Darby Jusbar Salim – Nohara Karsa Sedaya (NKS) Consult
Nixon jatuh dari pemerintahan karena skandal Watergate, skandal yang menggambarkan kekasaran dan kebrutalan politik yang dilakukan oleh Pemerintahan Nixon yang kemudian digugat oleh Senat, dan berlanjut kepada kejatuhan pemerintahannya. Bill Clinton terlibat skandal percintaan yang vulgar dengan beberapa perempuan yang nyaris menjatuhkannya, kemudian berdasarkan keputusan pengadilan dia dinyatakan tidak bersalah dan dapat melanjutkan pemerintahannya.
Presiden Bush menyerang Irak dengan alasan bahwa Pemerintah Irak yang dipimpin oleh Saddam Husein telah menggunakan senjata kimia untuk memadamkan pemberontakan suku Kurdi dinegeri tersebut. Bush mengerahkan pasukannya untuk menjatuhkan Saddam Husein, dan menduduki Irak yang selanjutnya negeri ini dilanda kekacauan karena perang saudara, yang mengakibatkan puluhan ribu masyarakat Irak tewas dan terbunuh pada serangan yang dilakukan oleh pemerintahahn Bush.
Pelanggaran HAM yang luar biasa telah dilakukan oleh Bush. Bush sangat jelas telah melakukan pembohongan secara internasional, dan kebohongan ini dikecam oleh Senat. Demikian halnya dengan pelanggaran HAM akibat serangan tersebut. Ini merupakan aib besar bagi Amerika Serikat yang ditinggalkan oleh pemerintahan JW Bush. Tiga peristiwa besar yang dilakukan oleh tiga orang Presiden AS ini telah mencoreng sejarah perpolitikan negeri tersebut. Apakah hal ini di masa-masa selanjutnya diungkit-ungkit oleh Masyarakat AS? Tidak. Masyarakat AS dalam berdemokrasi tetap berpegang kepada etika berpolitik yang baik. Tetap mereka menghormati presidennya, sepanjang tidak ada Keputusan Pengadilan yang menetapkan mereka bersalah atau tidak. Etika berpolitik ini sangat dipegang teguh oleh masyarakat Amerika Serikat.
Viral di media sosial, video yang disebarkan oleh Partai SoIidaritas Indonesia (PSI), partai baru peserta pemilu, yang isinya mengenai tuduhan Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru, yang secara langsung dituduhkan kepada Soeharto selaku Presiden ketika itu. Melihat Video tersebut, kita sempat tercenung, sudah sedemikian parah kah cara berpolitik di negeri ini tanpa memperdulikan etika dan penghormatan terhadap tokoh yang pernah punya jasa terhadap negeri ini?
Dalam acara Talk Show yang dilakukan oleh KompasTV, yang dipandu oleh Aiman Witjaksono, secara tegas pihak PSI menyatakan bahwa semua yang dimuat pada video tersebut, diarahkan kepada Soeharto dan pemerintahan Orde Baru.
Dengan adanya Video tersebut, sesungguhnya kita sangat menyayangkan bahwa PSI sebagai partai baru, bukannya mencari simpati dari masyarakat agar mendapat dukungan dari masyarakat, justru menimbulkan kekisruhan dengan cara yang sangat tidak patut. Secara umum, apa yang dilempar ke masyarakat tersebut tidak ada manfaatnya, yang muncul malah adalah keributan antara yang pro dan kontra terhadap beberapa masalah yang dimunculkan tersebut. Yang katanya bertujuan untuk pendidikan politik bagi masyarakat, justru yang muncul adalah kesan pelampiasan dendam dari pihak-pihak tertentu kepada Soeharto dan pemerintahan Orde Baru.
Dalam Video tersebut, dengan judul “ Penindasan di Era Orde Baru” beberapa masalah pelanggaran HAM yang dituduhkan kepada Soeharto antara lain:
1). Pembantaian semasa pemberantasan G30S/PKI pada tahun 1965.
2). Pembantaian ketika Pendudukan Timor Timur
3). Pembantaian Peristiwa Talangasari, Lampung
4). Pembataian Peristiwa Tanjung Priok
5). Pembantaia Peristiwa Pembunuhan Mahasiswa Trisakti 1998
Semua yang dituduhkan itu berkaitan dengan sejarah bangsa ini di masa lalu, dan untuk memahami sejarah tentu membutuhkan penelitian dan bahan bacaan yang lengkap, bukan sekedar menelan bulat-bulat satu atau dua sumber sejarah saja.
