Bangsa Parasit di Muka Bumi

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah Internasional

Seperti halnya Pesta Kabaret di Gaza, tulisan ini juga tersimpan di file lama. Doeloe saya menelusuri datanya di banyak media guna menguak siapa Israel sesungguhnya, setelah menyaksikan kiprah kebiadaban tentaranya sewaktu perang di Gaza. Ya, coretan ini memang barang baru stok lama. Maka layaknya barang kuno, asyiknya memang buat pajangan — namun agaknya masih relevan dinikmati bersama.

Latar-belakang tulisan ini ialah asumsi, bahwa Israel hanya sebuah bangsa bukan suatu negara. Tatkala memproklamirkan diri tahun 1948-an, ia pantas disebut negara imigran atau pengungsi. Ibarat menumpang hidup di tanah yang bukan miliknya, suatu saat nanti bakal terusir dari tanah yang didudukinya.

Titik awalnya adalah janji Menlu Inggris James Balfour bagi Yahudi untuk sebuah “tanah air” di Palestina kepada Zionis Internasional via tokohnya Dr. Chaim Weizmenn. Hal itu dilakukan karena jasa-jasa Ziones membuat bahan peluru (cordite) hingga Britania Raya menang perang. Lalu diterbitkan Deklarasi Balfour 1917 oleh Inggris yang intinya menjanjikan Tanah Air bagi bangsa Yahudi.

Selanjutnya melalui berbagai perjuangan –terutama peperangan– serta perjanjian lain (salah satunya perjanjian Oslo), akhirnya Israel tetap eksis hingga kini.

Budaya, Falsafah dan Dogma

Aliyah merupakan budaya Yahudi yang penting karena sebagai dasar konsep Zionisme. Aliyah adalah bahasa Ibrani. Artinya naik atau terus keatas. Ia ditempatkan dalam aturan (UU) Kepulangan Yahudi ke Israel, yang mengizinkan setiap orang Yahudi memperoleh hak-hak hukum berimigrasi, menetap dan memperoleh kewarga-negaraan otomatis. Banyak yang mengatakan bahwa aliyah merupakan konsep dasar kepulangan Yahudi ke Tanah Perjanjian.

Falsafah hidup Isarel adalah parasit. Dimana bumi dipijak harus mati bersama yang ditumpangi. Negara yang dihinggapi perlahan-lahan bakal binasa. Itulah ciri Yahudi dimanapun, selalu membuat prahara bagi lingkungan, bahkan matinya pun mengajak bersama-sama. Hebatnya, ia mampu mengelabuhi warga empunya tanah tidak menyadari bahwa ke-“ambruk”-an suatu negara akibat tindak-tanduknya.

Dogma yang ditanamkan kepada warganya ialah bangsa paling mulia di muka bumi. Ras pilihan berasal dari jiwa Tuhan. Oleh sebab itu, tatkala doeloe kaum Nazi memburu dan membantai Yahudi (holocaust), maka Hitler mematahkan teori dan dogmanya.

Berbekal budaya, falsafah dan dogma itulah, segala kebiadaban dan kebengisan adalah pembenaran atas segala kiprah dirinya. Kecerdikan (kelicikan) senantiasa mengiringi langkah agar tuan sang pemilik tanah tidak bisa melawan.

Namun ada “duri dalam daging” pada gerakan Zionisme Internasional, yang berasal dari kelompok Yahudi Neturei Karta (ortodoks) berpusat di AS. Ortodoks menyebut bahwa Talmud sebagai kitab iblis telah mencemari Taurat yang diturunkan Tuhan kepada Musa. Kelompok ini meyakini –ajaran Yudaisme–  bahwa menjadi takdir kaumnya tidak memiliki negara. Ia tidak setuju Israel diproklamirkan. Zionis dianggap telah menodai Yudaisme dan menunggangi demi ambisi politik. Dalam ajaran Yudaisme tak mengenal Talmud dan Israel, Kata sang Rabbi Yisroil Dovid Weiss dari Kelompok Neture Karta. Bahwa antara kedua isme, kendati sama-sama Yahudi ternyata berbeda dalam banyak hal.

