Antara Globalisasi, Benturan Peradaban dan Isu Imajiner

Bagikan artikel ini
Ngaji (Kecil) Geopolitik
Berakhirnya Cold War atau Perang Dingin (1947-1991) ditandai oleh pecahnya Uni Soviet menjadi beberapa negara. Peristiwa itu menjadi ‘prasasti kesaktian’ ideologi kapitalis atas komunis di dunia geopolitik.
Dan globalisasi selaku isu aktual pasca-Cold War sungguh sarat dengan muatan kepentingan adikuasa. Ia ditengarai empat dogma/isu yang kudu ditelan tanpa kritik oleh publik global, seolah-olah wajib diamini negara-negara. Antara lain:
1. semua negara saling bergantung atau memiliki ketergantungan satu sama lainnya;
2. tidak ada satu negara pun bisa menghindari pengaruh dari negara lain;
3. globalisasi adalah keniscayaan dalam dinamika global; dan
4. kuatnya isu demokrasi, HAM, lingkungan hidup dan liberalisasi.
Menurut geopolitik, setiap bangsa dan negara niscaya bercita-cita meraih status autarki, negara mandiri, swasembada di semua bidang terutama air (bersih), pangan dan energi. Nah, aktual serta kuatnya empat isu (globalisasi) di atas justru bertabrakan dengan ajaran dan teori geopolitik. Entah kenapa.
Ya. Kendati Amerika (AS) mengklaim, tidak akan ada lagi peperangan ideologi setelahnya, karena kapitalisme kini merupakan ideologi unggul lagi sakti yang bermuatan nilai-nilai demokrasi liberal serta bisa diterapkan pada semua negara. Akan tetapi, toch ada beberapa negara tetap konsisten mengusung faham komunisme yaitu Cina, contohnya, atau Vietnam, Korut dan lain-lain.
Fakta-fakta di atas, tanpa disadari telah mementahkan tesis Huntington dan Fukuyama tentang clash of civilization (benturan peradaban) dan akhir ideologi (the end of history). Kenapa demikian, sebab ternyata tidak ada akhir ideologi sesuai tesis Fukuyama. Komunis masih ada, riil dan berada (existance); juga ternyata, tidak ada benturan peradaban antara Barat versus Islam sebagaimana isyarat Huntington melainkan benturan rekayasa. Konflik yang diciptakan atau diada-adakan.
Apa pasal? Usai Cold War, justru geliat Cina dan Korut —penganut komunisme— paling agresif menantang hegemoni AS baik terbuka maupun tertutup, baik secara militer, politik maupun ekonomi, dimana ‘janji’ AS katanya tak ada lagi konflik ideologi.
Retorika pun muncul: “Lho, ternyata masih ada peperangan ideologi pasca-Cold War; kenapa bukan (ideologi) Islam yang menentang kapitalis liberal sebagaimana tesis Huntington?”
Sesi lain, secara tekstual bahwa ‘perlawanan’ Iran terhadap AS di luar konteks benturan peradaban karena lebih bersifat survival atas blokade ekonomi yang diterapkan Barat/AS kepadanya. Ini yang tengah berlangsung di panggung geopolitik.
Gilirannya muncul asumsi, bahwa benturan peradaban hanya merupakan agenda imajiner dengan fabrikasi isu: radikalisme, isu intoleransi, terorisme dan seterusnya. Dalam kontek ngaji, hal-hal tadi (fabrikasi isu) disebut: “bid’ah.” Bid’ah itu bahasa Arab, artinya mengada-ada. Ngarang-ngarang. Jadi, intoleransi, radikalisme dan lain-lain adalah isu yang ngarang-ngarang, atau istilah kerennya: “imajiner”.
Isu di level global misalnya, ketika Mayor Jenderal Qasem Soleimania dicap teroris tersembunyi oleh Trump hanya karena ingin membenarkan tindakan tentara AS menembak mati Qasem. Mungkin alibi. Bagaimana mungkin, Komandan Pasukan Quds, perwira senior pada Pasukan Pengawal Revolusi Islam (IRGC) di sebuah negara berdaulat kok dianggap teroris? Ya. Cap teroris terhadap Qasem tergolong bid’ah. Ngarang. Mengada-ada alias isu imajier demi sebuah alibi atas serangan militer AS.
Sedang di tingkat lokal, contohnya, cap atau stigma radikal yang dituduhkan ke Prof Din Syamsudin, mantan Ketua MUI. Itu juga terlalu mengada-ada. Bahkan terakhir, Din dituduh sebagai pemecah-belah bangsa. Sungguh terlalu. Betapa tokoh kerukunan/lintas agama yang kerap mewakili Indonesia di forum internasional justru distigma radikal, dicap pemecah-belah bangsa. Benar-benar stigma yang mengada-ada. Isu bid’ah. Atau, bahasa konsepnya: imajinerisasi isu di hilir permasalahan bangsa.
End
M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com