Tulisan ini mungkin bentuk dari keresahan sebagian masyarakat melihat bagaimana generasi muda kita memahami sejarah, terutama dalam konteks Pemerintahan Orde Baru, yang sejak awal Reformasi terus menerus dijadikan sebagai “pesakitan” seakan-akan pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto seluruhnya melakukan kesalahan terhadap bangsa ini, dan seluruh kesalahan Orde Baru menjadi tanggung jawab Soeharto.
Katakanlah yang berkaitan dengan Peristiwa G30S/PKI. Mereka menyatakan bahwa Soeharto beserta jajaran ABRI telah melakukan pembantaian terhadap kalangan kader PKI maupun terhadap orang-orang yang diduga pendukung PKI, sehingga mengakibatkan matinya ribuan orang yang belum dibuktikan kesalahannya. Apakah memang demikian?
Untuk memahami peristiwa pemberontakan PKI, tidak bisa melihat sesaat ketika terjadinya peristiwa tahun 1965. Cerita Pemberontakan PKI, merupakan sejarah panjang sejarah pemberontakan PKI yang dimulai pada Peristiwa Madiun tahun 1948. Ketika itu Pemerintahan RI yang masih berusia muda, tengah sibuk menghadapi Agresi Belanda, justru ditusuk dari belakang oleh PKI melalui serangkaian pemberontakannya.
Sejak awal kemerdekaan, yang menjadi musuh utama PKI adalah umat Islam. Demikian halnya yang terjadi dalam mengawali pemberintakannya. Jauh hari sebelum melakukan pemberontakan, PKI melalui Organisasi Kadernya, memulainya dengan menyerang banyak pesantren dan membantai para Kiyai dan Santri, dibanyak Pesantren terutama di daerah Jawa. Hal ini terjadi menjelang pemberontakan tahun 1948. Dan ini tercatat dengan baik dalam sejarah bangsa ini. Demikian halnya menjelang pemberontakannya pada tahun 1965.
Pada periode tahun 1960-1965, selain meminta agar Bung Karno membubarkan Partai Masyumi dan GPII, PKI juga meminta Bung Karno untuk menangkap banyak Ulama seperti Buya Hamka, KH Ghazali Syahlan dan lain-lain. Selain itu pula mereka melalui Organisasi kadernya, Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Pemuda Rakyat (PR), melakukan teror dan penyerangan ke banyak pesantren di seluruh Jawa, membunuh dan membantai ribuan Kiyai, Santri dan masyarakat yang anti PKI di daerah pedesaan. Catatan ini mungkin cukup lengkap dimiliki oleh Organisasi NU dan Muhammadiyah, Pemuda Ansor dan Banser.
Banser dari Pemuda Ansor, didirikan di tengah gencarnya serangan BTI dan PR ke berbagai pesantren dan membunuh secara brutal para Kiyai dan Santri. Banser didirikan ketika itu khusus untuk mempertahankan diri dari berbagai serangan yang dilakukan oleh PKI tersebut. Jadi sebenarnya konflik horisontal di kalangan masyarakat di pedesaan diciptakan oleh PKI sendiri melalui organisasi kadernya BTI dan PR. Mungkin yang paling mudah kita angkat salah satunya adalah Peristiwa Kanigoro, ini salah satu penyerangan yang dilakukan BTI dan PR ke Pesantren diantara ratusan penyerangan lainnya di daerah lainnya.
Ketika PKI memberontak melalui gerakan G30S/PKI pada 30 September 1965, gerakan ini langsung dibungkam oleh ABRI yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto. Terjadi penangkapan dan pembersihan terhadap tokoh-tokoh PKI. Dan pemberantasan PKI ini pun berdampak kepada gerakan masyarakat, dimana masyarakat pun turut bertindak sebagai balas dendam terhadap berbagai penyerangan yang dilakukan oleh BTI dan PKI sebelumnya. Konflik horizontal di kalangan masyarakat bawah pun tak terhindarkan sebagai upaya balas dendam. Catatan mengenai hal ini mungkin cukup lengkap dimiliki oleh organisasi Banser, sebagai organisasi Pemuda yang banyak berperan dalam Pemberantasan PKI. Belakangan organisasi dilibatkan dalam Operasi Trisula, sebagai operasi yang tujuannya memberantas PKI di kalangan masyarakat Pedesaan. Sementara ABRI lebih fokus mengejar pelarian pentolan PKI yang bersembunyi di daerah Blitar Selatan seperti Rewang, Oloan Hutapea dan lain-lain.