Pertanyaan retorika : Apakah itu cuma kontra untuk memancing opini dan loyalitas masyarakat internasional terhadap Yahudi, atau barangkali untuk akselerasi perjuangan Zionisme? Biarlah waktu menjawabnya.

Negara atau wilayah yang dihinggapi hanya memperoleh sesuatu  yang “semu” dan bakal mati perlahan-lahan. Ada dua contoh besar sebagai rujukan guna membuktikan bahwa Yahudi (Israel) adalah bangsa parasit dunia, yaitu:

Jatuhnya Kesultanan Utsmaniyah

Hancurnya keemasan Islam yang doeloe dinahkodai oleh Khilafah Utsmaniyah (1299-1923) disebabkan isue nasionalisme dan (separatisme) yang merebak. Oleh karena mengglobalnya wilayah Utsmaniyah yang meliputi beberapa negara, maka berkembangnya paham nasionalis ialah embrio separatis yang hendak memisahkan diri dari pusat.

Sekulerisme dihembuskan oleh Barat melalui putra-putri Kesultanan Utsmaniyah guna mengobrak-abrik dan menyerang konsep pemikiran Islam, juga gerakan misionaris merupakan hal tak terpisah dari tujuan imperialis Barat menghancurkan Islam. Ia menabur perselisihan antar umat Islam dan umat agama lain. Dengan tata cara itu maka terbuka jalan bagi kekuatan luar (Barat) untuk intervensi ke domain internal Utsmaniyah berdalih keamanan. Itulah pola-pola yang dimainkannya.

Terdapat dua faktor internal yang membuat Kekaisaran Turki lemah. Pertama, buruknya pemahaman tentang Islam. Kedua, salah dalam penerapan ajaran Islam. Tak dapat dipungkiri. Kedua faktor tersebut semakin memudahkan penitrasi nilai-nilai luar bertujuan meruntuhkan Kekaisaran Utsmaniyah. Sekularisme yang “diciptakan” sebagai ajaran global berbasis modernisasi cepat diterima baik sebelum, sesaat dan terutama pasca jatuhnya Kekaisaran Utsmaniyah. Bahkan hingga kini? Akhirnya, naiknya Mustafa Kemal Pasha (Ataturk) menjadi Presiden I Turki Modern menandai berakhirnya sejarah keemasan Islam di muka bumi.

Singkat kata. Jatuhnya Kesultanan Utsmaniyah di Turki selain kedua faktor internal tadi, juga karena masuknya paham sekulerisme di masyarakat via kedok nasionalisme, modernisasi dan seterusnya. Di bawah komando Mustafa Kemal Ataturk yang sejak muda dididik (dikader) militer oleh Barat di Selanik dan Manastir, Yunani, dimana kedua kota tersebut merupakan pusat nasionalisme anti-Turki.

Dalam konteks nasionalisme, Mustafa merupakan pendiri Republik Turki Modern, bahkan disebut sebagai Bapak Sekuler Turki. Akan tetapi dalam sejarah Islam ia dianggap penghianat, oleh karena berkolaborasi dengan asing meruntuhkan kejayaan Utsmaniyah.

Pecahnya Uni Soviet

Tahun 1991-an Uni Soviet bertekuk-lutut atas hegemoni Amerika Serikat (AS) musuh utama dalam Perang Dingin. Demokratisasi, liberalisme serta keterbukaan yang jelas-jelas merupakan “bagian dari methode” AS dan sekutu guna menghancurkan musuh-musuh kapitalis dari sisi internal, justru digunakan rezim komunis (atas nama perubahan) mengendalikan negara yang berakar sistem sosialis sejak doeloe. Lagi-lagi api nasionalisme ditiupkan di tengah krisis ekonomi dan goncangan politik Uni Soviet.

