Cerpen Kecil Geopolitik
Melanjutkan cerita soal China Spring, mari kilas balik sebentar tentang gerakan massa di Jalur Sutra (Afrika Utara dan Timur Tengah) yang dulu dikenal dengan istilah ‘Musim Semi Arab’ atau Arab Spring dekade 2011-an. Luar biasa. Gerakan ini mampu menumbangkan beberapa rezim penguasa secara berurutan — antara lain Zine Ben Ali di Tunisia, Ali Abdullah Saleh di Yaman, dan Husni Mubarak di Mesir, secara bergiliran mereka jatuh dari takhta kekuasaannya.
Namun ketika gelombang Arab Spring berlabuh di Libya dan Syria, ternyata tidak seampuh di tiga negara sebelumnya. Biasa-biasa bae. Nyaris kurang mendapat respon signifikan dari rakyat kedua negara (Libya dan Syria). Entah kenapa. Karenanya, derajat manuver pun ditingkatkan oleh invisible hands dari aksi massa menjadi gerakan bersenjata alias perang sipil.
Tak boleh dipungkiri, Syria di bawah kepemimpinan Bashar al Assad tidak terpancing dengan perubahan agenda gerakan. Pemberontakan sipil bentukan asing diayun melalui kontra-kontra intelijen. Beberapa kali Assad dituduh menggunakan senjata kimia dalam perang sipil, dan Tim PBB pun turun ke TKP, namun tidak terbukti. Tak dijumpai pelanggaran HAM dan pemakaian senjata kimia oleh rezim Assad di Syria.
Nah, di Lybia lain lagi — Moamar Gaddafi terpancing tatkala tensi manuver dinaikkan menjadi gerakan sipil bersenjata (oleh invisible hands). Sekali lagi, Gaddafi terpancing. Kelompok milisi bersenjata bentukan asing dibombardir dengan mesin-mesin perang modern. Korban pun berjatuhan. Inilah blunder Gaddafi. Maka, atas laporan 70-an NGO (yang berafiliasi ke asing) ke PBB, stigma pelanggaran HAM dituduhkan kepada Gaddafi. Dan terbitlah Resolusi PBB Nomor 1973/No Fly Zone, lalu Lybia dibombardir oleh NATO hingga Gaddafi dinyatakan ‘tewas’. Kemudian dibentuk pemerintahan transisi, simpanan Gaddafi di bank-bank luar negeri dibekukan (dirampok), ladang-ladang minyaknya dijarah serta menjadi bancaan asing. Lybia kini mirip negara tak bertuan.
Itulah sekilas gelombang Arab Spring di Jalur Sutra dimana riak-riaknya masih tersisa hingga kini di Syria, konflik tak berujung dengan beragam stigma silih berganti. Isu bergerak. Dulu dihembuskan konflik antarmazhab, misalnya, atau kemarin isu terorisme, lalu ISIS, isu radikalisme dan lain-lain.
Pertanyaan selidik, “Siapa invisible hands di balik gerakan massa yang dulu mengguncang Jalur Sutra bersandi Arab spring?”
Bersambung ..
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments