Coronavirus: Dari Rekayasa Agen Biologi Menuju Pengendalian Ruang Hidup (Bagian IV)

Bagikan artikel ini

Pada awal wabah Pemerintah Cina berdusta tentang pandemi coronavirus Wuhan dengan meminimalkan ancaman, mencela dan memenjarakan orang-orangnya yang berbicara kebenaran. Dan sengaja menyembunyikan informasi, dan menunda pengumuman publik.

A. Corona Virus adalah virus Rekayasa

Virus berasal dari Institut Virologi Wuhan, berasal dari rekayasa biologi. Direktur Lembaga Wuhan Shi Zhengli sendiri sudah mengakui bahwa bila dianggap virus kelelawar adalah sumber wabah, maka penelitian untuk perekayasaan virus kelelawar sendiri sudah dilakukan beberapa tahun sebelumnya.

Study rekayasa virus kelelawar ini bisa dilihat dari hasil study Wuhan yang dipublikasikan.

1. Artikel ini adalah makalah awal yang mengklaim mereka telah mengisolasi virus corona dari kelelawar dan diterbitkan dalam Science pada tahun 2005 (Bats are natural reservoirs of SARS-like coronaviruses.)

2. Artikel kedua diterbitkan dalam Journal of Virology pada 2008, berjudul Perbedaan dalam Penggunaan Reseptor antara Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) Coronavirus dan Coronavirus Seperti Asal-Usul Coronavirus dari Kelelawar (Difference in Receptor Usage between Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) Coronavirus and SARS-Like Coronavirus of Bat Origin).

Satu hal yang perlu ditunjukkan adalah bahwa virus SARS dan coronavirus pada 2019 menggunakan reseptor ACE-2 (pada sel manusia) untuk menginfeksi sel manusia.

Makalah ini memiliki tiga kesimpulan penting:

1. Virus dari kelelawar dapat masuk ke sel manusia melalui reseptor ACE-2.

2. Virus manusia SARS tidak dapat mengikat dengan reseptor kelelawar-2.

3. Jika sekuens kecil (310-518, itu adalah sekitar 200 asam amino) yang dapat berikatan dengan reseptor ACE-2 manusia dikeluarkan dari virus SARS manusia dan dikombinasi ulang menjadi protein S dari bats’virus, maka virus kelelawar yang direkombinasi dapat menginfeksi sel manusia. Ini menunjukkan mereka telah menguasai metode dan teknik untuk mengubah virus kelelawar untuk menginfeksi manusia.

3. Tim Shi Zhengli menerbitkan makalah lain di NATURE pada 2013, berjudul Isolasi dan karakterisasi kelelawar seperti virus corona yang menggunakan reseptor ACE2 (Isolation and characterization of a bat SARS-like coronavirus that uses the ACE2 receptor).

Mereka mengisolasi virus dari kelelawar, virus yang dapat menggunakan reseptor ACE-2 untuk menginfeksi sel manusia

4. Pengujian coronavirus ini dilakukan pada tikus dan sukses. berjudul A cluster SARS yang menyerupai virus kelelawar yang beredar menunjukkan potensi munculnya manusia (A SARS-like cluster of circulating bat coronaviruses shows potential for human emergence)

Virus ini dikombinasi ulang dengan protein S, yang disebutkan pada makalah Shi Zhengli 2013, dan mengadaptasi virus SARS yang dapat menginfeksi tikus.

Peneliti India dalam Peneliti Universitas Nanjing, Cina dalam dua studi terpisah maupun studi peneliti lain juga menguatkannya lebih lanjut (dalam arti ini virus artificial) dengan penemuan empat insersi yang salah satunya yang tak mungkin terjadi bisa terjadi bila ini virus secara alami.

https://www.biorxiv.org/…/10.1…/2020.01.30.927871v1.full.pdf
https://cyprustar.wordpress.com/…/preuves-que-le-ncov-2019…/
https://www.researchgate.net/…/Fourth_Sequence_COVID-19_TTG…

Dari hasil penelusuran ini secara umum dapat dijelaskan bahwa Coronavirus adalah rekayasa biologi. Tak bisa disangkal lagi.Bukan alami.

