Gejolak Timur Tengah, Kebangkitan Kelompok Negara Jalur Sutra (3-Habis)

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah Internasional dari Global Future Institute (GFI)

Kedua : Aspek Internal.

Sesungguhnya transformasi di Timteng telah ditiup beberapa tahun lalu oleh Ali Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam Iran, di depan pertemuan dengan para pejuang Palestina, “Tidak diragukan bahwa sesuai kenyataan yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT, Timur Tengah BARU akan terbentuk dan kawasan itu adalah akan menjadi Timur Tengah Islami.” (28 April 1993, Purkon Hidayat, IRIB, 2010).

Isyarat Khamenei di atas menyuratkan, bahwa sesungguhnya Timteng selama ini telah kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab karena menerapkan total nilai dan sistem dari luar. Gejolak yang kini terjadi adalah akumulasi endapan kemarahan atas praktek sistem asing yang cuma mengenyangkan segelintir elit dan kaum, namun menelantarkan jutaan orang.

Rupa-rupanya AS abai akan legenda tua, bahwa Timteng dan negara sekitarnya ialah NEGERI KEYAKINAN yang dalam banyak hal sangat bertolak-belakang dengan Barat yang disebut sebagai kelompok NEGERI TEKNOLOGI. Ya, wilayah Timteng tergolong Negeri Keyakinan yang mengkedepankan “rasa”, dimana warganya sering mengkaji peristiwa tanpa dicerna melalui kecermatan logika. Kebanyakan berjalan pada “tataran kulit” dan teramat suka memakai simbol agama. Lembaga agama sering digunakan sebagai alat pembenar diri dan kelompok, kendati rujukannya cuma manifestasi kepentingan belaka. Hukum berjalan ketat bahkan cenderung keras berlebihan. Keadilan ada dalam genggam tangan elit penguasa atau sang raja. Seringkali kebenaran nisbi berubah menjadi dogma yang ditelan tanpa logika, dengan alasan – itu berasal dari Tuhannya. Tak boleh diganggu gugat. Tetapi, bukankah agama itu logika?

Ya, negeri keyakinan kebanyakan makmur lagi kaya raya karena faktor alam dan lingkungan. Berbagai kemudahan dinamika global dipetik karena latar sejarah masa lalunya. Sesuatu yang luar biasa dianggap selalu dari Tuhannya, sehingga mereka malas bahkan lupa kewajiban menggunakan logika. Tanah aneka bangsa tetapi cenderung satu budaya. Terkadang tanpa etika dan tata krama justru menjebak pada keserakahan dunia. Penyakit iri, dengki dan sakit hati mudah menjalar di masyarakatnya, maka perang antar sesama ialah biasa bahkan dianggap budaya (Hamid Ghozali, 2008).

Kemiskinan panjang lagi lama yang “dirancang” IMF, Bank Dunia dkk di negeri-negeri boneka AS (John Perkins, 2009, Membongkar Kejahatan Jaringan Internasional), gilirannya menghidangkan semangat (rasa) rakyat untuk bangkit dari situasi dan kondisi keterhinaan. Ya, bahan baku pergolakan yang berujud kemelaratan dan ketidak-adilan memang riil di depan mata. Lalu ditambah “bumbu dan saos” seperti haus akan pemerataan (kesejahteraan) — rindu keadilan, maka kebersamaan dan persatuan rakyat menjadi gelombang yang super dahsyat. Agaknya, hal itulah yang tak terpeta oleh AS dan sekutu, sehingga methode PRT-nya berubah liar, lepas kendali.

Dan sepertinya, isyarat Ali Khamenei dekade 1993-an mendekati kenyataan, bahwa tak lama lagi bakal lahir kawasan baru yakni : Timur Tengah Islami. Hey, adakah ini embrio Kesultanan Utsmaniyah jilid kedua? Subhannallah! 

Sukron bin suwun

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com