Calin Georgescu, Dijegal Sebagai Presiden Karena Menyerukan Romania Berhenti Membantu Ukraina

Bagikan artikel ini

Saat ini sistem politik di Amerika Serikat dan Eropa Barat sudah tidak bisa lagi menjadi rujukan atau teladan untuk melahirkan para pemimpin nasional yang demokratis. Sebab sistem politiknya itu sendiri yang justru menjadi penyebab timbulnya krisis legitimasi. Ambillah misal, Romania. Pada 24 November 2024 lalu, pemilihan presiden diselenggarakan di Romania. Sayangnya, dalam pemilihan putaran pertama, tidak ada satu kandidat pun yang berhasil meraih suara mayoritas mutlak.

Maka diadakanlah pemilihan presiden putaran kedua pada 8 Desember 2024. Sampai di sini, sesuai aturan main pemilihan suara langsung secara demokratis sah-sah saja. Namun yang mengejutkan, pada 6 Desember 2024, Mahkamah Konstitusi Romania membatalkan hasil pemilihan presiden tersebut dengan tuduhan bahwa calon presiden yang memenangi pemilihan presiden putaran pertama tersebut, Calin Georgescu, calon presiden dari kelompok Nasionalis Independen, berhasil menang atas dukungan operasi politik negara asing. Menurut saya, ini dalih yang terlalu dibuat-buat.

Baca:

Romanian court orders recount of the 1st round of the presidential vote, won by a far-right outsider

Adapun yang berada di urutan kedua adalah Elena Lasconi, dari kelompok Kanan Tengah. Hasil pemilihan presiden ini memang mengejutkan kalangan pengamat dan pegiat polling di Romania, Karena Calin Georgescu sama sekali tidak diperhitungkan sebelumnya. Menariknya, Calin Georgescu, mengingat latar politiknya dari kalangan nasionalis independen dan berorientasi pada nasionalisme kerakyatan dan populis, bukanlah sosok yang terkenal sehingga kemenangannya mengejutkan kalangan mapan di Romania, utamanya di Bukares.

Pertanyaan pentingnya di sini, mengapa hasil pemilihan demokratis harus dianulir oleh Mahkamah Konstitusi lantaran calon pemenangnya berada di luar arus utama perpolitikan nasional Romania?

Adapun Elena Lasconi, yang dipandang sebagai politisi Kanan Tengah berhaluan reformis, nampaknya jauh lebih didukung oleh Amerika Serikat dan blok Barat (Uni Eropa). Di sinilah kemudian menjadi menarik dalih-dalih pihak pemerintahan Romania seperti yang disampaikan oleh kantor Presiden Rumania Klaus Iohannis. Klaus Iohanis mengatakan bahwa nalisis dokumen mengungkapkan bahwa “seorang kandidat presiden mendapat keuntungan dari paparan besar-besaran karena perlakuan istimewa yang diberikan oleh platform TikTok.” Aneh sekali bukan? Sejak kapan kemenangan seorang calon presiden dibatalkan hanya karena perlakuan istimewa oleh platform Tiktok? Bukankah hal sama juga pernah dialami Barrack Obama ketika berhasil memenangi pemilihan presiden lantaran dapat keuntungan publikasi besar-besaran dari Facebook?

(FILES) In this file photo taken on November 22, 2024 pedestrians pass by electoral posters with candidates for the presidential and parliamentary elections in Bucharest. Romanias constitutional court announced on December 6, 2024 that it was cancelling the presidential election, where a run-off had been due to take place on December 8, 2024 amid allegations of Russian interference. The court has decided to annul the entire electoral process for the election of the President of Romania... to ensure the correctness and legality of the electoral process, it said. (Photo by Daniel MIHAILESCU / AFP)

Situasi di Rumania saat pemilu digelar November lalu (dok. AFP/DANIEL MIHAILESCU) Baca artikel detiknews, “Pilpres Rumania Dibatalkan 2 Hari Sebelum Digelar, Ada Apa?” selengkapnya https://news.detik.com/internasional/d-7675607/pilpres-rumania-dibatalkan-2-hari-sebelum-digelar-ada-apa. Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/Lebih lucu lagi, ketika Dewan Audiovisual Nasional Rumania meminta Komisi Eropa untuk menyelidiki peran TikTok dalam pemungutan suara pada 24 November 2024 lalu. Segi lain yang menurut saya aneh, yang menyebabkan dibatalkannya pemilu oleh Mahkamah Konstitusi, bermula oleh adanya gugatan dari beberapa calon presiden yang sebenarnya perolehan suaranya sangat kecil dan tidak signifikan.

