Dr Abdul Qadeer Khan: Monster Baru Kreasi Amerika-Inggris pasca Osama bin Laden?

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Saya sedang menyimak satu buku menarik, America and the Islamic Bomb. Karya dua wartawan Investigasi AS David Armstrong dan Joseph Trento. Buku ini menelusur jaringan siluman penjualan teknologi Nuklir ke beberapa negara sepreti Korea Utara, Iran dan Libya. Mulanya saya agak sinis baca buku ini mengingat ketiga negara tersebut memang jadi target operasi AS sejak era George W Bush, sebagai negara yang dinyatakan sebagai musuh nomor wahid AS.

Namun ketika buku ini mulai menelusur jejak-jejak peran dari Ilmuwan Nuklir Pakistan bernama DR Abdul Qadeer Khan sebagai pemain kunci dari mata-rantai jaringan siluman penjualan teknologi nuklir di pasar gelap(Black Market), terungkap bahwa sosok satu ini sudah dalam genggaman dan binaan CIA dan intelijen Inggris MI-6 sejak memanasnya perang dingin AS-Uni Soviet di era 1970-an.

Dan mencapai puncaknya ketika era Presiden Ronald Reagan harus mendorong semua elemen anti Soviet di Pakistan maupun Afghansitan, untuk mengusir dari Soviet yang menginvasi Afghanistan sejk 1979. Pada tataran ini, persekutuan strategis AS-Pakistan, menjadi salah satu faktor penting dan mutlak, untuk suksesnya “proyek penggalangan” elemen-elemen anti Soviet di Pakistan dan Afghanistan.

Di sinilah, Washington dan London, secara sadar memberi angin pada DR Khan, untuk membangun industri teknologi Nuklir di Pakistan pada skala yang semakin canggih. Melalui buku karya David Armstrong dan Joseph Tinto ini, terungkap bahwa Dr Khan, sejatinya merupakan “anak harap’ dari kebijakan luar negeri Washington sejak era Perang Dingin hingga sekarang.

Jadi kalau Bush pasca pemboman WTC maupun Pentagon sejak 2001 selalu menggembar-gemborkan Osama bin Laden sebagai teroris nomor satu dan musuh dunia internasional, menyimak peran Dr Abdul Qadeer Khan, nampaknya bin Laden cuma kelas teri.

Melalui jalinan kisah buku ini, nampak jelas bahwa Dr Khan dan jaringan silumannya yang seakan digambarkan sebagai biang kerok penjualan alih teknologi nuklir ke Iran, Korea Utara dan Libya, tenyata dari awal hingga kini, sepenuhnya berada dalam sepengetahuan dan kendali dari CIA dan MI-6. Bahkan setiap usaha dan desakan dari berbagai elemen kritis di AS sendiri agar dibentuk tim investigasi independen untuk menguak jaringan dan modus operasi dari Dr Khan dan kawan-kawan, selalu dihalangi dan digagalkan dengan berbagai cara oleh para pejabat tinggi di Gedung Putih dan Downing Street No.10.

Jadi jaringan DR Khan terkait pasar gelap peredaran Tekonologi Nuklir yang seakan merupakan jaringan teroris global, hanya kadang kadang digunakan pihak resmi AS atau Inggris sebagai bom waktu. Tak heran, ketika Bush kampanye pemilu untuk kedua kalinya pada 2004, justru isu peran DR Khan dan penjualan teknologi Nuklir , malah digunakan Bush untuk menghantam saingannya, calon presiden John Kery.

Dengan mengklaim bahwa jaringan Khan sudah berhasil dilumpuhkan dan dibawa ke meja hijau. Sehingga isu ini justru digunakan Bush untuk jadi kredit poin program pemerintahannnya dalam pemberantasan terorisme. Padahal kejadian yang sesungguhnya, Dr Khan dan jaringan silumannya, masih tetap aman aman saja sampai sekarang. Alhasil, isu yang diangkat bahwa Khan dan jaringannnya telah menjual secara ilegal tranfer teknologi Nuklir ke Iran, Korea Utara dan Libya, cuma dijadikan dalih untuk menghantam dan atau setidaknya, melancarkan propaganda hitam terhadap ketiga negara tersebut.

Dari penelusuran Armstrong dan Trento, maupun buku lain karya Douglas Frantz dan Catherine Collins berjudul The Nuclear Jihadist, ada satu hal yang kiranya bisa digali dan dibaca secara lebih cermat. Benarkah ketidaseriusan President Bill Clinton maupun George W Bush dalam menindak Abdul Qadeer Khan dan jaringannya, semata karena pertimbangan hubungan baik Amerika dan Pakistan.

Karena  menurut analisis saya, sejak awal kiprah Abdul Qadeer Khan dalam bidang fisika dan teknologi nuklir, sebenarnya sudah dalam kerangka kesepakatan strategis Amerika Serikat dan Pakistan sebagai sekutu andalannya di kawasan Asia Selatan dalam era Perang Dingin.

Indikasi dari beberapa temuan seperti penjualan teknologi persenjataan nuklir kepada Libya yang terkesan dimotori oleh jaringan pendukung Abdul Qadeer Khan, sebenarnya juga merupakan bagian dari operasi intelijen Amerika dan Inggris untuk membangun kesan bahwa Libya sudah mempunyai senjata nuklir. Dan karenanya dipandang berbahaya bagi perdamaian dunia.

Padahal, sejak 1989, Menteri Luar negeri Musa Kusa, yang dianggap tangan kanan Moammar Khadafi, sejatinya sudah berada dalam kendali dan penguasaan dinas intelijen Inggris MI-6 dan CIA. Sehingga tidak masuk akal jika jaringan Abdul Qadeer Khan memang sungguh-sungguh merupakan jaringan terorisme internasional yang berada di luar kendali MI-6 dan CIA, akan dibiarkan begitu saja melakukan transaksi penjualan senjata nuklir ke Libya.

Karena itu, kalau kita cermati betul buku Armstrong dan Trento ini, justru Abdul Qadeer Khan inilah, sosok yang lebih berbahaya daripada Osama bin Laden. Dalam arti, bahwa sebagai sosok kreasi Washington dan London, Abdul Qadeer Khan, sewaktu-waktu bisa dimainkan seakan sebagai monster baru dunia Islam. Dan melalui dukungan jaringan internasionalnya  seakan-akan telah mengawinkan terorisme dengan teknologi Nuklir.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com