Penulis menegaskan pendapat disini, bahwa tak ada yang salah untuk merekayasa virus sebagai penemuan ilmiah, karena tujuan rekayasa virus adalah untuk memusnahkan virus itu sendiri. Namun menjadi salah ketika kemudian hasil perekayasaan virus karena keteledoran atau kesengajaan pihak pihak tertentu, apalagi dijadikan sebuah senjata biologi, menjadikan bencana bagi umat manusia di seluruh dunia.

B. Konspirasi “Perembesan” Virus

Perembesan ini entah karena “kebocoran disengaja” karena kedekatan lingkungan Institut Virlogi Wuhan ataukah operasi rahasia kelompok tertentu Cina ini sulit dibuktikan secara langsung, bahkan bisa menjadi prang narasi tanpa henti.

Namun kesemua ini akan menjadi jelas bila melihat indikasi ke arah ini, Indikasi ini ada dua:

1. Bukankah penemuan ilmiah virus butuh verifikasi dengan pengujian? Bukankah ini juga mengungkapkan juga bahwa beberapa orang- yang terpisah baik yang berkaitan dengan pasar basah Wuhan ataukah tidak ada kaitannya sama sekali- adalah obyek pengujian?.

2. Cina sudah bersiap diri enam bulan sebelum kejadian coronavirus mewabah.

Sebelumnya, di bagian II rangkaian tulisan ini telah diungkap, enam bulan sebelum pelepasan coronavirus pada November 2019 di Wuhan, Cina telah mempersiapkan semua sumber daya dalam negerinya, termasuk persiapan tanggap darurat kesehatan dengan komando terpusat dan bersifat nasional.

Namun, bahkan walau Cina sudah lakukan persiapan dini jauh hari sebelumnya, mengingat masih kurang rapinya pengorganisasian penanganan virus, maka banyak juga jatuh korban di dalam negeri Cina sendiri.

Menurut beberapa pengamat Cina mengatakan, bahwa kurang rapinya organisasi penanganan virus ini karena gerakan ini harus menunggu instruksi dari otoritas pusat.

Bisa jadi ini benar, karena laporan awal intern otoritas Hubei pada bulan Desember 2019 – dengan kategori sangat rahasia tentang wabah dari Wuhan – itu telah ditanggapi dengan diam oleh Wakil PM Cina Han Zheng.

Baru pada tanggal 20 Januari 2020, Presiden Republik Rakyat Cina (RRC) dan Pemimpin PKC, Xi Jinping, menyampaikan pidato. Pada pidato itu ia memperingatkan aparat partai bahwa Cina sedang menghadapi epidemi baru dan menginstrusikan semua aktivis politik berupaya memprioriaskan hal ini.

Mesin pesta memang selalu membutuhkan waktu untuk membuat sesuatu bergerak dengan dorongan dari pusat komando. (Xi orders resolute efforts to curb virus spread)

Ada juga pengamat yang mengatakan bahwa munculnya korban di dalam Cina sendiri memang disengaja, karena Cina sudah merasa kelebihan penduduk. Kelebihan penduduk ini menjadi beban ekonomi Cina sehingga Cina masih harus impor  dan ini membebani ekonomi tumbuh lebih cepat.

Di bagian lain dari pengamat yang menganut teori Malthusian ini juga menyebutkan bahwa rakyat Cina yang kurang perannya bagi negara dan hanya menjadi “sampah”, akan dihabisi dan digantikan oleh gen manusia unggul yang akan dikembangkan melalui artificial intelegence dan bio teknologi yang tengah dikembangkan Cina.

Kritikus otoritas Cina didalam negeri mengungkapkan bahwa coronavirus dilepaskan pada awalnya dimaksudkan bukan untuk dunia. Ini terjadi karena imbas perebutan internal elite politik dalam negeri. Jadi (ini) bukan PKC secara keseluruhan.

Niat aslinya bisa berupa serangan virus yang terbatas dan dapat dikendalikan untuk membunuh orang-orang tertentu di kota Wuhan dan Hong Kong dengan serangan presisi, tetapi entah bagaimana tidak dapat dikendalikan karena sabotase atau kesalahan manusia.