Bila halnya yang terjadi demikian, mengapa yang terus dipersoalkan adalah Korban yang jatuh di pihak kader PKI karena gerakan Pemberantasan PKI ? Mengapa korban-korban dari kalangan pesantren, Kiyai dan para Santri, yang diserang dan dibantai oleh BTI dan PR tidak pernah dipersoalkan, tidak pernah diangkat ke permukaan?
Ini kalau kita mau jujur melihat masalah pembenrontakan PKI. Hendaknya kita melihat dari dua sisi. Ada baiknya PSI tidak membuat tuduhan yang bersifat sepihak. Coba lakukan studi dengan benar, coba lakukan penelitian di pesantren-pesantren di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, apa saja yang terjadi barkaitan dengan serangan PKI pada sekitar tahun 1960-1965. Bicara pula dengan organisasi seperti NU dan Muhammadiyah, serta Pemuda Ansor dan Banser menyangkut berbagai serangan PKI terhadap umat Islam ketika itu. Dengan demikian akan diperolah fakta sejarah yang benar dan berimbang.
Perlu pula ditambahkan, bahwa pemberantasan Gerakan PKI yang terjadi pada tahun 1965/1966 yang dilakukan oleh ABRI, secara langsung mendapat appresiasi dari pemerintah Amerika Serikat pada waktu itu, setelah mereka kehilang muka dan mengalami kekalahan di Indochina, karena bagi mereka hal ini tidak lepas dari peta persaingan global, dalam konteks perang dingin. Dalam skala perang dingin, antara Blok Barat dengan blok Komunis, Indonesia merupakan ujung tombak yang diharapkan akan mampu meredam gerakan Komunisme di kawasan Asia Tenggara. Itu sebabnya ketika itu pemerintah AS melalui Presidennya Lyndon B. Johnson menawarkan bantuan persenjataan kepada ABRI. Tapi bantuan ini ditolak oleh Soeharto. Justru Soeharto meminta, bila AS memang ingin memberi bantuan, maka yang diminta adalah bantuan berupa beras sekitar 400.000 ton. Ketika itu memang perekonomian Indonesia sangat morat-marit, untuk memenuhi kebutuhan pangan saja negeri ini tidak mampu. Permintaan ini memang cukup mengherankan bagi pemerintah AS ketika itu, tapi mengingat strategisnya posisi Indonesia, maka permintaan bantuan beras tersebut pun diberikan oleh Pemerintah AS.
Jadi dalam konteks pemberantasan G30S/PKI yang dilakukan oleh ABRI yang dipimpin oleh Soeharto, seharusnya PSI lebih teliti dalam memahami sejarah. Siapa sebenarnya yang menjadi korban? Apakah memang benar ada pembantaian terhadap Kader-kader PKI ? atau memang semua akibat dari konflik horizontal sebagai bagian dari balas dendam masyarakat terhadap PKI karena sepak terjangnya dalam melakukan penyerangan dan pembantaian yang terus menerus terhadap banyak pesantren, para Kiyai dan Santri serta masyarakat di pedesaan?
Bila PSI mempersoalkan kader-kader PKI yang katanya dibantai, tanpa mempersoalkan serangan PKI ke pesantren-pesantren dan membantai ribuan Kiyai dan Santri, sebenarnya kalian sedang berdiri di pihak mana dan tengah membela siapa?
Tulisan ini tidak ingin membahas yang hal yang lain secara detail. Tapi kalau bicara masalah Timor Timur, ini pun tidak bisa lepas dari konsep Geostrategi. Tanpa memahami Geostrategi maka masalah Timor Timur tidak akan bisa dipahami. Pertengahan tahun 1975, setelah Timor Timur ditinggalkan oleh Penjajah Portugis, terjadi perang saudara di kalangan masyarakat Timor Timur yang akhirnya wilayah ini dikuasai oleh kelompok Fretilin yang diindikasikan berafiliasi dengan gerakan komunisme.