Perubahan yang dicanangkan Mikhail Gorbachev melalui glasnost (keterbukaan) dan perestroika (demokratisasi) awalnya bertujuan merampingkan sistem komunis dan merangsang ekonomi guna keluar dari krisis, tetapi perubahan justru menjadi penyebab utama pecahnya Uni Soviet.

Akhirnya keruntuhan imperium komunis menjadi beberapa negara merdeka, adalah tanda berakhirnya Perang Dingin antara kapitalis versus komunis – antara Blok Barat dan Timur. Ya, Uni Soviet tinggal sejarah.

Di mata Barat (AS dan sekutu), Gorbachev merupakan reformis yang patut diacungi jempol – diberi nobel perdamaian. Tetapi dari aspek pandang fundamentalis komunis, Gorbachev tidak ubahnya penghianat. Ia menjual martabat bangsa kepada kekuatan-kekuatan asing musuh negaranya.

Ilustrasi diatas mungkin telah jelas, bahwa keruntuhan Utsmaniyah dan Uni Soviet disebabkan masuknya paham asing (Barat) mengatas-namakan perubahan, misalnya: nasionalisme, keterbukaan, reformasi, demokratisasi dan seterusnya berkedok ajaran (global wisdom) modernisasi.

Ya, kaum Yahudi meskipun minoritas namun pengaruhnya sangat besar di dunia. Pengaruh itu, disebabkan mereka memiliki interkoneksitas jaringan dan menguasai berbagai media. Hampir semua “jalur” menuju kekuasaan di negara-negara (terutama adidaya) dikuasai. Mereka bekerja secara sinergis. Merajut jaringan di berbagai aspek dengan beragam kedok dan modus.

Isue Global, Propaganda Global?

Adakah disadari dunia bahwa isue hak azasi manusia (HAM) adalah propaganda yang sengaja diglobalkan supaya kaum Yahudi terhindar dari holocaust jilid ke-2 pasca pembantaian oleh Hitler tempo doeloe; sadarkah kita bahwa sesungguhnya setiap agama dan/atau negara manapun, niscaya punya tata cara dalam mengelola hak serta kewajiban warganya?

Sedangkan demokrasi dan liberalisme dihembuskan kencang-kencang agar ia bisa tampil memimpin suatu negara bahkan dunia; bukankah hampir semua bangsa di dunia niscaya sudah memiliki budaya dan mekanisme guna memilih pemimpinnya? Tetapi rasio dunia seperti terlelap oleh ilusi demokrasi.

Sementara sekulerisasi digemborkan kian-kemari agar ajaran agama (hakiki) atau Tauhid tidak didalami oleh penganutnya. Lalu secara perlahan dibuat supaya semua umat lari kepada modernisasi. Ia putar-balikan kiblat umat agar tercengang dan menghamba kepada teknologi, tujuannya supaya sekulerisme menjadi ajaran (agama) global di jagad ini.

Dengan isue-isue atau stigma global diatas, Yahudi menghancurkan Kekaisaran Utsmaniyah dan Uni Soviet melalui “kader-kader”-nya di suatu negara yang dianggapnya membahayakan kepentingan serta cita-cita Zinonis. Pola dan tata caranya seolah-olah berbeda tetapi secara hakiki serupa. Hal yang sama niscaya dilakukan pada setiap bangsa dan negara yang ditumpanginya. Ia memang parasit dunia.

Bagaimana dengan Amerika Serikat (AS)? Agaknya negeri ini bakal menyusul pasca Uni Soviet dekade 1991-an doeloe. Mengapa demikaan, karena sangat dominan dan berperan American Israeli Public Affairs Committee (AIPAC) sebagai lembaga loby di Paman Sam merupanan salah satu indikasi kuat. Tunggu saja apa yang bakal terjadi.

Tulisan sederhana ini adalah wacana yang kami telusuri di berbagai media. Memang, belum merupakan suatu kebenaran, apalagi bermaksud mencari pembenaran diri. Masih membuka lebar-lebar atas kritik dan saran guna penyempurnaan data serta fakta agar ia tak lagi cuma wacana tetapi sudah merupakan analisa. Demikianlah adanya.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com