Diketahui elite politik dalam negeri Cina memang terdiri dari beberapa blok yang menimbulkan perebutan kekuasaan di elite politik PKC sendiri. Perebutan kekuasaan utama adalah antara Geng Beijing dan Geng Shanghai:

Geng Beijing termasuk Xi Jinping, Li Zhanshu, Ding Xueziang, Chen Xi, Xu Qiliang, dan lain-lain. Sementara Geng Shanghai termasuk Wang Qishan, Jiang Zeming, Han Zheng, Guo Shengkun, Meng Jiangzhu, Sun Lijun, Li Chunlan, dan lain-lain.

Kelompok Menengah yang tidak berdaya yang diwakili oleh Wang Yang, Hu Chunhua, tidak terlibat dalam serangan virus.

Di antara tiga kelompok dalam PKC, diantara Geng Beijing atau Geng Shanghai inilah yang memerintahkan serangan virus. Perdana menteri Cina Li Keqiang adalah orang luar yang tidak disukai oleh orang-orang di ketiga kelompok itu.

Bahkan sumber dalam negeri Cina juga mengatakan orang yang paling bersalah dalam coronavirus adalah Guo Deyin bukan Shi Zhengli, karena perintah rahasia kelompok kecil PKC Cina. Akhirnya Otoritas Cina mengambil langkah menempatkan Jenderal Chen Wei, seorang ahli biokimia untuk menjadi Direktur Institut Virologi Wuhan.

Penunjukan pemimpin instansi sipil kepada jenderal militer aktif oleh otoritas Cina, ini jelas menunjukan bahwa fusi sipil militer di Cina dimungkinkan. Pengalihan ini juga berarti dimungkinkan di Cina bahwa sebuah kegiatan atau lembaga sipil non proliferasi bisa diubah dengan cepat menjadi kegiatan proliferasi.

C. Propaganda Luar Negeri

1. Penghambatan informasi dunia oleh WHO
Menyiapkan propaganda di luar negeri dengan WHO sebagai ujung tombak, agenda Cina nampak sukses diluncurkan. Tak dapat disangkal pengaruh Cina sangat kuat di lembaga kesehatan dunia. Berkat lobi Cina ini, maka WHO mandul sebagai alarm kesehatan dunia dan bahkan lebih jauh membela Cina.

2. Menyalahkan pihak lain selain Cina
Propaganda luar negeri lainnya dimotori Jubir Luar Negerinya Zhao Jinliang menyalahkan AS sebagai sumber pembawa wabah. Tuduhan yang tak berdasar. Bahkan dianggap tuduhan “gila” oleh diplomat senior Cina yang menjabat Duta Besar Cina untuk AS, Cui Thiankai. Mengapa harus menyalahkan AS?

Dengan menyalahkan Amerika Serikat, Xi dapat mengalihkan fokus rakyat Cina pada ancaman musuh bayangan palsu, merangsang ultra-nasionalisme terhadap AS, untuk menutupi kesalahan manajemennya sendiri dan kesalahan langkah dalam menghadapi krisis pandemi ini.

Jika ada orang/pihak tertentu di Cina ingin meminta pertanggungjawaban Xi atas pandemi ini, ia akan diperlakukan sebagai pengkhianat yang membantu musuh Cina.

Kesemua tujuan yang penulis ungkap sebelum tulisan ini tak lepas dari ambisi Cina yang lebih besar, yaitu pengendalian ruang hidup atas warga dunia, yang salah satunya melalui apa yang dinamakan Jalur Sutera Kesehatan Cina. Dalam bahasa sederhana dapat dikatakan Coronavirus adalah bagian dari strategi ekspansi Jalur Sutera Kesehatan Cina.

Tujuan ini makin nyata ketika Cina meluncurkan strategi terbaru dalam kasus coronavirus, tetapi bukan yang terakhir, yaitu diplomasi topeng.

D. Diplomasi Topeng

Sebanyak 1,6 juta warga negara dunia menjadi korban Virus Wuhan dan masih terus bertambah, karena tidak ada negara dunia yang siap menghadapi serangan mendadak ini, kecuali Cina sendiri tentunya, Namun alih-alih mengakuinya dan bersedia ganti rugi akan kerusakan yang dibuat, Cina malah melakukan propaganda baru, yakni menempatkan Cina sebagai pihak yang baik.

Cina mengetahui bahwa negara-negara di seluruh dunia saat ini telah jatuh dalam kesusahan. Dan dengan demikian, saat tepat untuk meluncurkan propaganda “wajah baik” kepada negara penderita Coronavirus yang terpukul dalam upaya licik untuk menjadikan dirinya sebagai negara yang akan menyelamatkan dunia dari pandemi coronavirus.