Berdasarkan perkembangan ini, Petinggi ABRI pada waktu itu, Ali Murtopo yang Kepala Opsus, dan Benny Murdani, menghadap Presiden Soeharto, menyampaikan kekhawatirannya dengan perkembangan di Timor Timur, terutama dengan berkuasanya Fretilin, dan kekhawatiran merambatnya komunisme ke daerah Timor Barat. Mereka meminta persetujuan Presiden Soeharto untuk melakukan penyerangan kepada kelompok komunisme tersebut.
Perang Timor Timur ini pun tidak lepas dari isu Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Komunis. Penyerangan terhadap Timor Timur ini kemudian didukung oleh Amerika Serikat, yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Gerald Ford dengan Menlu Henry Kissinger. Dukungan nyata dalam bentuk persenjataan diberikan oleh Amerika Serikat. Demikian pula dukungan dari Australia dan Inggris. Jadi perang Timor Timur ini tidak bisa dilihat dari kacamata hitam-putih, karena hal ini kaitannya dengan skala perang global, perang terhadap Komunisme, dan tentu dalam kaitannya dengan Indonesia, agar tidak terjadi penetrasi aliran komunis ke wilayah Indonesia yakni Timor Barat. Bila halnya demikian untuk mempertahankan kepentingan nasional, dapatkah pemerintahan Soeharto disalahkan?
Melihat masalah ini hendaknya dilihat dari kepentingan negara secara keseluruhan, dalam konteks memerangi Komunisme. Yang jelas sampai saat ini tak ada satu pun Lembaga Internasional yang menyatakan bahwa Soeharto telah melanggar HAM dalam konteks Perang Timor Timur, justru yang disebut oleh PBB adalah Wiranto.
Dalam kaitannya dengan Kasus Talangsari, penyerangan yang dilakukan ABRI yang dipimpin oleh Kolonel Hendropriyono selaku Komandan Korem Garuda Hitam, yang menewaskan sekitar 294 0rang penduduk Talangsari, apakah ini juga atas perintah Presiden Soeharto juga? rasanya tidak mungkin. Jenjang antara Komandan Korem untuk sampai ke presiden begitu jauh. Di atas Komandan Korem ada Panglima Kodam Sriwijaya, di atas Panglima Kodam ada Kepala Staf Angkatan Darat, di atas Kepala Staf Angkatan Darat ada Panglima ABRI yang ketika itu dijabat oleh Jenderal Benny Murdani. Jadi melihat jenjang yang begitu jauh, rasanya mustahil bila Peristiwa Talangsari ini dimintakan pertanggungjawabannya kepada Soeharto.
Mungkin PSI bisa menanyakan masalah ini secara jelas kepada Hendropriyono, bagaimana keadaan ketika itu. Presiden tidak akan pernah memberikan perintah kepada Komandan Korem yang jenjangnya jauh di bawah. Selain itu pula, masalah Talangsari merupakan masalah lokal, biasanya masalah ini keputusannya bisa saja diambil langsung oleh Komandan Korem sendiri, atau sampai Panglima Kodam atau sampai ke Kepala Staf Angkatan Darat. Mungkin laporannya sampai kepada Panglima ABRI ketika itu.
Dalam konteks Peristiwa Mei 1998, rasanya pun jauh dari jangkauan Soeharto ketika itu. Ketika Demonstrasi Mahasiswa berlangsung, pemerintahan Soeharto dalam keadaan krisis. Soeharto sudah ditinggalkan oleh para menteri dari kabinet yang dibentuknya. Saat itu beliau dapat dikatakan sendiri didampingi Mensesneg, Saadillah Mursyid, tengah berpikir untuk menyelamatkan perekonomian negeri ini diantaranya yang prioritas adalah menyelamatkan Program Pembangunan Tinggal Landas yang sudah memasuki tahap awal, dan melakukan diskusi intensif dengan beberapa pihak. Selain itu pula beliau tengah mendapat tekanan dari IMF yang dilakukan oleh Michel Camdesus, yang menawarkan bantuan tapi dengan sejumlah persyaratan yang sangat memberatkan bagi bangsa dan negara ini ke depan.
