Donald Trump Memanfaatkan Pandemi Global untuk Tetap Berkuasa?

Bagikan artikel ini

Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump sepertinya sangat tidak siap menanggulangi dan menangkal mewabahnya Virus Corona atau Covid-19. Bisa jadi karena selama ini Presiden Trump mengabaikan peringatan dini yang disampaikan para pakar kesehatan.

Baca: If Trump Declares Martial Law Due to Coronavirus, Can He Suspend the Election?

Pada 2018 lalu, Trump secara langsung atau tidak langsung malah melemahkan kewaspadaan nasional negaranya ketika secara tiba-tiba memutuskan membubarkan National Securty Council Directorate yang berada dalam naungan Gedung Putih. Kementerian Dalam Negeri AS juga gagal menyimpan persediaan peralatan strategis sebagai bagian dari rencana mitigasi jika waktu-waktu muncul Pandemi Glonal seperti Covid-19. Seperti masker, bagi para gugus tugas garis depan kesehatan seperti para dokter dan perawat.

Termasuk peralatan seperti rapid test yang dibuat oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC), tidak lagi mendapat alokasi dana dari pemerintahan Trump dengan alasan budget cut. Yang semula dianggarkan 12, 7 miliar dolar AS, sekarang hanya dapat alokasi anggaran sebesar 8 miliar dolar AS.

Ketika wabah Covid-19 semakin meluas yang bermula dari Wuhan, Cina, sebenarnya AS sudah mendapatkan peringatan dini sejak jauh-jauh hari pada Desember tahun lalu. Sayangnya peringatan dini tersebut tidak dimanfaatkan untuk menyusun strategi penangkalan secara terencana. Sehingga early warning signal dari para pakar kesehatan tersebut jadi sia-sia. Saat ini puluhan ribu jiwa benar-benar dalam bahaya, terlepas adanya peringatan yang cukup gamblang dari berbagai stakeholders kesehatan di AS. Demikian menurut pengamatan Alice Hill yang semasa pemerintahan Obama, bertugas menanggulangi potensi adanya ancaman biologis di Council of Foreign Relations (CFR).

Namun demikian, terlepas membanjirnya kecaman terhadap mismanajemen pemerintahan AS dalam menanggulangi Pandemi Global Covid-19, Trump nampaknya punya agenda tersendiri. Dengan cara mem-branding ulang dirinya sebagai presiden dalam masa perang atau Wartime President.

Dengan seakan-akan situasi Pandemi Global saat ini mirip situasi dalam Perang Dunia II, Trump menyerukan pada rakyat Amerika untuk berkorban bersama. Dan mencapai kemenangan bersama. Nampak jelas, dalam benaknya, krisis Covid-19 seakan-akan dalam situasi perang. “And now it’s our time. We must sacrifice together, because we are all in this together, and we will come through together. … And it will be a complete victory. It’ll be a total victory.”

Nampaknya, kampanye Trump berhasil mendapat dukungan dan simpati publik sebesar 55 persen, demikian menurut hasil polling yang diselenggarakan oleh   ABC News/Ipsos poll. Adapun 43 persen sisanya menentang branding Trump sebagai Wartime President.

Nampaknya Trump menyadari betul implikasi menguntungkan dengan mem-branding dirinya sebagai presiden dalam masa perang. Sebab dalam kesejarahannya di Amerika, tidak ada presiden yang mengalami kekalahan dalam pemilihan presiden pada masa perang. Dan tim strategis pemenangan Trump untuk pilpres November 2020 mendatang menyadari betul branding Trump sebagai Wartime Presiden sangat menguntungkan.

Abraham Lincoln terpilih kembali jadi presiden AS pada masa perang saudara pada 1867. Frank Delano Roosevelt berhasil terpilih kembali jadi presiden pada 1944, semasa berlangsungnya Perang Dunia II. Richard Nixon terpilih kembali jadi presiden pada masa Perang Vietnam pada 1972. Dan terakhir, George W Bush terpilih kembali jadi presiden semasa AS terlibat dalam perang Afghanistan dan Irak pada 2004.

Untuk semakin memperlihatkan dirinya sebagai Wartime President, Trump menyerukan Defense Production Act (DPA) untuk  memproduksi barang-barang peralatan  untuk kebutuhan nasional AS sebelum memproduksi jenis produk yang sama untuk tujuan komersial. Dalam hal ini produk-produk peralatan terkait penanggulangan Pandemi Global. Terinspirasi pada masa Perang Dunia II, pemerintah AS dapat izin untuk meminta Ford Motor Company Manufacture menyediakan ribuan kendaraan untuk kebutuhan angkatan darat, termasuk tank dan kendaraan lapis baja. Seperti halnya ketika kongres AS menyetujui DPA untuk menyediakan peralatan-peralatan militer dalam rangka Perang Korea paa 1950.

Namun ada skenario lain yang nampaknya tak kalah mengkhwatirkan kalangan masyarakat di AS. Menurut informasi yang dilansir CNN, beberapa pembisik Trump telah mengajukan  usul bahwa Trump bisa menunda pelaksanaan pilpres 2020 dan tetap berkuasa di Gedung Putih tanpa melalui pemilu presiden. Salah satu cara yang mungkin akan ditempuh yaitu memberlakukan keadaan darurat atau martial law.

Diolah kembali oleh Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com