Sebagai contoh beberapa diantaranya, otoritas Cina menyediakan bantuan medis dan konsultasi secara bilateral, sering kali disampaikan langsung oleh kedutaan Cina setempat seperti di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Yunani.

Dalam kasus lain, persediaan medis telah disediakan oleh perusahaan yang terlibat dalam proyek BRI di luar negeri, seperti Huawei atau China Comunication Construction Company. Yayasan Jack Ma dan Alibaba telah mengirimkan paket bantuan ke puluhan negara mulai dari Uganda, Ukranina hingga Amerika Serikat.

Cina juga telah memberikan dukungan ekonomi kepada beberapa negara yang menderita, termasuk pinjaman konsesi senilai $500 juta dolar ke Sri Langka. Selain itu, Cina telah memainkan peran koordinasi dalam forum multilateral untuk memperjuangkan tanggapan internasional Cina terhadap Coronavirus 2019.

Xi Jinping memberikan pidato pada pertemuan virtual para pemimpin G20, dan perwakilan Cina telah terlibat dengan ASEAN, Organisasi Kerjasama Shanghai, mekanisme ” 17 + 1 ” Eropa, dan Uni Afrika menggembar-gemborkan kepemimpinan China.

Full text of Xi’s remarks at Extraordinary G20 Leaders’ Summit

Xi’s G20 speech illustrates China’s responsible role, experts say

Kegiatan-kegiatan ini mencerminkan narasi krisis Partai Komunis Cina (PKC) yang lebih luas: Xi Jinping berusaha menempatkan Cina sebagai contoh dalam ilmu kedokteran dan menyoroti perlunya mempromosikan “komunitas tujuan bersama bagi umat manusia” – konsep singkat untuk menggambarkan visi strategis jangka panjang Cina ntuk memperkuat upaya pencegahan epidemi internasional.

People’s Daily China menyebut “komunitas takdir bersama” dalam konteks Coronavirus, yang menggambarkan upaya kerja sama internasional Cina dengan mendemonstrasikan perilaku baiknya. (Coronavirus Battle in China: Process and Prospect)

Disisi lain bantuan ini juga dimaksud sebagai upaya paksa seperti diungkap juru bicara pemerintah China yang dimuat di Global Times, secara terbuka mengancam AS dengan mengatakan “ Langkah AS untuk membatasi penjualan teknologi ke Huawei dapat menjadi boomerang di tengah COVID19, karena China dapat melarang ekspor masker wajah dan peralatan medis lainnya ke Amerika. (US warned not to squeeze Huawei)

Namun, potensi kesulitan ini langsung direspons oleh Taiwan – yang kecewa terhadap perilaku WHO dan Beijing – yang bersedia memback up kebutuhan AS. (Mask Diplomacy’ a Boost for Taiwan)

Brian Wong, melalui The Diplomat menggambarkan fitur inti dari diplomasi topeng Cina. (China’s Mask Diplomacy)

Pertama adalah penyediaan “sumber daya penting kontekstual” untuk memenangkan hati di negara-negara yang secara strategis penting.

Kedua adalah penanaman ketergantungan pada, dan hutang kepada, Cina oleh negara-negara ini.

Dan akhirnya adalah penekanan pada keunggulan moral Beijing, baik secara implisit mengkritik pengunduran diri Amerika dari komitmen internasionalnya dan untuk mengalihkan perhatian dari kesalahan Cina sendiri dalam menangani pandemi. Apakah diplomasi topeng Cina akan berhasil membungkam kesalahannya pada awal wabah dan meniadakan tanggung jawab ganti rugi yang seharusnya dibebankan mutlak pada Cina?

Kesemua respon tergantung dari kesadaran negara terdampak wabah. Apakah negara korban wabah menyadari bahwa sudah menjadi korban perang Cina dan tunduk padanya, atau sebaliknya keluar dari jebakan strategi geopolitik dan geoekonomi Cina yang dilancarkan melalui penyebaran coronavirus.

Adi Ketu, Pengiat Sosial Media dan Peminat Isu Internasional

Bersambung…

Baca artikel sebelumnya:

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com