Chavez Kecam Menlu Clinton Coba Adu Domba Sesama Amerika Latin

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Hugo Chavez nampaknya memang betul-betul jadi momok bagi Amerika Serikat. Riwayat politik Chavez sejak masih menjadi kolonel bikin Amerika, siapapun presiden dan menter luar negerinya, untuk Angkatan Bersenjata Venezuela memang beralasan untuk menaruh kekhawatiran yang cukup besar.

Chavez memang tipikal tokoh pergerakan murni. Bayangkan saja, pada 1992, ketika masih berpangkat kolonel, Chavez menggerakkan anak buahnya melancarkan percobaan kudeta. Gara-gara tidak senang dengan presidennya yang dia pandang sudah kelewatan korupnya. Sayangnya, gerakan kudeta Chavez kandas di tengah jalan, dan terpaksa harus masuk bui.

Tapi di sini pula menariknya Presiden Venezuela yang satu ini. Ketika gerakannya gagal, dia menyatakan di depan khalayak umum Venezuela, bahwa sekarang memang dia gagal. Tapi percalah, ini hanya kegagalan sementara. Denga kata lain, Chavez hendak menyatakan bahwa ini merupakan keberhasilan yang tertunda.

Benar saja. Ketika ikut pemilu presiden 1998, Chavez menang dengan perolehan suara sekitar 56 persen. Maka muncullah untuk kali pertama, sosok presiden  berhaluan sosialis kiri/nasionalis kerakyatan di kawasan Amerika Latin, sejak tergulingnya Presiden Guatemala Jacobo Arbenz Guzman pada 1954 dan Presiden Chili Salvador Allende pada 1973. Kedua presiden berhaluan kiri tersebut tergusur berkat persekutuan kelompok sayap kanan dan militer, dan tentu saja dengan restu diam-diam maupun terang-terangan dari Amerika Serikat.

Karena itu, ketika Chavez secara mengejutkan berhasil memenangkan pemilu presiden pada 1998, Amerika dibuat kebakaran jenggot. Chavez bisa menang, karena investasi politik yang dia lakukan ketika melancarkan percobaan kudeta militer pada 1992. Sejak itu, meski gagal, Chavez mendapat pujian dan simpati besar-besaran dari masyarakat Venezuela.

Kudeta militer Chavez gagal, namun melalui pemilu demokrasi Chavez berhasil menduduki tampuk kekuasaan sebagai orang nomor satu Venezuela. Masuk akal jika Amerika sangat khawatir dan terganggu dengan kemunculan Chavez. Terbukti sejak itu, Bolivia dan Brazil mengikuti jejak Venezuela, menjadi mata-rantai kebangkitan sosialisme dan nasionalisme kerakyatan.

Kalau sudah demikian, Amerika yang di belakangnya sarat dengan hajatan berbagai kekuatan korporasi besar bidang perminyakan dan gas, memandang Chavez sebagai ancaman nyata bagi kepentignan strategis para pebisnis minyak dan gas Amerika. Karenanya, baik George W. Bush maupun Barrack Obama, sama sebangun dalam memandang Chavez sebagai ancaman nasional Amerika.

Pada 2002 lalu, Bush memang sempat mencoba membantu kelompok-kelompok sayap kanan Venezuela untuk menggulingkan Chavez. Namun dasar karena Chavez sendiri memang pernah menjadi penggerak kudeta sepuluh tahun sebelumnya, maka skenario CIA-sayap kanan Venezuela dengan mudah dipatahkan, yang pada akhirnya telah mempermalukan Bush dan para kroninya di Gedung Putih.

Pada era Obama sekarang ini, Chavez rupanya melihat gelagat Obama tetap dalam skema yang sama dengan Bush, hanya saja mau coba-coba gunakan cara lain.

Baru-baru ini, dalam kunjungan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton ke Brazil, Menlu Clinton membujuk pemerintah Brasil untuk mendukung sanksi-sanksi baru yang lebih berat terhadap Iran terkait program nuklirnya. Namun pemerintah Brasil dengan tegas menolak untuk mendukung sanksi tersebut.

Manuver Menlu Clinton inilah yang rupanya  bikin Chavez meradang, karena Amerika berarti menerapkan devide et impera, dengan memecah-belah dan adu domba antar negara-negara Amerika Latin. “Bagi saya, Hillary Clinton seperti Condoleeza Rice pirang,” begitu kata Chavex. Yang disebut belakangan adalah mantan Menlu AS era Bush, dan memang cukup getol menyerang dan mengecam Chavez secara keras.
“Dia datang ke Brasil untuk memprovokasi kita, untuk mencoba dan memisahkan kita dari saudara-saudara kita,” tandas Chavez.

Maklum saja kalau Chavez gusar, karena Presiden Lula dari Brazil, merupakan kepala negara berhaluan kiri yang sampai sekarang telah menjalin aliansi strategis dengan Chavez, selain dengan Presiden Bolivia Evo Morales.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com