Cerpen Geopolitik ala Joko Kendil
Usai dilantik sebagai Perdana Menteri (PM) Inggris, Rishi Sunak langsung terbang ke Rusia guna menjalankan ‘diplomasi gas’ ke Putin. Akan tetapi, langkah awal PM keturunan India sekaligus PM termuda sejak 1812 itu menuai pro kontra baik di internal negeri maupun di lingkungan Nort Atlantic Treaty Organisation (NATO). Bahkan ia mendapat ‘tekanan’ dari Amerika Serikat (AS), sekutu tradisionalnya, agar membatalkan kebijakan diplomasi gas tersebut.
Timbul pro kontra di sana-sini. Tetapi, Sunak tidak peduli dengan protes lingkungan. Ia terus menjalankan misi oil and gas diplomation. Baginya, kepentingan nasional Inggris ialah segala-galanya ketimbang mempertahankan ‘gengsi geopolitik’ atas nama Hegemoni Barat yang mulai meredup di panggung global.
Bagi Sunak, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi dibanding konstitusi manapun. Salus populi suprema lex esto. Negara dalam keadaan bahaya kok masih pakai politik retorika?
Ya. Darurat politik di United Kingdom (UK) dimulai dari darurat ekonomi; darurat ekonomi bermula dari krisis pangan dan energi. Nah, krisis pangan dan energi disebabkan oleh perang sanksi antara Rusia versus Barat; sedangkan perang sanksi antara Rusia melawan Barat dipicu oleh faktor solidaritas dalam konflik Ukraina karena propaganda AS. Itulah anatomi kasus. Dan tampaknya, anatomi masalah ini tidak dihayati oleh dua PM sebelumnya —Boris Johnson dan Liz Truss— sehingga ‘pil’ apapun yang ditelan tidak bakal mampu menurunkan tensi krisis politik di UK.
Target Sunak, sebelum musim dingin tiba, rakyat harus memperoleh kepastian bahwa ada jaminan pasokan gas dan pangan dari negara cq pemerintah. Ini akar krisis politik. Dan ia tidak mau mengkhianati kepercayaan rakyat yang sudah memilihnya. Apapun akan ditempuh daripada 68 juta warga Inggris membeku di musim dingin.
Apalagi tatkala jalur pipa Nord Stream 1 dan 2 mengalami ‘kebocoran’ dimana perbaikan pipa gas di bawah laut tersebut memakan waktu relatif lama, sedang kebutuhan warga terhadap gas tidak bisa ditunda. Jujur. Naluri geopolitik serta insting energy security-nya PM Sunak sungguh sangat tajam.
Singkat cerita, perjalanan dinas pertama PM baru Inggris tersebut berjalan sukses. Putin ternyata welcome atas ‘diplomasi gas’-nya Sunak. Antara UK – Rusia saling mencabut sanksi, dan Rusia menjamin pasokan gas dan pangan ke Inggris, terutama pada musim dingin nanti.
“Jika untuk meraih geoekonomi yang meliputi pangan dan energi, seyogianya agenda yang dibangun bersama adalah strategi merangkul bukannya saling pukul”, demikian cuplikan pidato Rishi Sunak di Moscow usai meneken kerja sama antara Inggris – Rusia di bidang gas dan pangan. Tepuk tangan meriah atas creative destruction yang dilakukan kedua adidaya.
Tetapi, gejolak politik justru muncul setelah ia balik ke London. Kelompok oposisi dan beberapa negara di jajaran NATO meminta penjelasan atas langkah (out of the box) politiknya. Dan di depan ‘sidang’ dadakan, Rishi Sunak, PM Inggris termuda itupun berpidato. Poin intinya begini:
“Dunia terus berubah, kenapa Barat harus mempertahankan kebodohan unipolar? Sedang kebijakan politik apapun pada setiap negara adalah demi melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Diplomasi gas Britania Raya adalah demi kepentingan nasional seluruh entitas di UK, bukan sekedar kepentingan para elit dan segelintir oligarki yang mereguk keuntungan atas konflik Ukraina,” ujar Sunak pada sidang dadakan.
“Sejak dilantik menjadi PM, saya dedikasikan segenap pikiran, energi dan waktu saya untuk kepentingan seluruh warga di Britania Raya. Mengapa? Di musim dingin, tanpa pasokan gas dari Rusia maka Benua Biru bisa membeku”.
“Atas nama dunia yang berubah, kita ucapkan: selamat tinggal unipolar, selamat datang multipolar. Dan demi dunia yang lebih baik, kita ubah strategi saling memukul menjadi saling merangkul,” kata PM termuda itu mengakhiri pidatonya.
Tempik sorak pun meledak. Standing applause nyaris tak berhenti mengiringi PM Rishi Sunak turun dari mimbar. Tetapi, rupanya lantai di ruang senat terlalu mengkilat lagi licin. PM Sunak tergelincir. Gubraaak!
Tiba-tiba, aku terbangun dari mimpi sore. Tengar-tenger. Ah, diplomasi gas dan perubahan geopolitik di dunia yang diawali oleh Inggris ternyata cuma mimpi.
“Ojo turu sore!” Kata Joko Kendil, sang kelana yang menunggang ‘macan putih’ dan akan menghentikan pengembaraannya pada tahun 2025.
Cawang, 27 Okt 2022
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments