Batara R Hutagalung, Investigator Sejarah Kolonial di Indonesia
Selain perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Meseum KAA Bandung, Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) dan Pengurus Besar Nadhlatul Ulama, Global Future Institute juga menghadirkan Batara R Hutagalung, Investigator Sejarah kolonial di Indonesia. Pria kelahiran Surabaya pada 1944 ini saat ini menjadi Ketua Umum Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), yang gigih memperjuangkan agar Belanda mengakui secara de jure kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Bagi Batara, yang juga pernah studi di Universitas Hamburg, Jerman, jurusan Sosiologi dan Psikologi, passionnya yang begitu kuat untuk membongkar segala sepak-terjang dan kejahatan perang pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang di Indonesia, kolonialisme dan imperialisme belumlah selesai. Maka itu, DASA SILA Bandung 1955 masih tetap relevan dan harus menjiwai KAA ke-60 pada 19-24 April 2015 mendatang.
Berikut beberapa poin penting pemikiran dan pandangan Batara Hutagalung dalam seminar terbatas GFI Revitalisasi Dasa Sila Bandung 1955 pada Selasa 14 April 2015.
KAA yang digagas oleh Presiden pertama RI Bung Karno. Pada 1953, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo menyampaikan gagasan tersebut di hadapan DPR-Sementara. Kemudian dalam Konferensi Kolombo di Sri Lanka, Indonesia mengusulkan perlunya diadakan pertemuan tingkat tinggi Negara-Negara Asia-Afrika. Ketika gagasan ini disetujui, maka inilah yang kelak kita kenal dengan Konferensi Asia-Afrika, yang diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung, pada 18-24 April 1955.
KAA Bandung 1955, punya makna penting dan strategis tidak saja bagi Indonesia, melainkan bagi negara-negara Asia-Afrika pada umumnya. Pada 1955, puluhan negara/bangsa Asia-Afrika masih berada di bawah penjajahan negara-negara Eropa. Maka untuk dapat memahami isi Dasa Sila Bandung sebagai hasil dari KAA 1955 yang maha penting, haruslah mengetahui situasi dunia pada waktu itu. Bahwa puluhan bangsa-bangsa dan negara-negara masih hidup di alam penjajahan negara-negara Eropa yang sangat kejam dan tidak manusiawi.
Fakta bahwa negara-negara yang menyusun statuta PBB antara lain harus menyelesaikan konflik tanpa menggunakan kekuatan militer, nyatanya telah dilanggar oleh banyak negara sejak 1945. Bahkan Belanda, negara yang menjajah Indonesia, ikut serta menandatangani Pernyataan Umum mengenai HAM (Universtal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948, namun Belanda kemudian melanggarnya dengan melancarkan agresi militer terhadap Indonesia yang telah berdaulat dan menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, hanya selang 9 hari sejak ditandantanganinya Universsal Declaration of Human Rights, yakni pada 19 Desember 1948.
Selama masa agresi militer Belanda tersebut tentara Belanda telah membantai puluhan ribu penduduk sipil, tanpa proses hukum apapun.
Karena itu tidak berlebihan jika saya katakan, melalui KAA Indonesia merupakan negara pertama yang memelopori gerakan anti kolonialisme dan imperialisme di kawasan Asia-Afrika. Dan bahkan, KAA juga menjadi awal yang mengilhami terbentuknya Gerakan Non-Blok (Non Aligned Movement), yang diresmikan dalam pertemuan di Beograd, Yugoslavia pada 1-6 September 1961.
Sayangnya, selain Yugoslavia sekarang sudah pecah menjadi negara-negara kecil dan lemah, pada perkembangannya kemudian banyak negara-negara anggota Gerakan Non-Blok baik langsung maupun tiak langsung, telah terseret ke salah satu blok yang bertikai dalam perang dingin, maupun saat ini.
Juga dalam menyelesaikan sengekta perbatasan atau masalah lain, seringkali menggunakan kekuatan militer, seperti ketika terjadi pertikaian perbatasan antara India dan Pakistan, ataupun konfrontasi Indoenesia dengan beberapa negara tetangga.
Maka dari itu, Dasa Sila Bandung bukan saja masih relevan, namun sangat strategis untuk mengikat kembali kekompakan antar negara Asia-Afrika, agar bisa kembali berkomitmen menjadi satu kekuatan tersendiri yang independen atas dasar perjuangan untuk tetap memperjuangkan gerakan anti penjajahan dalam segala bentuk dan manifestasinya, juga untuk menegaskan kembali komitmen untuk menyelesaikan segala bentuk pertikaian dan konflik melalui jalan damai sesuai dengan semangat DASA SILA BANDUNG 1955.