Jadi masalah keamanan negara pada waktu itu sepenuhnya berada pada kendali Panglima ABRI yang ketika itu dijabat oleh Jenderal Wiranto. Untuk masalah ini pun sebaiknya ditanyakan kepada Wiranto, yang saat ini masih ada. Jadi masalah ini jauh dari jangkauan Soeharto ketika itu, karena kendali sepenuhnya berada pada Panglima ABRI.
Melihat hal-hal yang dituduhkan oleh PSI kepada Pemerintahan Orde Baru dan Soeharto, sebaiknya PSI belajar sejarah dengan sebaik-baiknya. Banyak membaca dari berbagai sumber sehingga memahami masalah secara lebih baik.
Dan yang lebih utama, alangkah tidak adilnya menyalahkan sesuatu kepada tokoh yang sudah meninggal dunia, dimana beliau tidak bisa memberikan jawaban atas tuduhan tersebut. Tuduhan yang tanpa dasar yang jelas, tanpa dasar hukum yang jelas, maka hal ini bisa berubah menjadi fitnah. Adakah Keputusan Pengadilan yang menyatakan bahwa Soeharto melanggar HAM dan bertanggung jawab atas berbagai kasus tersebut?
Sebagai partai baru, yang katanya Partai Anak Muda, seharusnya cara berpikir PSI lebih terbuka, dan lebih berpikir Positif. Bila ingin memberikan pelajaran politik kepada masyarakat, bukan seperti ini caranya. Ini cara yang kasar, brutal dan jauh dari keadaban.
Bila ingin memberikan pelajaran politik kepada masyarakat, mengapa bukan mengkritisi sepak terjang pemerintahan yang ada pada saat ini. Boleh saja katanya PSI merupakan partai pendukung pemerintahan Jokowi, tapi mendukung bukan berarti memberikan “cek kosong” tanpa kritik. Mendukung pemerintah itu beraryti juga menyelamatkan pemerintahan dari penyimpangan dan pengingkaran. Mungkin PSI bisa mulai mengkritis pemerintahan Jokowi dengan menanyakan hal-hal menyangkut janji-janji Jokowi kepada masyarakat ketika kampanye pada Pilpres 2014 yang lalu, ada sekitar 66 janji yang disampaikan Jokowi kepada masyarakat ketika itu. Mengapa sampai saat ini Jokowi tidak memenuhi janji tersebut ?
Atau juga bisa menanyakan kebijakan tentang pembangunan yang berbasis utang, sampai sejauhmana pertanggung jawabannya terhadap sistem keuangan negara saat ini. Atau juga menyangkut kebijakan impor beras yang terus dilakukan oleh pemerintahan ini padahal kebijakan ini terus menjepit kehidupan para petani. Atau juga kebijakan TKA terutama dari Cina yang terus membludak masuk ke negeri ini, sementara tingkat pengganguran di kalangan muda usia semakin bertambah setiap harinya. Mengapa bukan hal-hal seperti ini yang dilakukan oleh PSI bila memang ingin memberikan pendidikan politik bagi masyarakat?
Banyak kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi saat ini yang bisa dikritisi. Ini bila PSI memang mendukung pemerintahan Jokowi, dalam arti menyelamatkan pemerintahan ini dari pengingkaran terhadap janji-janji yang telah diucapkan ketika masa kampanye juga. Ini baru pendidikan politik yang sehat.
Video yang disebarkan oleh PSI menyangkut Orde Baru dan Soeharto, tidak jelas dasar hukumnya dan sangat kuat berbau fitnah. Apalagi sosok Pak Harto sebagai pihak yang dituduh, sudah lama meninggal dunia. Dan hal ini bisa menimbulkan kebencian beberapa kalangan kepada Orde Baru dan sosok Soeharto.
Padahal Islam mengajarkan “ … jangan kebencian kalian kepada satu golongan, menyebabkan engkau berbuat tidak adil, berbuat adil lah, karena bersikap adil itu mendekatkan engkau kepada ketakwaan” (Al Maidah ayat 8).
Jadi menyebarkan video seperti itu memang bukan cara berpolitik yang patut dan jauh dari keadaban.
