Komite Olimpiade Internasional (IOC) dalam tujuannya yang ideal merupakan organisasi independent yang berkomitmen untuk membangun dunia yang lebih baik lewat olahrga. Dengan demikian seharusnya memisahkan antara politik dan olahrga. Namun faktanya, IOC telah melakukan tekanan terhadap beberapa Komite Olimpiade Nasional termasuk Indonesia, agar supaya tidak ikut serta dalam kegiatan olahraga yang diselenggarakan oleh Rusia.
Bahkan lebih jauh lagi IOC mengancam akan membatalkan bantuan finansial kepada negara-negara yang tergabung dalam Global South Countries atau negara-negara berkembang.
Lebih anehnya lagi IOC beranggapan bahwa dengan mengirim para atlet atau olahragawannya ke Rusia mengikuti olimpiade internasional yang diselenggarakan Rusia, pada gilirannya akan menandingi olimpiade. Padahal sama sekali tidak benar. Terbukti bahwa Olimpiade Paris tetap berlangsung seperti direncanakan semula.
Nampak jelas bahwa IOC terbukti memang tidak netral dan cenderung memihak negara-negara blok Barat, terutama Amerika Serikat. Terhadap Israel, yang merupakan “anak emas” AS dan Eropa Barat, IOC memberikan hak istimewa untuk ikut berlaga di Olimpiade Paris. Sedangkan IOC melarang Rusia menghadiri parade pembukaan Olimpiade Paris Juli 2024. Rusia dan Belarusia juga dilarang mengikuti olahraga beregu di Olimpiade karena perang di Ukraina.
Adapun Israel, di tengah gelombang protes masyarakat dunia atas keikutsertaan kontingen Israel dalam Olimpiade Paris 2024, Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan tangan terbuka menerima kedatangan atlet asal Israel tersebut.
Baca: Tangan Terbuka Macron untuk Kontingen Israel di Olimpiade Paris di Tengah Genosida di Gaza
Padahal saat ini Israel sedang jadi sasaran kutukan dunia internasional lantaran melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza. Termasuk penyerangan tentara Israel terhadap fasilitas olahrga dan para atlet Palestina. Sehingga muncul tekanan dunia internasional untuk memboikot keikutsertaan Israel dalam Olimpiade Paris 2024. Termasuk dari Komite Olimpiade Palestina.
Peraturan Standar Ganda IOC yang pada kenyataannya meguntungkan negara-negara Barat berikut negara-negara yang mereka pandang sebagai sekutu, nampaknya dimainkan melalui The World Anti-Doping Code (WADA). Meskipun WADA berupaya mengambil posisi netral dan independent di tengah tarik-menarik kepentingan negara-negara besar di pelbagai forum olahraga internasional, termasuk Olimpiade, namun mengingat usianya yang relatif masih muda karena baru berdiri pada 1999, WADA masih rentan adanya upaya menggiring ke salah satu kubu dalam persaingan global antar negara-negara adikuasa seperti AS, Rusia dan Cina.
Melalui aturan-aturan main yang dibuat ke dalam tubuh OIC tersebut, negara-negara Barat melalui WADA menguasai kendali kontrol terkait seluruh aktivitas olahraga yang berada dalam naungan IOC. Di sinilah negara-negara Barat, utamanya AS, menerapkan kebijakan-kebijakan Standar Ganda yang menguntungkan kepentingan Barat alih-alih Rusia, Cina dan negara-negara yang tergabung dalam Global South, namun menolak mengikuti rule-based international order AS dan blok Barat.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)