Kasus penembakan massal di Florida, tepatnya di Pensacola Naval Air Station, yang dilakukan oleh perwira Arab Saudi, Letnan Dua Mohammed Alshamrani, telah menyadarkan Amerika Serikat bahwa persekutuannya dengan Arab Saudi sejak Perang Dunia II, dalam jangka panjang bisa membahayakan kepentingan nasional AS. Dalam penembakan massal itu, Alshamrani menewaskan tiga orang pelaut AS. Dan tragisnya lagi, kejadian tersebut direkan melalui video oleh tiga orang mahasiswa Arab Saudi.
Arab Saudi dijadikan sekutu strategis AS sejak Perang Dunia II, dengan maksud sebagai proxy agent sekaligus perpanjangan tangan kekuatan AS di Teluk Parsi, untuk mengimbangi kekuatan militer Iran. Hal ini nampaknya sejalan dengan ambisi regional Arab Saudi yang memandang Iran sebagai musuh utamanya di kawasan Timur Tengah dan Teluk Parsi.
Sementara itu, ambisi dan obsesi AS untuk menciptakan pergantian kekuasaan atau yang diistilahkan Gedung Putih sebagai Regime Change itu, mendorong AS untuk menutup mata sepak-terjang Arab Saudi, terutama terkait pelanggaran hak-hak asasi manusia. Apalagi dalam setiap tahunnya, Arab Saudi membeli peralatan militer buatan AS dalam jumlah miliaran dolar AS. Selain itu, beberapa perwira militer Arab Saudi dikirim ke AS untuk pelatihan dalam mengemudikan pesawat-pesawat tempur buatan AS. Itulah sebabnya beberapa perwira militer Arab Saudi, termasuk Alshamrani, dikirim ke Pensacola Naval Air Station, Florida, AS.
Di Pensacola Naval Air Station ini, beberapa perwira militer Arab Saudi belajar Bahasa Inggris dan flight training atau pelatihan mengemudikan pesawat tempur buatan AS. Sesuai kelaziman, beberapa pilot pesawat tempur Arab Saudi yang akan dikirim ke AS, terlebih dahulu mengikuti screening yang dilakukan oleh pihak keamanan Arab Saudi. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya serangan teroris ala 11 September 2001 lalu terhadap Gedung World Trade Center dan Pentagon.
Namun dengan terjadinya penembakan massal terhadap tiga pelaut AS seperti yang dilakukan Alshamrani beberapa waktu lalu, sepertinya ada bara dalam sekam kebencian di kalangn perwira militer Arab Saudi terhadap AS.
Melalui investigasi yang dilakukan terhadap motif yang mendasari tindakan yang dilakukan Alshamrani, terungkap adanya ketidaksenangan yang bersifat laten dari Alshamrani terhadap dukungan Amerika yang terang-terangan kepada Israel terkait tindakannya yang brutal di Palestina. Maupun campurtangan kebijakan luar negeri AS di Timur-Tengah.
Philip Giraldi, Executive Director of the Council for the National Interest dalam artikelnya berjudu:
Today’s Allies Are Tomorrow’s Enemies , mengatakan bahwa kasus Alshamrani hanya salah satu contoh adanya masalah laten yang terbenam di bawah permukaan, dalam hubungan bilateral AS-Arab Saudi.
Meskipun Arab Saudi dengan menggunakan senjata-senjata produk AS, telah melakukan genisida terhadap Yaman, namun Arab Saudi pada dasarnya tidak stabil. Mahzab keislaman Wahabi yang menjadi dasar legitimasi pemerintahan Arab Saudi, pada dasarnya tetap memusuhi Amerika dan dunia barat.
Masyarakat umum (ordinary people) Arab Saudi, di luar kalangan yang diuntungkan oleh hubungan bilateral AS-Arab Saudi, sebagian besar membenci Amerika. Apalagi 15dari 19 pelaku aksi terror terhadap WTC dan Pentagon pada 9 September 2001, berasal dari Arab Saudi. Sehingga muncul kekhwatiran bahwa segala bantuan militer AS kepada Arab Saudi seperti pelatihan dan bantuan persenjataan, pada akhirnya akan digunakan Saudi untuk melawan AS, jika rejim Ibnu Saud tidak lagi berkuasa di Arab Saudi.
Hal ini bisa disamakan dengan kasus Afghanistan, yang semula juga bersekutu dengan AS untuk mengusir tentara pendudukan Uni Soviet dari Afghanistan. Bedanya, menurut Philip Giraldi, jika para pemberontak rejim Saud yang nantinya kelak berkuasa di Saudi, mereka punya senjata-senjata yang lebih canggih dan mematikan dibandingkan Taliban Afghanistan.
Sementara itu, Iran sebagai salah satu kekuatan regional di Timur-Tengah dan Teluk Parsi, juga tidak boleh dipandangn enteng. Ayatullah Sayed Ali Khamenei, bahkan mensinyalir AS telah membantu penyediaan persenjataan nuklir kepada Arab Saudi.
Satu lagi yang membahayakan kepentingan nasional AS meskipun saat ini merupakan sekutu adalah Israel. Seperti juga halnya dengan Arab Saudi, AS tidak pegang kendali atas sepak-terjang Israel ketika melakukan pembantaian terhadap warga sipil Palestina di Gaza, Suriah dan Lebanon. Seperti juga AS tutup mata atas pembantian Arab Saudi terhadap Yaman. Lebih celakanya lagi, Presiden Donald Trump yang sangat obsesif untuk menghancurkan Iran, semakin menutup mata terhadap kejahatan perang yang dilakukan Arab Saudi dan Israel.
Selain itu, boleh dikatakan saat ini AS merupakan pemasok utama senjata kepada Arab Saudi dan Israel.Selain berupaya sebagai stabilisator di kawasan Timur-Tengah. Namun ironisnya, AS sama sekali buta dengan peta kekuatan yang sesungguhnya berlangsung di Timur-Tengah dan Teluk Parsi.
Bayangkan jika akhirnya perskeutuan semu dengan Arab Saudi dan Israel akhirnya runtuh, maka AS pada akhirnya akan kehilangan sekutu-sekutu andalannya. Dan berbalik memusuhi Pam Sam sebagai kekuatan militer yang superior dan terlatih.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute.