan fleksibilitas atau kelenturan untuk mencapai legitimasi sebagaimana telah dipertunjukkan oleh SCO dan ASEAN sebagai kekuatan regional yang terbuka dan bersifat informal, seraya menciptakan pendekatan berbasis konsultatif dan konsensus dalam interaksi kedua organisasi internasional tersebut.
Sementara the Shanghai Spirit dan the ASEAN Waya sama-sama mengutamakan Sentralitas/Centrality, pada saat yang sama SCO dan ASEAN juga menerapkan Sentralitas pada diri anggota-anggota ogan mereka masing-masing. Sehingga pada prakteknya kedua organisasi internasional tersebut punya pusat kekuatan yang bersifat menyebar alias diffused power center.
Sehingga dalam organisasi internasional yang secara internal bersifat multipolar itu, bahkan ketika Cina dalam posisi sebagai ketua ibarat duduk sebagai pengemudi, maka SCO yang saat ini keanggotaannya semakin bertambah dengan bergabungnya India, Iran dan Pakistan, dapat mematahkan pengaruh Cina yang berada di pucuk pimpinan organisasi.
Dalam model seperti ini pula, jika Indonesia sebagai kekuatan terbesar di ASEAN di bidang politik, ekonomi dan militer, memainkan peran sebagai pemimpin de fakto ASEAN, juga bisa dipatahkan pengaruhnya di ASEAN. Dengan demikian, model seperti ini pada perkembangannya membuat negara-negara berkembang di SCO maupun ASEAN, tetap bisa memainkan peran sebagai pusat kekuatan-pusat kekuatan yang setara satu sama lain, sehingga mampu mencegah negara-negara besar mendominasi dan mengendalikan negara-negara yang lemah.
Shanghai Cooperation Organisation summit, 13 September 2013,Pun juga, independensi negara-negara anggota SCO maupun ASEAN bisa jadi dasar membangun interaksi yang flesibel sampai tingkatan tertentu dengan negara-negara adikuasa pesaing Cina dan Rusia juga seperti dengan AS, Australia dan Jepang. Yang selama ini secara terbuka bersikap kritis terhadap SCO dan Cina.
Singkat cerita, narasi yang dipresentasikan oleh Shanghai Spirit maupun ASEAN Way masih memainkan peran penting dalam organisasi-organisasi internasional mewakili nilai-nilai dan norma-norma yang dianut SCO maupun ASEAN.
Melalui nilai-nilai dan norma-normal itulah, SCO berupaya mempromosikan norma-norma tersebut ke dalam the Westphalian International System. Begitu pula ASEAN diharapkan dapat memainkan peran sebagai regional conductor/pemimpin kawasan yang sejalan dengan skema the ASEAN Way. Seperti memainkan peran mediasi mendamaikan kekuatan-kekuatan internasional yang terlibat konflik melalui mekanisme institusional ASEAN. Sehingga pada perkembangannya, pencapaian dari peran mediasi perdamaian tersebut dapat menjadi norma-norma baru bagi pelbagai pihak yang terlibat konflik.
Sehingga bukan tidak mungkin dalam memainkan perannya yang kian strategis ke depan, SCO maupun ASEAN dapat berkontribusi membangun kembali tatanan internasional baru dan mengubah tatanan internasional yang tidak adil saat ini, yang mana masih dipengaruhi oleh sistem internasional yang hasil dari Konvensi Westphalia Pasca Perang Dunia I. Yang menjelma menjadi badan-badan internasional yang lebih mewakili superioritas AS dan blok Barat seperti aliansi militer AS-Eropa Barat dalam NATO, World Bank, International Monetary Fund (IMF), maupun organisasi perdagangan internasional yang masih didominasi AS dan blok Barat seperti World Trade Organization (WTO0.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)