Ambillah misal, ketika Cristian Terhes, mantan calon presiden dari Partai Konservatif Nasional Romania yang hanya memperoleh suara 1%,  erhes menuduh bahwa partai Lasconi telah mendesak orang-orang untuk memilih sebelum beberapa tempat pemungutan suara diaspora ditutup pada hari Minggu, dengan mengatakan bahwa hal itu melanggar undang-undang pemilu yang melarang kegiatan kampanye pada hari pemungutan suara.

 

EPA Romanian far-right independent run-off candidate Calin Georgescu speaks during a media statement following his surprise win in the first round of presidential elections

Calin Georgescu

 

Setelah putusan pengadilan pada hari Kamis, kantor pers Terhes mem-posting di Facebook bahwa pengadilan memerintahkan penghitungan ulang “karena adanya indikasi penipuan,” dan menuduh bahwa suara sah yang diberikan untuk Ludovic Orban — yang telah keluar dari perlombaan tetapi tetap berada di surat suara — telah dialihkan ke Lasconi.

Mantan calon presiden lainnya, Sebastian Popescu, juga mengajukan pengaduan, yang dalam pemilihan presiden hanya memperoleh 0,15 persen suara, malah meminta pengadilan membatalkan pemilu, Dengan  dalih, Georgescu — yang menyatakan tidak ada pengeluaran kampanye — tidak mengungkapkan pendanaan yang terkait dengan kampanye TikTok besar-besaran , yang oleh banyak pihak dianggap sebagai penyebab keberhasilannya.

Popescu, yang memperoleh 0,15% suara di putaran pertama, juga menuduh dalam permohonannya bahwa Georgescu telah menggunakan disinformasi yang meluas dan “menipu undang-undang pemilu dengan membiayai seluruh kampanye pemilu secara ilegal, memperoleh dukungan dari luar batas negara, dari badan-badan negara dengan tujuan mengacaukan stabilitas Romania.”

Namun nampak jelas hal itu sekadar alasan yang dicari-cari, dan meski melalui cara yang berputar-putar,  manuver pengaduan  Cristian Terhes maupun  Sebastian Popescu, sasaran strategis para elit nasional Romania yang berhaluan konservatif nampaknya tertuju pada Calin Georgescu, yang terganggu dengan tema-tema yang diusung Georgescu. Tema yang paling menonjol di TikTok milik Georgescu adalah mengenai Perdamaian. Yang kalau mau lebih tegasnya lagi, adalah pentingnya bagi Romania untuk berhenti mendukung Ukraina agar Rumania tidak terlibat dalam krisis Rusia-Ukraina.

Jika tema sentral calon presiden Calin Georgescu menjadi acuan pembatalan pemilihah presiden karena Georgescu berhasil memenangi suara mayoritas tipis, maka namapak jelas bahwa sasaran sesungguhnya adalah menggagalkan kemenangan Georgescu sebagai presiden. Yang itu berarti, AS dan Uni Eropa sama sekali tidak senang jika Georgescu menjadi presiden baru Romania.

Maka itu sangatlah tidak mengherankan jika salah satu isu yang digulirkan untuk menjegal kemenangan Georgescu adalah dengan mengaitkan dirinya dengan agenda-agenda strategis Rusia. Karena jika salah satu tema kampanye Georgescu adalah Perdamaian dan Pentingnya Romania untuk  menghentikan dukungan terhadap Ukraina, berarti Calin Georgescu menentang skema AS dan sekutu-sekutunya di Eropa Barat yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk mendukung Ukraina sebagai agen proksinya di Eropa Timur, untuk menghadapi Rusia.

Dengan itu, di tengah-tengah kuatnya arus pendapat umum bahwa Calin Georgescu merupakan calon presiden yang bermasalah dan menang karena dukungan dari luar negeri, ada baiknya kita dengarkan pandangan versi Georgescu sendiri. Georgescu mengatakan bahwa diringan mendapat bantuan dari jaringan relawan Romania membantu kampanyenya, dan membantah telah melakukan kesalahan dan tidak melakukan pelanggaran apa pun.

Georgescu malah balik menuding bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi untuk mengadakan putaran kedua yang kemudian akhirnya malah membatalkan pemilu itu sendiri pada 8 Desember 2024, bertujuan untuk melarang hak rakyat Rumania untuk berbicara bebas. Karenanya, hasil pemilihan presiden putaran pertama tersebut bukan saja sah, melainkan benar-benar berjalan secara demokratis.

Berdasarkan rangkaian cerita tersebut, nampaknya birokrasi pemerintahan Romania yang sejatinya saat ini merujuk pada sistem politik model Eropa Barat, ternyata sama sekali tidak bisa diandalkan sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bersifat netral, adil dan transparan.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com