Daripada mengorek-ngorek masa lalu yang tidak jelas dasar hukumnya, mungkin lebih baik PSI mencoba menggali berbagai kelebihan dari Orde Baru. Bagaimana caranya Pemerintahan Soeharto mampu berswasembada Pangan sejak tahun 1984. Bagaimana Soeharto mampu membangun BUMN Strategis dan Industri Strategis berbasis Pertanian yang kuat. Bagaimana Soeharto mampu membangun infrastruktur perekonomian masyarakat lapisan bawah sehinga semua menjadi satu kesatuan yang kuat. Inilah yang dijadikan modal dasar untuk memsuki Program Tinggal Landas yang dimulai pada tahun 1995 dan selesai pada tahun 2020. Program tinggal landas ini lah yang ditakuti oleh negara-negara besar, karena bila Indonesia masuk pada Program Tinggal Landas, maka negara ini mandiri dan melepaskan diri dari ketergantungannya kepada negara-negara besar. Hal ini lah yang tidak dikehendaki. Negara besar masih tetap berkeinginan agar Indonesia tetrap bergantung kepada mereka, itu sebabnya mereka tidak menginginkan negeri ini menjadi besar dan mandiri.
Itu sebabnya “menjatuhkan Soeharto” merupakan rencana yang memang sudah disiapkan oleh negara-negara besar. Sebagaimana pengakuan Michel Camdesus, Direktur IMF, dia menyatakan bahwa “Kehadiran IMF merupakan katalisator untuk menjatuhkan pemerintahan Soeharto”. Jadi apa yang terjadi pada tahun 1997/1998 yang menerjang negeri ini, memang merupakan skenario negara-negara besar untuk meruntuhkan perekonomian negeri ini, untuk menciptakan ketergantungan yang terus menerus kepada mereka. Sasaran dari IMF dalam menguasai negeri ini adalah menguasai BUMN Strategis dan menguasai SDA, Liberalisasi Pasar Modal, menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk-produk yang dihasilkan oleh negara-negara besar tersebut. Dan kita lihat sekarang ini, selama era reformasi semua tengah berjalan, penjajahan ekonomi oleh negara asing terhadap negeri ini terus berlangsung. Dilihat dari empat poin itu saja, kita sudah kehilangan semua.
Mungkin hal-hal seperti ini seharusnya yang dilakukan oleh PSI, bila memang ingin memberikan pembelajaran politik bagi masyarakat. Bukan menebar fitnah, apalagi kepada tokoh yang pernah berjasa kepada negeri ini dan beliau pun sudah lama meninggal dunia. Tak ada satu pun keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa Orde Baru dan Soeharto telah melakukan pelanggaran HAM, baik pengadilan dalam negeri maupun Pengadilan Internasional.
Pada akhirnya lagi-lagi kita harus belajar kepada etikanya masyarakat negara adidaya Amerika Serikat. Berdemokrasi dan berpolitik tidak bisa digebyah uyah, semua harus dilakukan dengan beretika. Mereka sangat menghargai pemimpin-pemimpin mereka di masa lalu yang sudah meninggal dunia, yang pernah punya jasa terhadap negara, dengan menutupi segala kekurangannya.
Mereka lebih mampu menerapkan filsafat “mikul duwur mendem jero”, padahal kearifan lokal ini kita yang punya, mereka yang malah mampu menerapkannya secara baik. Sebagaimana yang diterapkan oleh Soeharto terhadap Bung Karno, tak secuil pun aib Bung Karno pernah dipersoalkan dan diungkit pada masa pemerintahan Orde Baru.
Jadi kepada PSI sebagai Partai Baru yang mengakunya Partai Anak Muda, sebagai orang muda, berfikirlah lebih positif, ini akan memberikan kebaikan kepada kalian semua. Bila ingin memberikan pelajaran politik kepada masyarakat, cobalah untuk mengkritis kinerja pemerintahan saat ini, karena hal ini akan lebih positif bagi masyarakat, bagi masa depan bangsa dan negara ini.
Tetaplah berpolitik dengan cara yang bermartabat dan penuh integritas dan kejujuran, jujur kepada diri sendiri, jujur kepada masyarakat, jujur kepada bangsa dan negara ini. Tetaplah secara jujur berpegang kepada nilai-nilai Pancasila yang murni dan Konsekwen, bila kalian ingin membangun cara berpolitik yang sehat dan bermartabat.