(Renungan Sekilas Seusai Membaca Buku Neokolonialisme AS di Asia, Perspektif Indonesia, karya Hendrajit dkk).
Andhika Gilang Nugroho, S.s., M. Hum, Sejarawan Lulusan Universitas Sanata Dharma dan Universitas Diponegoro
Setelah menghabiskan beberapa hari, akhirnya saya sampai pada lembar terakhir dari buku berjudul Neo Kolonialisme AS di Asia.
Kesimpulan besar yang muncul dalam benak, adalah Geopolitik sesungguhnya hanya sebagai sebuah pisau bedah untuk membuka apa yang sesungguhnya ingin di ungkap oleh sejarah. Bagaimana faktor geografis memicu fenotipe yang mana fenotipe tsb, mampu berdampak pada kemampuan sebuah individu hingga membentuk template bangsa dan menentukan kemana arah orientasi nya. Yang utama justru bagaimana memiliki pandangan jeli untuk melihat “scheme” yang di hidangkan oleh subjek subjek di sekeliling kita, atau dengan kata lain, mampu meragukan apa yang nampak sebagai sebuah kebenaran.
Andhika Gilang Nugroho. Dokumentasi Pribadi.Menuju zaman baru, yaitu era digital yang semakin modern, salah satu kelemahan vital adalah kemampuan untuk melihat dibalik layar. Memang, generasi muda dewasa ini mampu mencari, menjaring, dan menyimpulkan berbagai informasi dengan begitu mudahnya, sebagaimana kini, film tidak perlu ditonton seluruhnya, cukup mencari konten-konten penyedia review film, maka ia bisa mengetahui alurnya. Hanya saja, deduksinya bergantung pada apa yang terlihat, sehingga, barangsiapa menguasai media, maka akan dapat dengan mudahnya membelokkan perspektif. Bagaimana suatu tokoh bisa di bolak balik dari semula korban, menjadi tersangka, lalu kembali di jadikan korban.
Dalam skala global, banyak yang sudah terjadi, namun sayang, banyak pula dari kita yang masih terjebak pada persoalan-persoalan permukaan. Terjebak pada isu yang mudah saja menjadi bagian dari skema jahat untuk mengendalikan emosi massa.
Perhatian saya lantas terpusat pada kalimat pembukaan bab ketujuh, yakni “Sejarah tak pernah berhenti”. Ya, sebagai fragmen jiwa dan identitas diri, Sejarah adalah bagian diri yang terus menjadi jejak bagi sebuah peradaban. Perhatikan bagaimana sumber daya alam (SDA) Indonesia, sejak era kerajaan dahulu sampai bisa mampu mempengaruhi perekonomian internasional. Bagaimana VOC bisa berkembang hanya dengan mengandalkan kekayaan alam Nusantara Indonesia. Aset itu sejatinya telah menunjukkan “taring” Indonesia sebagai negara yang layak mengikuti kontestasi perkembangan dan percaturan dunia internasional.
Sebagai penutup, merujuk pada pengamatan Geopolitik sebagai pisau bedah, artinya, ada pisau-pisau lain yang dapat digunakan sebagai pelengkap, yakni cabang ilmu lain yang berani mengambil sikap terbuka, melepas eksklusivitas spesialisasinya dan saling bertautan dengan ilmu lainnya. Mari melihat dunia dari berbagai sudut pandang, tidak terjebak pada satu layar handphone, televisi, atau perangkat canggih lainnya, tetapi berani menengok, siapa aktor-aktor dibalik apa yang di tayangkan di hadapan layar anda.
Indonesia maju, hanya akan menjadi mimpi utopis, jika masyarakat tidak segera bangun dan benar-benar melihat siapa yang sebetulnya sedang berjuang untuk bangsa.